InspirasiUntaian Nama Bayi Dalam Tuturan Kisah Bunda Mencari nama bayi mungkin tidak sulit saat ini. Namun, semakin banyaknya pilihan, kesulitan justru terjadi ketika memilih rangkaian nama yang sesuai keinginan dan harapan kita. Apalagi bila ingin menggunakan nama islami, karena pilihan rangkaian nama bisa berbeda artinya satu sama lain Setelah22 Tahun Jadi Pendeta, Petrus KaliMemutuskan Masuk IslamPALU--Petrus Kali, seorang pria yang telah22 tahun menjadi pendeta asal Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menyatakan memeluk agama Islam setelah mendapat hidayah.Petrus Kali saat memaparkan pengakuannya di hadapan ratusan jamaahMasjid An Nur di Kota Palu, Sabtu, mengaku telah Marikita lanjutkan perjalan suci sang Nabi beserta wanita-wanita suci pilihan agar kalian wanita menjadi suci dan terhormat dimata Sang Nabi Saw. Ada suatu misal : ada 2 buah pisang goreng atau semacamnya. Yang satu dijual dipinggir jalan terbuka keadaannya, yang satunya dijual didalam bungkus dan diletakkan didalam etalase. Oleh Armansyah. Tidak pernah manusia memperselisihkan seseorang dalam sejarah sehebat perselisihan mereka tentang pribadi Nabi ‘Isa putra Maryam yang bergelar al-Masih itu. Dan tiada pula pernah manusia sebelumnya saling bahu membahu dalam pembunuhan diantara mereka sebagaimana serunya usaha kearah itu hanya karena sosok ‘Isa al-Masih. konsepinsan kamil. “Secara umum, tasawuf tidak bisa lepas dari tokoh yang bernama Ibn Arabi. Karena beliaulah tokoh yang berpengaruh di dalam dunia tasawuf. Bahkan Muthahari dalam bukunya “Insan Kamil” menyebut Muhyiddin Arabi al Andalusi Tha’i sebagai bapak sufisme.”. Berbicara tasawuf tidak akan lengkap tanpa menyebut tokoh yang A7cojl. Nabi Zakaria semakin heran ketika melihat buah-buahan musim dingin berada di situ. Bahkan, buah-buahan yang namanya belum pernah diketahuinya pun ada dalam nampan tersebut. Baunya sangat harum, berwarna cerah, dan segar. Sungguh, dalam usianya yang masih sangat muda waktu itu, Maryam telah berkata penuh hikmah kepada Zakaria yang sudah berusia lanjut. “Jika berkehendak, Allah kuasa melimpahkan rezeki yang tidak terbatas...” Ya, sungguh benar apa yang telah Maryam katakan. Segalanya harus diminta dari sisi Allah. Dialah Zat yang perbendaharaan kekayaan-Nya tiada berbatas dan tidak mungkin berkurang. Sungguh, Maryam adalah putri yang mulia dengan kata- katanya yang penuh hikmah. Sebenarnya, hakikat yang didapati Maryam bersumber dari ajaran Nabi Zakaria. Kini, kepribadian mulia yang ada pada diri Zakaria  telah berkembang, pecah menjadi dua. Nabi Zakaria pun mengangkat tangan untuk berdoa kepada Allah agar dikaruniai keturunan yang juga berhati mulia seperti Maryam. Maryam sangat jarang bicara. Dirinya selalu bergegas untuk kembali mendirikan salat dan memperbanyak zikir kepada Allah. Nabi Zakaria yang melihat kepribadian Maryam ini tak kuasa menahan tangis. Ia berucap syukur kepada Allah dalam lantunan doa. Sungguh, Maryam memang hamba yang mulia. Dia ibarat bunga yang terjaga dengan sempurna sepanjang hari, terutama di waktu malam yang digunakannya untuk selalu bertasbih kepada Allah. 192Seandainya dirinya dikarunia seorang putra yang mulia seperti dirinya... Demikianlah suara lembut hati Zakaria untuk berdoa kepada Tuhannya.... “Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.” Maryam 19 2-6 Kemudian, Zakaria  berpamitan dengan Maryam untuk kembali membuka dan menutup semua pintu seraya keluar dari mihrab. Saat Nabi Zakaria berjalan di dekat tempat pengumpulan kurban, ia kembali melihat seorang pemuda berpakaian putih yang sedang menunaikan salat. Dengan cepat, Zakaria  melangkahkan kaki mendekati pemuda itu. “Mengapa di malam yang gelap gulita ini pemuda itu sudah berada di sini? Bagaimana dia bisa memasuki ruangan ini? Tidak ada orang lain di tempat itu. Lantas, bagaimana dia tiba-tiba bisa masuk?” pikir Nabi Zakaria. Saat itulah sang pemuda yang tidak lain adalah Malaikat Jibril itu berseru kepada Zakaria . 193“Hai Zakaria, sungguh Kami memberi kabar gembira kepadamu akan beroleh seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dirinya.” Maryam [19] 7 Zakaria  pun kaget seraya berlindung kepada Allah. Ia segera mengucapkan basmalah dan bergegas mendirikan salat. Suara yang baru saja didengarnya itu kini kembali berseru kepadanya. Para malaikat memanggilnya ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab. “Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan kelahiran Yahya yang akan membenarkan sebuah kalimat firman dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri dari hawa nafsu, dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.” Ali Imran [3] 39 Seusai mendirikan salat, Zakaria  mengangkat kedua tangannya untuk kembali berdoa dengan hati yang paling khusyuk. “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak, sedangkan aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul? Berilah aku suatu tanda bahwa istriku telah mengandung.” Wahyu pun turun... Tandanya bagimu adalah bahwa kamu tidak dapat berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” Zakaria hampir pingsan tertelungkup saat bersujud. Ia pun melakukan sujud syukur atas kabar gembira itu. Kedua 194telinganya masih berdesing. Jantungnya juga berdebar-debar keras merasakan wahyu yang baru turun. Dirinya telah mendapatkan limpahan nikmat yang sangat besar. Allah telah menurunkan wahyu-Nya untuk memberikan kabar gembira yang telah bertahun-tahun dinantikannya dengan penuh harapan dan ratapan. Nabi Zakaria luluh dalam tangisan. Napasnya seakan-akan tersendat. Ia luluh dalam tangisan sampai susah bernapas dalam tangisan disertai batuk yang tidak berhenti. Beberapa saat kemudian, suara tangisannya terdengar seperti seorang yang terjepit di antara dua pintu atau tertindih batu. Doa-doa yang ia panjatkan seolah-olah telah mengeluarkan isi jantung dan hatinya. Tiba-tiba, dari dalam ruangan memancar seberkas cahaya. Pada saat yang sama, Zakaria merasakan tubuhnya ditindih sesuatu yang sangat berat. Ia pun kemudian berusaha melonggarkan ikatan pada kerah bajunya. Tubuhnya kembali tertelungkup saat mencoba berjalan menuju ruang persembahan karena lantai yang begitu dingin tersentuh kedua telapak kakinya. Nabi Zakaria pun menggigil seperti terkena malaria. Ia tidak mampu berbuat apa-apa. Tak mampu membuka mulut untuk berteriak meminta bantuan. Tubuhnya terus menelungkup dengan kedua kaki yang ia ganjalkan pada perut untuk menahan dingin yang semakin menjadi-jadi. Dingin yang luar biasa. Bibirnya kini bergetar dengan gigi- gigi yang saling berbenturan. Dalam kondisi seperti ini, tak ada yang mampu ia lakukan kecuali mengucapkan kata Allah lewat getaran di bibirnya. Entah berapa lama Zakaria berada dalam keadaan seperti itu. Ia mencoba bangkit, namun selalu kembali jatuh. 195Saat kedua matanya dapat terbuka, hari sudah menjelang pagi. Ia pun berusaha bangkit dalam keadaan sekujur tubuh kuyup oleh keringat. Perlahan, ia mencoba membenahi jubah dan syalnya, serta beranjak kembali ke rumahnya. Al-Isya sangat kaget begitu membuka pintu untuk suaminya. “Apa yang telah terjadi, bagaimana keadaan Maryam? Mengapa terlambat begitu lama?” tanya al-Isya. Zakaria tidak menjawab berondongan pertanyaan itu. Mulutnya seolah-olah terkunci dan lidahnya tidak lagi dapat berkata-kata. Seluruh kata tertelan ke dalam mulutnya. Nabi Zakaria tidak dapat berbicara. Kemudian, ia memberikan isyarat untuk diam dengan jari tangannya dan kemudian beranjak menuju kamar. -o0o- Genap tiga hari nabi Zakaria tidak keluar dari rumah. Kondisinya masih sama dengan hari pertama, terus menggigil dan menangis sambil berzikir kepada Allah. Orang-orang yang datang ke rumahnya mengira dirinya sakit parah. Mereka pun panik dan khawatir. Namun, Zakaria memberikan isyarat dengan tubuhnya agar mereka jangan sedih dan khawatir. Ia mencoba meyakinkan kerabatnya bahwa dirinya baik-baik saja. Tiga hari lamanya Zakaria  dalam keadaan seperti itu. Yang keluar dari mulut Zakaria  bukanlah kata-kata dan kalimat. Tidak ada seorang pun yang memahami arti suaranya dalam napas yang terengah-engah, tersedak dalam tangisan. Ia juga sama sekali tidak berkenan makan maupun minum. 196Akhirnya, al-Isya paham. Suaminya sedang menyimpan rahasia yang begitu luar biasa. Nabi Zakaria kembali jatuh pingsan setelah menyebut Yaa Rabb!’ Begitu siuman, ia segera mengambil wudu untuk mendirikan salat. Saat salat, ketika menyebut kata Ya Allah’, kedua kakinya gemetar sampai kemudian jatuh dalam sujud. Hanya isak yang sedu-sedan yang terdengar dari lafaz zikirnya. Makna dari lafaz-lafaz zikir itu, hanya Allah dan Nabi-Nya yang tahu. Nabi Zakaria tenggelam dalam lautan zikir. Lidah dan kedua matanya tidaklah berucap dan melihat selain kekuasaan Allah. Nabi Zakaria memang seorang ahli zikir. Hatinya begitu lembut. Ia telah mengorbankan seluruh hidupnya untuk merawat Maryam, keponakan dari istrinya. Sungguh, ia adalah seorang nabi yang penuh pengorbanan. Alim. Zuhud. Ia sangat senang menunaikan salat. Tidak pernah sejenak pun lupa dari berzikir kepada Allah. Namun, kondisinya saat ini luar biasa. Nabi Zakaria seolah-olah seorang hamba dari alam lain. Ia tidak berbicara dan hanya mengeluarkan suara yang menandakan cintanya kepada Tuhan tanpa seorang pun mengetahui maknanya. Sama seperti wahyu yang diberitakan, Zakaria  tidak mampu berbicara dengan seorang pun. Tidak bisa berkata sepatah pun dalam bahasa dunia. Ia seolah-olah telah berada dalam dimensi dunia lain. Tidak ada lagi yang bisa diperbuat kecuali senantiasa berzikir. Zikir adalah salat, doa... Zikir adalah ingat dan mengingat, membangkitkan kembali akal, membersihkan dan membuatnya menjadi kembali fokus. Dan kini ia memusatkan semua titik fokusnya kepada Allah. 197Zikir seperti pergi ke luar. Menguak, melahirkan segala yang tersimpan dan terpendam sebagaimana melepaskan ikatan kuda dari dalam kandangnya untuk dipacu sekencang- kencangnya. Bagi Zakaria, ia kini sedang berlari sekencang- kencangnya kepada Allah. Terkoyak dalam kerinduan kepada- Nya, seperti hempasan aliran sungai menerjang batu-batu besar dari ketinggian gunung. Dan zikir adalah melesat ke depan. Melesat dengan kencang anak panah doa dan munajat yang terlepas dari busurnya menuju Allah. Setelah berada dalam keadaan yang begitu luar biasa menyimpan rahasia, Zakaria akhirnya kembali dapat berkata- kata dalam bahasa sehari-hari. Setelah menceritakan apa yang telah dialaminya kepada al-Isya, sang istri pun dengan penuh kesediaan dan kesetiaan membenarkannya. “Engkau adalah hamba tercinta dari Allah yang senantiasa melaksanakan perintah-Nya. Seorang yang selalu melindungi hak-hak anak yatim, yang hidup dengan kesahajaan, serta berbuat baik terhadap kerabat, tamu, dan musair. Sungguh, apa yang telah diwahyukan kepadamu adalah sesuatu yang hak. Dan diriku telah mendengar, beriman, dan taat dengan hal itu.” Betapa mulia diri al-Isya sebagai teman hidup seorang nabi. Gembira dengan penuh luapan kasih sayang Zakaria memandangi kedua mata istrinya yang memancarkan keimanan dan kesetiaan. Mereka pasangan yang baik, sahabat yang mulia, sempurna, dan senantiasa bersyukur kepada Tuhannya. -o0o- 198Setelah hari ketiga, Nabi Zakaria kembali berdoa kepada Allah. “Duhai Allah, jika bukan sebuah kewajiban yang telah ditindihkan di atas pundakku, niscaya diriku tidak akan mencoba berzikir kepada-Mu. Sungguh, diriku tidak mungkin kuat berzikir sesuai dengan keagungan-Mu. Jadi, bagaimana mungkin diriku akan mencoba melakukan hal seperti itu? Sungguh, dapat bertasbih kepada-Mu dengan sebenar- benarnya adalah kemuliaan yang paling agung. Semoga Engkau berkenan melimpahkan nikmat itu, duhai Allah! Dan sungguh, limpahan nikmat agung yang telah Engkau anugerahkan kepada kami tidak lain adalah mengalirkan lafaz-lafaz zikir kepada-Mu dalam lidah kami karena Engkau telah memperkenankan kami bertahmid, tasbih, bermunajat, dan memanjatkan doa ke haribaan-Mu. Sungguh, beribu syukur hamba haturkan ke hadirat-Mu, duhai Allah! Duhai Rabbi, semoga Engkau berkenan menyempurnakan limpahan nikmat-Mu atas diri kami. Karuniailah kami anugerah untuk selalu dapat mengingat-Mu, baik ketika sendiri maupun dalam keramaian, saat siang atau malam, terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dalam kenyamanan maupun kesusahan. Jadikanlah kami seorang yang selalu beramal dengan hati yang bersih tanpa mengharapkan apa-apa. Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami. Janganlah Engkau menimbang kesalahan- kesalahan kami dengan neraca timbangan yang terlalu jeli! Duhai Allah! Para hamba-Mu yang berhati bersih selalu terikat dengan cinta dan kasih-Mu. Sungguh, hati hanya akan mendapati ketenangan dan mencapai kedalaman dengan mengingat-Mu. Demikian pula rasa dan nafsu hanya akan mendapati kepuasan, bahkan mencapai kemuliaan, ketika 199mencapai diri-Mu. Engkaulah Zat yang akan membuat setiap makhluk senantiasa bertasbih di mana pun dan kapan pun. Engkau juga yang disembah pada setiap masa. Tidak ada awal dan akhir bagi keberadaan-Mu. Engkaulah Yang Mahaawal dan Mahaakhir. Tuhan yang dipinta dalam setiap bahasa, dalam setiap pujian dan doa. Ya Rabbi! Jika sampai saat ini diriku pernah menyangka adanya hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan selain dari berzikir mengingatMu, jika saja diri ini pernah merasa adanya ketenangan pada hal selain diri-Mu, pernah mencari kedekatan selain dari mendekatkan diri kepada-Mu, pernah menyibukkan diri dari taat kepada-Mu maka sungguh diri ini bertobat atas semua itu. Sungguh, diri ini tobat seraya memohon ampunan dari sisi-Mu!” Luluh Sang Nabi yang setia dalam linangan air mata... -o0o- Setelah berpuluh-puluh tahun kemudian, al-Isya pun mengandung. Nama bayi yang dikandungnya telah ditetapkan jauh sebelum sang bayi berada dalam kandungan Yahya. -o0o- 20020. Lngt pn Bergerk Peristiwa yang terjadi dengan Maryam ikut disaksikan langit dengan sebuah kejadian yang besar. Para ahli astronomi di Harran menyatakan hal tersebut. Saat itu, langit menunjukkan kejadian luar biasa. Yupiter muncul dari sebelah timur rasi bintang Aries. Pada waktu yang bersamaan, bulan juga berada pada lingkaran rasi bintang Aries, yang kemudian bergerak menuju ke arah Yupiter. Namun, secara tiba-tiba, Yupiter juga bergerak mengarah ke rasi bintang Aries. Setelah menetap selama beberapa hari, Yupiter bergerak mendekati bulan. Keadaan seperti itu tentu saja menggemparkan. Menurut perhitungan para ahli astronomi, posisi bulan dan Yupiter yang seperti itu akan menyebabkan tabrakan dahsyat. Kiamat pun bisa terjadi. Sungguh tidak aneh jika mereka merasa khawatir. Apalagi, Matahari dan Saturnus juga secara mengejutkan telah berada pada lingkaran Aries. Namun, saat para ahli astronomi memperkirakan tabrakan dahsyat antara bulan dan Yupiter akan terjadi, secara tiba- tiba Yupiter berbalik arah menuju belakang lingkaran bintang 201Aries sehingga hati para ahli astronomi dipenuhi kelegaan. Pada akhirnya, Yupiter kembali kepada garis edarnya di antara planet-planet. Namun, sebuah peristiwa yang dialami ilmuwan muda dari madrasah Harran yang bernama Keldani Urpinasy telah menimbulkan desas-desus dan gunjingan di mana-mana. Pada saat Yupiter mengalami pergerakan kembali pada garis edarnya, Urpinasy bersama dengan sahabatnya dari Arab yang bernama Ismail Alawi dan Efridun Hurmuzi yang dari Persia sedang menggambar peta angkasa. Entah apa yang telah terjadi, kedua mata Urpinasy tiba-tiba buta. Meski seorang dokter bernama Revaha Nejrani telah menyampaikan bahwa kebutaan itu bersifat sementara, gosip dan gunjingan tetap menyebar ke mana-mana. Para guru dari madrasah ilmu astronomi berkata bahwa kejadian itu adalah bentuk hukuman akibat melampaui batas saat ingin mengetahui sesuatu. Wajarlah jika ilmuwan muda itu mendapatkan kutukan dari roh jahat. Sementara itu, para ustaz yang berpegang teguh pada itikad dan keimanan yang hanif menyatakan bahwa hanya Allah yang menjadi satu-satunya penguasa untuk memberikan hukuman, sedangkan setiap makhluk, seperti roh jahat, sama sekali tidak memiliki kewenangan menghukum. Lebih dari itu, melihat kejadian luar biasa di angkasa dan juga peristiwa yang dialami Urpinasy, mereka yakin bahwa semua itu merupakan tanda-tanda hari kiamat telah semakin dekat. Bukankah memang demikian? Ilmu sudah tidak lagi dihargai, kemaksiatan dan dosa merajalela, serta orang-orang suci dan tidak bersalah diusir dengan paksa dari tanah kelahirannya. Bahkan, para nabi 202yang menyeru dan membimbing umat manusia kepada jalan kebenaran pun mereka bunuh. Semua kejadian itu telah membuat seorang ustaz bernama Berra bin Urkusyi yang telah berusia seratus tahun lebih menyendiri atau beruzlah di balik jeruji besi. Sungguh, semua tanda itu telah menggambarkan hari kiamat semakin dekat, mungkin tinggal beberapa saat lagi. Di sisi lain, Ismail Alawi, Efridun Hurmuzi, dan Urpinasy sangat tahu bahwa yang membuat mata mereka buta karena terkena cahaya menyilaukan adalah pergerakan bintang berekor. Menurut Alawi, sesuai dengan kisah Arab kuno, bintang berekor itu dinamakan Bintang Betlehem meski seorang kepala madrasah ilmu astronomi bernama Hezarfen Taki Rafeti yang terkenal skeptis telah menolak mentah-mentah pendapat ini karena dapat mengganjal upaya-upaya penelitian akademis. Hurmuzi kemudian mengingatkan perihal ujian lisan di bulan depan sehingga menyarankan sahabatnya tidak pernah menyinggung tentang cerita-cerita kuno. Hal itu dapat membuat para ustaz yang menguji tes lisan naik pitam. Ismail Alawi pun setuju sehingga cerita kuno tentang bintang Betlehem hanya menjadi rahasia di antara mereka bertiga. Meski buta sementara yang diderita Urpinasy telah sembuh, pengaruh khayalan selama sakit tidak juga kunjung lenyap dari angan-angannya. Selama sakit, Urpinasy mendengar seruan tentang kedatangan seorang raja yang dapat menyembuhkan orang-orang sakit, memulihkan orang buta, menyembuhkan kusta, hingga kemudian dirinya akan diangkat ke langit. Ia juga mendengar bahwa dirinya harus mengikuti pergerakan bintang berekor itu ke arah Betlehem untuk mengikuti jejak sang raja. 203Setelah menyelesaikan ujian akhir tahun, ketiga pemuda itu memutuskan mengikuti jejak bintang berekor itu. Mereka menghadap para ustaz di madrasah ilmu astronomi dan meminta izin mengadakan perjalanan ke arah Suriah untuk mengunjungi saudaranya. “Kita semua harus menyuguhkan dalil berupa hadiah kepada sang raja yang ditunjukkan bintang ekor itu,” kata Urpinasy. Ini adalah adat, kebiasaan kuno yang sangat penting dalam kelahirannya di tempat para penyembah api. Teman- temannya yang lain juga menerima pemikirannya ini. Saling memberikan hadiah adalah hal mulia. Sesuai dengan mimpi Urpinasy Hurmuz Efridun akan memberikan emasnya’; Urpinasy Hovhannes membawa tanaman murrusafi; dan Ismail Alawi mengajukan kendir untuk diberikan kepada raja yang akan dilahirkan sebagai sebuah dalil dan penghormatan. Hurmuz berkata, “Karena dia adalah tuan bagi semua manusia, seorang yang paling terkemuka dan mulia, aku akan memberikan hadiah yang paling mulia pula, yaitu emas.” Tak ketinggalan, Urpinasy berkata “Karena sang raja ini akan menyembuhkan banyak orang sakit, memulihkan kembali penglihatan orang buta, aku memilih tanaman murrusafi yang mengandung banyak khasiat dan cepat menyembuhkan luka. Ini sebagai dalil dariku.” Ismail Alawi menambahkan, “Karena sang raja akan diangkat ke langit, aku akan memberikan hadiah berupa kandir, yang ketika dibakar asapnya paling cepat terangkat ke langit.” 204Sang raja yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Isa . Mereka tidak tahu dan hanya sebatas mengejar rasa ingin tahu. Mereka terus berjalan menyusuri arah bintang yang mereka amati dengan teropong. Setelah tiga bulan kemudian, mereka telah sampai ke kota al-Qudds. Pakaian dan logat bicara yang sangat berbeda membuat semua orang memerhatikan mereka. Lebih-lebih, mereka berdialog menggunakan bahasa Latin. Tak pelak, para penjaga keamanan langsung membawa mereka ke hadapan sang raja untuk memastikan kemungkinan mereka adalah utusan raja dari Roma. Kini, mereka telah berada di depan penguasa al-Quds, yaitu Raja Herodes. “Yang mulia. Kami adalah ahli astronomi yang datang ke kota Anda dari Harran dengan melewati Damaskus. Kami sedang mengikuti arah pergerakan bintang berekor. Orang- orang Arab menamakannya bintang Betlehem. Sesuai dengan kitab suci yang kami pelajari di madrasah Harran dan juga dari kitab suci yang diyakini karya Nabi Danial, pada masa yang dekat akan lahir raja yang memiliki kelebihan ruhani luar biasa. Kedatangan kami ke sini adalah untuk mencari jejak raja itu,” kata Efridin Hurmuzi mengawali diplomasinya dengan keulungan gaya Persia. 205Setelah menyimak penuturan itu, perhatian sang raja tertuju kepada Zakaria  dan keluarganya. Selama ini, Zakaria dianggap masyarakat sebagai nabi dari kaum Bani Israil. Dalam diri dan keluarganya sering terdengar hal-hal luar biasa yang mendekati apa yang telah disampaikan para ahli astronomi itu. Sang raja pun tak luput dari ingin memanfaatkan para pemuda ahli astronomi itu untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan mengusut keberadaan seorang bayi yang disebut-sebut akan lahir sebagai raja itu. Herodes berencana secepat mungkin mengakhiri nyawa bayi itu. Herodes lalu menerima dan menyambut ketiga pemuda ahli astronomi itu dengan baik. Ia berharap mereka dapat segera menunjukkan jejak seorang bayi yang nantinya akan menjadi lawan posisinya sebagai seorang raja. “Silakan makan dan minum sepuasnya. Anda sekalian adalah tamuku,” kata Herodes. “Jika nanti kalian telah menemukan sang raja yang dimaksud, segera beritahuku sehingga kami dapat segera memberikan penghormatan dan pengabdian yang semestinya dilakukan. Dengan demikian, rakyat kami dapat mengambil manfaat dari keahlian dan ilmu Anda sekalian.” Setelah bicara untuk beberapa lama, Herodes segera kembali ke dalam ruangannya tanpa sedikit pun ikut makan. 206Ketiga ahli astronomi itu memang diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengadakan perjalanan dan penelitian tanpa mengalami sedikit pun hambatan dan larangan. Namun, di balik semua itu, tanpa mereka sadari, sang raja juga telah menyebar mata-mata untuk selalu mengikuti setiap gerakan mereka. -o0o- 20721. nugerah uar Bisa Dalam waktu yang singkat, Maryam telah memikat hati setiap orang. Ketakwaan dan doa-doa yang senantiasa ia panjatkan telah menebar kasih sayang kepada semua orang. Setiap malam Maryam mengunjungi orang-orang yang menderita sakit untuk berbagi penderitaan bersama dengan mereka. Maryam menyeka kening mereka dengan kain yang dibasahi air hangat dan tak lupa mendoakan kesembuhannya. Anak-anak yatim juga selalu menunggu-nunggu kedatangan Maryam. Mereka akan saling berebut memegangi tangannya dan tidur di atas pangkuannya. Maryam juga sangat mencintai mereka. Maryam akan membelai dan menyisiri rambut mereka, membasuh muka mereka, serta berbagi segala yang ia miliki, seperti roti kering maupun setandan anggur. Maryam seakan-akan menjadi seorang perawat bagi masyarakat miskin dan lemah. Ia selalu mendatangi rumah setiap orang yang membutuhkan ketenangan jiwanya yang begitu luas. 208Selama tinggal di dalam mihrab, Maryam selalu mendapatkan berbagai anugerah luar biasa. Ia kerap mendengar suara-suara, yang tak lain adalah suara malaikat yang sedang berbicara dengan Maryam untuk menyampaikan perintah Allah. Nabi Zakaria juga seorang yang sering mendengar suara seperti itu. Perbedaannya, karena Zakaria seorang nabi, malaikat dapat berbicara dengan wujud seorang manusia, sementara Maryam hanya mendengar suara. Kemampuan Maryam mendengar suara para malaikat inilah telah menjadikan dirinya dijuluki Muhaddasa. Para rasul dan nabi mampu melihat malaikat yang membawa wahyu atau bermimpi bersama para malaikat yang membawa wahyu. Sementara itu, para muhaddasa mampu mendengar suara para malaikat yang membawakan wahyu kepadanya. Suara itu berkata seperti demikian... “Wahai Maryam! Allah telah memilihmu.” Suara ini terdengar semakin menggema memenuhi mihrab tempat Maryam berada. “Allah telah memilihmu, dengan menciptakanmu begitu suci. Ia telah memilihmu di antara semua wanita di dunia!” “Wahai Maryam. Taatlah kepada Tuhanmu.” “Sujud dan hormatlah kepada Tuhanmu!” “Terhadap orang-orang yang rukuk kepada-Nya, ikutlah kamu rukuk.” 209Suara ini kian hari kian menggema. Cahaya nurani yang dipancarkannya memenuhi seisi mihrab. Setiap kali menggema, suara itu memantul begitu harmonis ke arah dinding-dinding mihrab sehingga menjadikan hati Maryam hanyut dalam perasaan yang begitu lain. Sebuah perasaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Karena itu, dalam diri Maryam muncul keringanan untuk segera melaksanakan apa saja yang diperintahkan wahyu itu dengan penuh semangat dan penghambaan. Peristiwa yang dialaminya pada akhir-akhir ini telah membuat Maryam semakin rajin beribadah. Maryam makin berlama-lama diri, rukuk, dan sujud dalam salat sehingga pergelangan kakinya mulai bengkak. Anehnya, ia sendiri tidak merasakan kelelahan sama sekali. Sering Maryam tidak bangkit dari sujud sampai berjam-jam. Seolah-olah kening Maryam semakin luas, meninggi menggapai percikan cahaya Ilahi. Kening Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Kedua tangan Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Adalah tanda awal dari seorang anak yang dikurbankan kepada Tuhannya... Demikianlah kening dan tangan Maryam menjadi begitu terang bercahaya karena terus bersujud. Dalam perintah “Terhadap orang-orang yang rukuk kepada Tuhannya, engkau juga ikut rukuk”, Maryam memahami kalau dirinya harus ikut berdoa dan mendirikan salat dengan para alim di Baitul Maqdis. 210Sehari menjelang Hari Raya Mawar, dengan sembunyi- sembunyi Maryam ikut salat bersama dengan para alim. Ia berada di barisan paling belakang di kubah Sahra Suci. Sebagaimana perintah wahyu yang ia dengarkan, keinginan Maryam semata-mata hanya untuk dapat rukuk dan sujud bersama dengan para alim. “Sujud bersama dengan orang- orang yang sujud....” Namun, sesuai dengan perintah para rahib Baitul Maqdis, wanita dilarang memasuki kubah Sahra Suci yang terletak di sebelah timur tempat amanah-amanah suci disimpan. Jangankan masuk, mendekat saja kaum wanita dilarang keras. Dengan perintah Ilahi, Maryam telah mendirikan salat berjamaah di Kubah Suci itu seraya mengakhiri larangan dan hal yang dianggap tabu oleh peraturan selama ini. Para rahib yang melihat Maryam berada di sana menjadi marah besar. Mereka dengan tega mengusir dan menyiksa Maryam dengan tindakan yang sangat kejam. Maryam telah diputuskan menerima hukuman yang berat. Semua orang yang tidak terima dengan apa yang dilakukannya ini telah meminta agar hukuman yang diberikan adalah mati. Begitu mendengar keributan, Zakaria  langsung berlari menuju tempat para rahib berkumpul untuk memutuskan perkara. Saat Nabi Zakaria menyampaikan bahwa Maryam telah mendengar suara yang telah memerintahkannya untuk beribadah secara berjamaah, kemarahan dan penghinaan semakin bertambah. 211“Apa? Mungkinkah seorang wanita, apalagi masih bocah, mendengarkan suara dari Ilahi? Mungkinkah ia mendapatkan wahyu dari Allah? Mungkinkah malaikat memberikan ilham kepadanya? Mungkinkah semua ini terjadi? Ketika ada begitu banyak orang yang telah mengabdikan seluruh hidupnya di jalan Allah sampai rambut janggutnya memutih semua, bagaimana mungkin malaikat memberikan wahyu kepada seorang bocah? Belum cukupkah Zakaria yang menyatakan dirinya sebagai nabi sampai-sampai Maryam juga menerima wahyu? Keributan semakin meluas. Semua orang bicara dengan nada keras penuh kemarahan, seolah-olah sudah tidak kenal kata ampun lagi. “Apakah engkau sadar dengan apa yang engkau ucapkan wahai Zakaria? Mungkinkah Allah berirman kepada wanita?” “Apakah kamu sekarang ingin menyatakan persamaan antara wanita dan laki-laki, wahai Zakaria?” “Bukankah engkau mengetahui syariat Musa  wahai Zakaria?” “Bagaimana engkau bisa lupa bahwa dalam syariat Musa wanita dilarang memasuki Kubah Suci?” “Sungguh, engkau adalah orang yang telah keluar dari syariat. Hukuman yang layak bagimu adalah mati.” Demikianlah mereka menghina dan mengancam Zakaria. “Semua ini,” kata Nabi Zakaria “adalah syariat milik kalian dan bukan syariat Musa !” “Tapi... syariat ini telah selama bertahun-tahun menyatukan kita dan mengatur kehidupan kita!” sergah Mosye “Syariat kamu sekalian telah jatuh untuk berbuat kezaliman,” lanjut Zakaria. 212“Selalu saja kalian berkata syariat. Padahal, yang seharusnya adalah melihat hati kalian, wahai saudara dan para putra pamanku. Sungguh hati, kalian sudah berkarat, sudah tidak ada lagi rasa belas kasihan dan iba. Kita saksikan rakyat berada dalam kemiskinan, kelaparan, sakit, dan menderita beban pajak yang begitu berat. Coba sekarang tolong kalian katakan, di mana syariat yang kalian sebut-sebutkan itu? Dengan mengatasnamakan syariat, kalian mengumpulkan harta dari kurban dan persembahan. Namun, apa yang kalian lakukan selain hanya menyalakan perapian suci? Inikah yang kalian semua sebut-sebut sebagai syariat? Padahal, tidakkah Yahova telah berkata dalam Taurat? Aku mencintai kasih sayang dan kedekatan, bukan daging kurban. Aku menginginkanmu agar mengenal Allah bukan bagaimana memegang api obor peribadatan.’ Lalu, sekarang apa yang telah terjadi dengan hati kalian? Tidakkah kalian mendengar apa yang telah Yahova katakan? Aku menginginkan masyarakat yang kesadaran mereka senantiasa mengalir di dalam jiwa sebagaimana air mengalir. Keadilan mengalir seperti aliran sungai yang tidak pernah mengering.’ Anak-anak yatim dan para wanita janda terpaksa harus meminta-minta untuk dapat mengisi perut mereka. Kaum fakir miskin tidak mampu mendapatkan pakaian. Sampai, orang-orang telah mulai meninggalkan al-Quds untuk mencari daerah yang dapat memayungi kehidupan mereka dengan keadilan. Namun, kalian masih juga menikmati kehidupan yang penuh dengan kenyamanan serta terus mendakwahkan syariat. Sungguh, aku khawatir sekali dengan jiwa kasih sayang yang telah hilang dari dalam jiwa kalian. Dan sungguh, kalian telah merugikan diri kalian sendiri.” 213Seisi Baitul Maqdis masih bergema dalam seruan lantang Nabi Zakaria. Namun, hati mereka membisu dan tuli sebagaimana bisu dan tulinya bebatuan. Bahkan, mereka telah meminta Maryam dan Zakaria dihukum dengan kematian... Dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin Maryam akan tetap bertahan di Baitul Maqdis? -o0o- 21422. Malakt Trn kpada Marym Tirai Ketika mulai tumbuh dewasa, Maryam menyelimuti seisi mihrabnya dengan tirai. Tirai itu pula yang membatasi Zakaria  dan Yusuf sang tukang kayu saat berkunjung dan berbicara dengannya. Padahal, sewaktu kecil, Maryam selalu menantikan kedatangan Yusuf. Tukang kayu itu kerap membawakan mainan dari tempurung kemiri yang dicat warna-warni oleh Merzangus. Bahkan, Yusuf juga membawakan anak kucing atau burung yang menjadi kesukaan Maryam. Ia akan menyimpannya rapat-rapat di dalam keranjang untuk dibawa ke dalam mihrab. Bersama dengan Maryam, Yusuf membawakan kendi untuk diisi air pancuran dari pelataran masjid. Yusuf juga sering membawakan mainan berbentuk mahkota yang terbuat dari rangkaian bunga kering atau rajutan benang. Tidak pernah Yusuf datang ke mihrab tanpa membawa sesuatu yang dapat mengambil hati Maryam. 215Saat tirai itu menyelimuti seluruh ruangannya, terbesit dalam benak Yusuf bahwa Maryam telah menginjak usia remaja. Ini bukan semata-mata tirai. Ini juga menunjukkan perjalanan rohaniah Maryam yang membedakannya dengan manusia lain untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya. Semakin kuat penghambaan Maryam, semakin terpisah jauh dari himpitan-himpitan benda dan segala yang berbau dunia. Maryam pun mampu menyusup dan lolos darinya. Maryam adalah seorang yang berlari kepada Allah. Bagi manusia umum, tirai tampak sebagai sebuah penghalang. Bagi Maryam, ia adalah sebuah jalan, tataran yang akan mengantarkannya kepada ketinggian kedudukan yang lebih mulia. Maryam adalah pejalan yang telah mengarungi perjalanan menuju Allah. Tirai adalah isyarat bagi manusia yang berada di belakangnya. Ia ibarat lentera, cahaya penunjuk jalan. Tirainya adalah isyarat bagi Maryam. Tapak kedua kakinya adalah tanda penunjuk jalan bagi setiap manusia yang akan mengikuti jejak di belakangnya. Laksana sebuah mercusuar cahaya yang memberi petunjuk arah bagi kapal yang sedang mengarungi lautan kelam. Begitulah tirai Maryam. Ia akan menunjukkan jalan bagi setiap pejalan Rabbani, pemberi tanda bagi arah dan tujuannya. Dan tirai adalah busana, hijab, bagi Maryam. 216Tirai busana yang memberi tanda seorang Maryam. Tanda akan jalan yang dilaluinya, tanda ketakwaannya. Tirai bukan sebuah penghalang. Ia adalah papan petunjuk. Pedoman yang memberikan pemahaman, saran, dan anjuran mengenai lika- liku dan kesulitan sebuah perjalanan. Demikianlah arti tirai Maryam. Dan Maryam adalah seorang pemalu. Semakin tirai di depannya tergelar, dirinya akan semakin berselimut dengan tirai baru di belakangnya. Semakin ia mendekatkan diri kepada Sang Kekasih, semakin semangat dirinya dalam khusyuk yang membuai, tersungkur dalam sujud, bersimpuh dalam penghambaan, malu dalam limpahan kelembutan yang tercurah dari Tuhannya. Malu dalam buaian rahasia Ilahi yang diperuntukkan baginya sehingga menutupi diri seperti dekapan erat seorang ibu kepada bayinya. Semakin menyelimuti diri, Maryam semakin terbuai dalam kekhusyukan penghambaan. Lewat tirai itulah Maryam menapaki tatarannya, terpelihara dan terjaga dirinya dalam kemuliaan. Inilah dasar yang akan menyangga kehidupan yang akan dipikulnya di masa datang. Tirai Maryam bukan sebuah penghalang. Ia hadir demi semangat kekhusyukannya yang ingin mengutarakan isi hati. Dialah seorang yang begitu memelihara dan melindungi segala yang ada pada dirinya. Sosok yang mengejawantahkan dirinya di balik tirai. Seakan-akan tirai itu memelas hati 217manusia dengan mengatakan Mohon lepaskanlah diriku, jangan engkau sentuh aku, janganlah halangi langkahku.’ Tirai Maryam juga sebuah ijazah, tanda kelulusan dalam pendidikan kehidupannya, karena tirai itu menunjukkan kesempurnaannya. Tirai yang menyelimuti Maryam ini di kemudian hari telah menjadi risalah, wasiat berhijab bagi kaum wanita ahli tauhid. Demikianlah, para muwahhidah adalah tanda bagi hijab yang dikenakan Maryam. Hijab adalah kaum hawa, isyarat yang menjadikan mereka seperti Maryam. Dan hijab Maryam adalah kehormatan. Bahkan, Zakaria  dan juga Yusuf sang tukang kayu memahami hijab itu sebagai benteng kokoh lagi perkasa saat melihatnya. Maryam adalah bendera tauhid, yang mengibarkan panji kehormatan dengan berhijab memasuki mihrab. Maryam telah menginjak dewasa. Maryam telah memasuki alam barzakh dunia baru... Tirai tipis yang melintang membatasi masa kecil dengan usia dewasanya. Hijab yang menjadi tanda kedalaman alam barzakh ini sudah bukan lagi sebatas tabir, melainkan hijabnya dan perangainya yang baru, adalah pembiasan dari kedalaman rohaninya. Tirai hijab Maryam adalah penyimpan, pembungkus, sebagaimana ia juga merupakan penguak dan pengingat akan apa yang terkandung dalam rohaninya. 218Tirai dan hijab Maryam ibarat cangkang bagi mutiara. Cangkang yang menutup diri serapat-rapatnya setelah meneguk air hujan di bulan April. Perjuangan, pengorbanan doa, dan penghambaan yang dengan tetesan air hujan yang sama akan melahirkan mutiara. Tirai dan hijab Maryam laksana sayap yang telah siap terbang, mengepak penuh dengan kencang. Tirai inilah yang menyiapkan Maryam kepada Jibril. Jibrillah yang mengepakkan sayapnya kepada Maryam, sementara Maryam kepada putranya. 17. lalu dia memasang tabir yang melindunginya dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. 18. Dia Maryam berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.” 19. Dia Jibril berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu, seorang anak laki-laki yang suci.” 20. Dia Maryam berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah orang laki-laki yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” 21921. Dia Jibril berkata, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda kebesaran bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang sudah diputuskan.” Maryam [19] 17-21 Agar tidak merasa takut dan memahami apa yang diwahyukan, malaikat diturunkan kepadanya dalam wujud manusia. Kesamaan dimensi sebagai manusia tentu akan mempermudah Maryam sehingga mereka berbicara dalam bahasa yang dimengerti. Malaikat Jibril juga guru yang sempurna sebagaimana halnya sebagai malaikat yang menurunkan wahyu. Dengan perkataan yang penuh hikmah dan tutur kata yang sopan, Jibril telah menjadi guru besar dan pendukung Maryam dalam memikul tugas yang ditumpukan kepadanya al-Baqarah [2] 87. Setelah penyampaian wahyu selesai, Maryam merasakan embusan sampai ke bulu kuduknya. Hawa dingin terasa di sekujur tubuhnya. Hati Maryam dipenuhi perasaan khawatir saat malaikat menampakkan dirinya dalam wujud pemuda yang begitu tampan. Embusan hawa ketenangan pun akhirnya merasuk ke dalam jiwanya sebagai kuasa Ilahi yang telah membuat Maryam rela kepada takdirnya. -o0o- 220Saat Yusuf sang tukang kayu menyapu di sekitar mihrab, ia melihat bayangan Maryam di balik tirai yang kian hari berubah- ubah. Ia pun mencoba untuk tidak memerhatikannya. Dan lagi, ketika suatu hari Yusuf hendak menyalakan lentera untuk membersihkan sekitar mihrab, bayangan tampak dari balik tirai Maryam yang sedang terbaring. Saat itu, ia memerhatikan keadaan tubuh Maryam yang terlihat seperti seorang ibu yang sedang mengandung. Yusuf tergetar menyaksikan hal itu. Lentera yang ada di tangannya pun terjatuh. Suara itu membuat Maryam kaget. Namun, begitu melihat Yusuf sedang bersih-bersih, Maryam pun menyapanya. Saat itu, suara Yusuf tidak seperti biasa, seolah-olah bukanlah sosok yang dikenal Maryam. Basah kuyup sekujur tubuh Yusuf oleh keringat dingin. “Pasti setan telah mengembuskan desas-desus kepadaku. Apa yang aku lihat tadi tentu hanya sebuah khayalan,” demikian kata Yusuf pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seorang Maryam dapat hamil? Bukankah mihrabnya telah dikunci berlapis tujuh? “Tidak... tidak mungkin hal itu terjadi!” kata Yusuf meyakinkan diri. Meski demikian, penglihatannya seperti tidak mau percaya pada kata hatinya. “Tidakkah matamu benar-benar melihat bahwa dia hamil?” “Tidak... tidak mungkin!” kata hatinya, kembali meyakinkan diri. “Maryam adalah seorang suci. Dia hamba yang secara khusus telah dipilih oleh Allah.” Yusuf pun menunduk sekali lagi untuk mengambil lentera yang terjatuh. 221“Oh... benar!” kata Yusuf di dalam hati. Ternyata benar, pandangan matanya tidak menipu. Ia melihat tubuh Maryam seperti seorang hamil yang sedang memegang tasbihnya dan berzikir. “Tapi.... Bukankah dirinya selalu melewatkan siang dan malam hanya untuk beribadah kepada Allah? Tidak! Tidak! Tidak” Yusuf pun kaget dan bingung. Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Ia pun tidak kuasa menahan diri untuk tidak bertanya kepada Maryam. “Wahai Maryam. Aku ingin bertanya kepadamu tentang suatu hal apakah kamu sedang luang?” “Tentu saja. Semoga saja aku bisa menjawab apa yang akan kamu tanyakan.” Tetap terjaga. Keduanya bersimpuh mengindahkan tata krama dalam ruangan yang berbeda, di antara tirai tipis namun begitu kokoh membatasi. Luaplah keduanya dalam linangan air mata saat yang satu bertanya dan yang satu menjawabnya. “Wahai Maryam! Mohon katakan kepadaku, mungkinkah pohon dapat tumbuh tanpa benihnya?” Maryam memahami apa yang dimaksud oleh pertanyaan itu. “Mungkin...,” jawab Maryam dalam tangis. Kali ini, Yusuf pun ikut luap dalam tangis seraya bertanya kembali, “Bagaimana mungkin?” “Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah menciptakan makhluk yang pertama tanpa benih. Persemaiannya tanpa benih dan begitu pula benihnya tanpa persemaian. Tidakkah engkau juga mengetahui hal ini? Namun, jika engkau masih 222terusik dalam pertanyaan, jika saja benih tidak dijadikan oleh- Nya, Ia pun tidak mensyaratkan persemaian.” “Sungguh, diriku berlindung kepada Allah dari berkata yang demikian. Namun mohon katakan, mungkinkah pohon dapat tumbuh tanpa siraman air, tanpa curahan hujan?” Kembali Maryam tertegun menelan ludah.... “Ah, Yusuf.... Benih diturunkan dari tumbuhan yang diciptakan pertama kali oleh-Nya tanpa benih. Lebih dari itu, biar menjadi ingatanmu bahwa Allah pertama kali mencipta tumbuhan tanpa curahan hujan. Kemudian, setelah terjadi penciptaan seperti ini, Allah pun menjadikan hujan sebagai syarat tumbuh pepohonan. Dalam keadaan seperti ini, akankah engkau menyatakan, jika saja tiada hujan, kuasakah Allah menciptakan pepohonan?” Maryam menuturkan semua ini dalam kata-kata dari dalam jiwanya yang penuh dengan kepedihan. Apa yang telah terjadi kepadanya adalah suatu kejadian yang tidak pernah diujikan kepada seorang wanita mana pun di dunia. Ia mengandung seorang bayi tak berayah. “Hasya...,” kata Yusuf. Setelah beberapa saat, Yusuf pun mencoba menyembunyikan tangisnya. “Diriku berlindung kepada Allah dari berkata yang demikian. Dan sungguh, diriku sangat takut melukai perasaanmu. Namun, seperti inilah keadaanku yang tetap juga tidak paham. Memang, apa yang terlihat oleh mata tidak bisa dicerna oleh hati ini. Mohon berkenan menjelaskan kembali kepadaku mungkinkah seorang bayi ada tanpa ayah?” Inilah pertanyaan yang dinantikan. Maryam menepukkan tangannya ke ulu hatinya dalam-dalam dengan penuh kepedihan. Akhirnya, pertanyaan pahit yang dinanti-nantikan pun datang. 223Dalam kepedihan itu Maryam menata diri untuk tetap teguh dan tegar. “Bukankah engkau tahu bagaimana Allah telah mencipta Nabi Adam, wahai Yusuf? Lalu, bagaimana dengan Ibunda Hawa? Allah yang Mahakuasa untuk menciptakan mereka tanpa seorang ayah dan tanpa seorang ibu. Sungguh Dia kuasa menciptakan segala sesuatu hanya dengan memerintahkan jadi’ maka jadilah. Ataukah engkau tidak meyakini hal yang seperti ini?” Kembali Yusuf berkata, “Hasya....” “Mungkinkah diriku tidak beriman dengan hal ini? Namun, mohon Anda bercerita tentang keadaan diri Anda, wahai Maryam!” pinta Yusuf dengan begitu pedih menahan guncangan dahsyat dalam perasaan khawatir seraya bersimpuh erat-erat dalam tata krama seolah-olah dirinya tertindih besi berat di atas punggung dan pangkuannya.. Dan Maryam pun berkata, “Allah telah memberi kabar gembira kepadaku seorang Kalamullah yang menyandang sanjungan al-Masih, bernama Isa, sebagai putra Maryam. Di adalah seorang hamba yang senantiasa dimuliakan di dunia dan juga di akhirat. Yang dimuliakan dengan ketaatan kepada- Nya. Demikianlah, wahai Yusuf. Segala apa yang telah terjadi kepadaku adalah atas perintah Allah sebagai rangkaian takdir- Nya. Sekarang terserah, engkau boleh mengadili keadaan diriku dan bayi yang telah berada dalam kandunganku.” “Mengadili diri Anda? Tidakkah Anda juga tahu bahwa diriku telah mengabdikan hidup ini untuk selalu membantu Anda? Anda akan selalu mendapati diriku sebagai seorang yang senantiasa mengorbankan diri untuk melindungi dan menjaga keamanan Anda. Bukankah Anda pula yang mendapati diri ini selalu menjadi pendukung dan juga pengabdi dalam perjalanan 224Anda? Sungguh, pada hari-hari penuh dengan ujian berat ini, diriku juga akan senantiasa mengabdi dan menyimpan rahasia Anda.” Malam itu, Yusuf sang tukang kayu sama sekali tidak membuka mulut kepada siapa pun. Namun, Nabi Zakaria yang senantiasa mengasihi Yusuf seperti putra kandungnya sendiri mendapatinya tidak bicara dan paham bahwa telah terjadi sesuatu. Untuk itu, setelah makan, Nabi Zakaria memanggilnya untuk suatu urusan penulisan kitab. Saat itu, Yusuf sama sekali tertunduk, tidak pernah mengangkat pandangannya. Ia tidak bisa fokus pada tugas yang sedang diberikan kepadanya. Sampai-sampai, Yusuf menumpahkan tinta karena pena yang ia pegang tidak tercelupkan tepat pada botol tintanya. Nabi Zakaria pun angkat bicara. “Wahai anakku, apa yang sebenarnya telah terjadi? Permasalahan apakah yang telah sedemikian membuatmu terbebani seperti ini?” “Tidak ada apa-apa, wahai Paman. Saya hanya terlalu lelah.” “Namun, hal ini masih juga selalu seperti ini sejak engkau keluar dari mihrab. Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Mendapati pertanyaan seperti itu, Yusuf tidak kuasa menahan tangis seraya menceritakan satu per satu apa yang telah dapati di dalam mihrab kepada nabi yang juga pamannya itu. Sejak saat itu, ia menuturkan keinginannya tidak lagi mengabdi di dalam mihrab. Ia takut masyarakat akan memitnahnya. Yusuf pun memohon izin kepada pamannya untuk menjauh ke suatu tempat. Nabi Zakaria sangat tahu pengabdian tulus Yusuf kepada Maryam. Bahkan, sebagian masyarakat juga ada yang berpendapat mengenai kecocokan Yusuf dengan Maryam. 225“Kedua pemuda ini sudah bertunangan,” demikian kata masyarakat. “Ah... masa muda,” kata Nabi Zakaria. “Coba dengarkan apa yang telah disampaikan Yusuf,” kata Nabi Zakaria memanggil istrinya untuk datang ke ruangannya. Al-Isya yang sedang dalam kandungan tua dan telah menunggu hari-hari kelahiran putranya dengan perlahan mendekat ke ruangan kemudian duduk bersandar pada dinding pintu. “Puji dan salam kepada Zat yang telah melimpahkan anugerah ke dalam kandungan ini. Sungguh, Maryam adalah seorang yang suci dan ahli zuhud. Bayi yang telah dititahkan Allah dengan nama Yahya dalam kandungan ini selama tiga bulan berucap salam kepada bayi yang saat ini berada dalam kandungan Maryam. Inilah yang diriku rasakan. Sungguh, hal ini telah membenarkan berita yang engkau ceritakan wahai Yusuf. Semua ini semata-mata atas kehendak Allah. Allah Mahakuasa untuk menciptakan seorang manusia tanpa ayah dan ibu. Zat yang telah menciptakan Nabi Adam pasti memiliki kuasa menciptakan bayi yang akan lahir dari kandungan Maryam.” “Demikianlah seorang wanita saudara Harun . Sungguh, betapa dia selalu bertutur kata mulia lagi pintar dalam kata- katanya,” kata Nabi Zakaria. “Untuk sementara, biarlah berita ini terjaga kerahasiaannya di dalam rumah ini dan jangan sampai ke luar dari rumah ini. Semoga Allah senantiasa menjadi wakil dan penolong kita semua,” tambah Nabi Zakaria. -o0o- 22623. Nabiyulah Yahya Lair Begitu al-Isya merasakan sakit, Merzangus langsung berlari memanggil Tujuh Dukun Bayi terdekat di kota al-Quds. Orang pun beramai-ramai memadati halaman depan rumah, taman, dan kebun zaitun. Mereka hendak menjadi saksi akan mukjizat berita gembira yang telah disampaikan kepada seorang nabi di akhir usianya. Saat itu, Ham, Sam, dan Yafes juga ikut menjadi saksi dengan membawa daun siklamen dari Kampung Rempah- Rempah yang dipercaya dapat membantu proses kelahiran dengan cara direbus dan diminum airnya. Doa-doa dan puji-pujian yang dipanjatkan para tamu ikut menciptakan suasana tegang saat-saat menunggu kelahiran sang bayi. Nabi Zakaria memang terkenal dengan ketekunan dalam berzikir. Hatinya begitu bersih dengan selalu berizikir kepada Allah. Ia yakin bahwa hanya dengan berzikir hati menjadi tenang. Dalam suasana yang cukup menegangkan ini, ia masih juga berseru kepada kaumnya, “Perbanyaklah berzikir kepada Allah, perbanyaklah zikir. Ingatkanlah hati kalian.” Lalu, datanglah saat-saat yang dinanti. Benih Nabi Yahya yang ditanam ke dalam rahim ibundanya kini telah lahir ke dunia. 227Dialah seorang nabi dan putra nabi yang disanjung dengan kebaikan. Demikianlah seorang bayi yang baru saja dilahirkan. “Ya Yahya, bersikap baiklah kepada ayah dan ibumu. Dia bukanlah seorang yang membangkang. Semenjak dilahirkan, saat kematian, dan saat kebangkitan dari alam kubur, salam terucap untuknya.” Banyak sekali kisah yang menuturkan Nabi Yahya sebagai seorang yang memiliki keutamaan dengan telah dikabarkan dalam berita gembira seperti berikut. “Setiap anak Adam akan kembali kepada Allah dengan dosa yang telah diperbuatnya. Dalam keadaan seperti ini, jika Allah menginginkan, Ia akan mengazab atau memberi rahmat kepada hamba tersebut, kecuali Nabi Yahya, putra Nabi Zakaria.” Demikianlah kemuliaan Nabi Yahya. Dia adalah nabi terpilih yang sejak kecil memiliki akhlak mulia dan sikap dewasa. Ketika anak-anak sebayanya sibuk bermain, Yahya kecil selalu menyampaikan kepada mereka kalau dunia bukan tempat untuk bermain, seraya mengajak teman-teman sebayanya untuk berdoa dan berzikir. Atas perilakunya yang seperti itu, Alquran pun menerangkan “Wahai Yahya! Berpegang teguhlah kepada kitab Allah dengan sekuat tenaga. Saat dia masih kecil pun Kami telah memberikan ilmu dan hikmah kepadanya.” -o0o- 22824. Sift-Sift Yahya  Yahya adalah saudara sepupu Maryam. Putra dari bibinya. Sementara itu, Isa adalah cucu dari kakak ibundanya. Yahya adalah salah satu dari tiga orang yang diberitakan sebagai berita gembira. Yang pertama adalah Ishak, putra Ibrahim , yang kedua adalah Maryam, dan yang ketiga adalah Yahya, putra Zakaria . Mereka lahir di saat sang bunda telah berusia lanjut sebagai berita gembira yang dikabarkan oleh Allah. Semoga salam dan kesejahteraan dari Allah senantiasa terlimpah atas mereka. Mengenai Nabi Yahya.... Dia adalah seorang sayyid... Seorang yang tidak pernah marah, tidak pula suka tergesa- gesa Qatadah Berakhlak mulia Dahhak Hamba yang bertakwa Salim  Seorang yang mulia Ibn Zaid Seorang alim, fakih Ibn Musayyab Seorang yang tidak memiliki sifat hasud Sawri Hamba yang selalu rela dengan ketetapan Allah Ahmad bin Asim Seorang yang taat, mulia dari teman-teman sebayanya Halil  229Ahli tawakal Abu Bakrinil Warrak Yang memiliki cita-cita mulia Tirmizi Dermawan, selalu lebih dalam kebaikan Abu Ishak Yang menyerahkan dua dunianya kepada Tuhan Junaid Bagdadi Seorang hasur... Yang tidak menikah meskipun mampu... yang menghindarkan diri dari segala keinginan dan lintasan untuk berhubungan badan. Yang sejak kecil telah bersikap teguh bahwa Diriku bukan diciptakan untuk bermain’. Dialah seorang Hasur, yang terjaga, yang terlindungi dengan perisai baja sifat haya. Dialah seorang nabi.... Seorang yang menjadi utusan dan juru bicara Allah. Seorang nabi yang menyeru kepada hidayah, menjadi penuntun bagi kehidupan ummat manusia. Seorang yang saleh. Nama yang mencakup semua kebaikan, Saleh. Martabat manusia yang paling tinggi; kedudukan yang paling mulia, dengan kehidupan luar dan dalam yang selalu sesuai dengan syariat, bersih-suci. Seorang yang murni, terang- benderang.... Seorang yang sering menangis. Sejak kecil selalu menyendiri di lereng gunung, duduk di samping sumur, sendiri menangis pilu.... -o0o- 230ya25. Btng Bereor di Btleem Malam itu... Sebuah bintang berekor bersinar terang di atas kota al- Quds. Ia memancarkan cahaya sangat terang cukup lama sampai kemudian bergerak menuju selatan dan menghilang. Beberapa orang pemuda ahli astronomi segera bangkit dari tenda yang didirikana di lereng Bukit Zaitun. Mereka memacu kuda seraya mengejarnya. Mereka mengejar dan terus mengejar ke arah yang sama sekali belum pernah diketahui. Pada waktu yang bersamaan... Maryam yang dijatuhi keputusan hukuman mati karena mendirikan salat secara berjamaah di padang pasir suci telah hampir genap sembilan bulan menyendiri di balik tirai penutup jendela mihrab. Kandungan Maryam yang beberapa lama ini tenang tiba-tiba mulai bergerak-gerak dengan kencang. Saat itulah, sebagaimana yang telah disepakati bersama dengan Nabi Zakaria, Maryam menyalakan lentera di dalam mihrabnya. 232Begitu lentera menyala, mulailah Nabi Zakaria, Yusuf, dan Merzangus berangkat menuju masjid dengan sembunyi- sembunyi. Sesampai di mihrab, setelah pintu terbuka, Zakaria dan Yusuf berucap salam kepada Maryam sambil keluar dengan sembunyi-sembunyi. Perlahan mereka menuruni tangga sampai akhirnya bertemu dengan Merzangus yang telah menunggu di samping tangga dengan sebilah pedang terhunus di tangan. Merzangus langsung mendekap Maryam yang begitu lemas dan gemetar. Pertama-tama, mereka memutuskan segera pergi menemui al-Isya. Namun di tengah-tengah perjalanan menuju rumah sang bibi, mereka dikagetkan kedatangan beberapa orang pemuda ahli astronomi. Kuda-kuda tunggangan mereka tampak terengah-rengah. Mereka bertiga “Sang raja sudah lahirkah!?” tanya mereka berulang-ulang dengan tergesa. Bintang berekor telah melaju kencang dari tangga Masjid Aqsa menuju tempat ini sampai kemudian menghilang. Merzangus yang juga kaget dengan kedatangan mereka melirik ke arah Nabi Zakaria dan Yusuf dengan pandangan bertanya, sambil menghunus pedang dan mengacungkannya ke arah tiga pemuda tersebut... Ia angkat cadar wajahnya sampai menutupi bagian hidung seraya berteriak, “Jangan mendekat!” Para pemuda ahli astronomi ini pun kaget dengan tindakan Merzangus. Mereka bahkan sampai kewalahan menghentikan kudanya dan lekas turun untuk bersimpuh dan berucap salam. Dengan singkat dan cepat mereka menuturkan maksud kedatangannya dan langsung bertanya, “Apakah sang raja sudah lahir?” 233Mendapati keadaan seperti ini, Merzangus pun memasukkan kembali pedang ke dalam kerangkanya. Sebenarnya, ia sendiri juga tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam keadaan seperti itu. Satu-satunya hal yang ada dalam pikirannya adalah secepat mungkin meminta ketiga orang asing tersebut segera meninggalkan tempat itu karena Maryam telah sedemikian pedih merasakan sakit. “Aku dapat menunjukkan kepada kalian tempat sang raja yang kelahirannya Anda sekalian nantikan. Ikutilah diriku,” ujar Merzangus. Merzangus segera loncat ke atas punggung kudanya yang bernama Suwat sambil memberi isyarat dengan pedangnya agar ketiga orang asing tersebut mengikutinya. Saat itulah Yusuf baru menyadari mengapa Merzangus melakukan hal tersebut. Kemudian, mereka pun segera melanjutkan perjalanan membawa Maryam yang gemetar kedinginan ke suatu tempat yang lebih terang dan aman. Hanya saja, Maryam sudah tidak lagi mampu berjalan. Fase pembukaan telah dimulai. Darah pun terlihat. Pedih beribu pedih ia rasakan. Pada saat itulah lagi-lagi datang seorang penjaga bersama dua temannya karena mendengar suara kuda yang dipacu. Saat mendapati mereka berjalan mendekat ke arah Nabi Zakaria dengan membawa kayu pemukul berujung besi, sang Nabi itu pun berkata kepada rombongannya, “Kalian pergilah. Biar aku yang meyakinkan mereka agar mau kembali.” Yusuf pun segera menuntun Maryam yang terlihat begitu letih dan lemas. Badannya berselimutkan pasmina. Maryam pun berjalan pelan menuju rumah al-Isya. Namun, belum beberapa lama, Maryam menyampaikan kepada Yusuf tentang ilham yang didapatkannya dari Allah. 234“Yusuf,” katanya... “untuk saat ini cukup sampai di sini engkau menemaniku. Dalam hatiku terdetak perasaan yang begitu kuat kalau aku harus sendirian menempuh perjalanan ini untuk pergi ke tempat yang jauh. Malam hari ini, ke mana saja Allah menghendaki diriku pergi, ke tempat itulah aku akan pergi menjauh dari keramaian. Berdoalah untukku dan untuk bayiku yang akan lahir. Aku tidak bisa membayar hak- hakmu atas diriku, mohon dimaafkan.” Meski Yusuf telah berusaha meyakinkan Maryam, tetap saja ia tidak mampu. Bahkan, Maryam telah beranjak untuk memikul, menunaikan perintah, dan mengikuti ilham yang telah diberikan oleh Allah. Demikianlah, salah satu nama lain dari Maryam adalah “Asra”, yang berarti seorang yang berjalan pada waktu malam. Bersama dengan sang bayi yang berada di dalam kandungannya, ia menyendiri ke tempat yang jauh. Ilhamlah yang telah Maryam dapatkan dan memandunya untuk terus berjalan dan berjalan dalam penuh kepedihan menuju Betlehem yang terletak di sebelah selatan al-Quds. Maryam menyendiri ke suatu tempat yang teramat jauh. “Tempat yang jauh” itu telah menjadi takdir bagi Maryam. Seperti sebatang tunas yang dirawat langsung oleh Zat Yang Maha Mencipta, Maryam telah disimpulkan dengan kata “jauh” dalam kehidupannya. Jauh.... Demikianlah Maryam hidup dalam perintah “uknut!” di sepanjang kehidupannya. “Taatlah...!” Saat ia berlama-lama berdiri tegak berdoa dalam salat, di saat ia berteguh dalam ketaatan, bahkan saat merebahkan diri dalam istirahat, kehidupannya selalu 235berlangsung dalam ikatan perintah uknut. Begitulah guratan takdir yang telah ditentukan baginya. Kini, perintah taat telah membuatnya berjalan ke tempat yang jauh. “Diri sendiri” adalah ringkasan singkat hidupnya. Takdir yang akan ditempuhnya merupakan contoh bagi setiap kaum hawa di masa setelahnya. Tidak pernah ia merasa gentar dengan kesendiriannya. Dengan ketegaran dan keteguhannya inilah ia akan berbisik bahwa bersama dengan Allah merupakan kekuatan yang tidak mungkin ada yang menandingi. Dalam ujian yang teramat sangat berat inilah Maryam akan bercerita apa saja yang mampu dipikul oleh seorang wanita yatim. “Jiwa kesatria adalah sebuah sifat. Dengan jiwa itu ada beberapa kaum wanita telah menunjukkan diri sebagai seorang kesatria.” Demikianlah yang terpekik dalam ujian hidup yang dialami Maryam, yang api ujian itu masih terus membara, terus membakar jiwa sebagian kaum wanita. -o0o- 23626. Marym di Btleem Setelah berpisah dengan Merzangus, kemudian Zakaria  dan Yusuf, Maryam melangkahkan kakinya berjalan ke arah barat daya al-Quds. Ia terus melangkahkan kakinya menembus rimbun perkebunan zaitun. Maryam dengan teguh melangkah seolah-olah di depannya terdapat anak-anak kecil memanggil-manggilnya dengan riang sambil melambai- lambaikan tangan. Saat Maryam mencapai ujung kebun zaitun, tiba-tiba jalan telah menanjak menuju atas bukit. Napas Maryam pun tersengal. Ia bersandar pada pematang kebun untuk beristirahat sejenak sembari memandang ke arah Danau Luth. Embusan angin malam menyapu wajah Maryam bersama aroma kepekatan garam. Saat itulah jerit pedih dan tangisan kaum Luth yang ingkar bersama dengan istrinya yang tenggelam di dasar danau seolah-olah terdengar. Mereka adalah kaum Luth yang tidak mengindahkan seruan nabinya. Allah pun mengutus dua malaikat untuk menyelamatkan Nabi Luth bersama dengan anak-anaknya dari kaumnya yang zalim. 237Pada keheningan malam, kota kaum Nabi Luth diluluhlantakkan amblas ke dalam tanah. Hantaman air deras lalu memusnahkan tempat itu hingga tenggelam. Gambaran seperti itulah yang sedang terbayang nyata dalam pandangan Maryam saat melihat ke arah hamparan air Danau Luth pada malam itu. Maryam tiba-tiba terperanjat akibat suara gemeretak dedaunan dari ketinggian bukit. Saat mengarahkan pandangan ke arah suara itu, ia makin kaget karena ada penampakan dua orang berpakaian putih menyala menuruni lereng-lereng bukit. “Mungkinkah ini hanya ilusi dari kelelahan yang aku rasakan?” Perasaan Maryam masih belum tenang. Selama ini, kehidupannya selalu berlangsung di dalam mihrab dan diawasi Nabi Zakaria. Maryam tidak pernah berada di jalanan, apalagi di dalam keheningan malam, seorang diri. Meski pernah beberapa kali Maryam mengunjungi rumah para fakir miskin dan anak-anak yatim di keheningan malam, saat itu dirinya dipandu Yusuf sehingga ia tidak terlalu risau. Apalagi, saat ini kedua telapak kakinya memar dan penuh luka. Ia sama sekali tidak memiliki alas kaki. Berjalan Maryam tanpa alas kaki. Berjalan seorang diri dalam keheningan malam. Berjalan tanpa mengenali arah dan jalur perjalanan. Dalam rasa sakit yang memilukan. Maryam berlumuran darah. Runcing bebatuan dan tajam duri-duri jalanan tidak hanya melukai kedua kakinya tapi juga menusuk pedih jiwanya. Terus berjalan dalam keheningan malam... 238Berjalan mengikuti lambaian tangan anak-anak yang memanggilnya dengan penuh keriangan, menyusuri jejak dua orang berpakaian putih yang menyusup dari ketinggian puncak bukit. Pada saat itulah terdengar seruan di dalam telinganya, “Jangan pernah berhenti untuk berzikir kepada Tuhanmu.” Maryam menahan rasa sakit yang dideritanya untuk tetap berjalan dan berjalan. Sejak kecil Maryam menjadikan lafaz-lafaz zikir sebagai napasnya. Seperti menimba air dari dalam sumur, Maryam pun menarik napas zikir dari dasar kedalaman hatinya. Namun, pada malam ini isi sumur hati Maryam seakan- akan membeludak. Terlebih dengan sakit yang dideritanya, yang telah membuat hati, lidah, dan segenap jiwanya dipenuhi semangat untuk khusyuk dalam untaian zikir. Seolah-olah kehidupan di dalam mihrab yang penuh kekhusyukan berdoa dan berzikir telah membimbingnya untuk semakin bersemangat mengungkapkan isi hatinya. “Ya Rabb Ya Allah, Ya Fattah Ya Allah, Ya Shamad Ya Allah, Ya Wahhab Ya Allah, Ya Shabur Ya Allah... Engkaulah al-Fattah. Hanya kepada-Mu diri ini mengadukan keadaanku. Sungguh, Engkaulah Zat Yang Maha Menggenggam kunci keluar dalam setiap derita dan kesusahanku.” 239Engkaulah tidakpernahbutuhkepada siapa pun. Engkau tidak berputra, tidak pula diputrakan. Sementara itu, diri ini adalah hamba yang senantiasa butuh kepada-Mu. Sungguh, rasa sakit ini semakin menjadi dan keheningan malam membuat diri ini merasa sendiri sehingga hanya kepada-Mu diri ini memohon dihindarkan dari kepedihan hati dan dan badan. Engkaulah al-Wahhab. Zat yang Maha Melimpahkan. Engkau telah melimpahkan nikmat-Mu kepadaku sebagai seorang yang yatim. Engkau tumbuh kembangkan diriku hingga dewasa dalam limpahan nikmat yang tiada terhingga. Saat ini, aku memohon Engkau berkenan menyingkap keadaanku yang penuh dengan kesusahan dan kepedihan ini untuk dipertemukan dengan kelapangan dan keamanan. Sungguh, Engkau adalah Mahakuasa atas segala sesuatu. Oleh karena itu, hamba memohon dengan sangat, keluarkanlah diriku dari kegelapan sebagai limpahan dari nikmat-Mu. Ya Shabur, Ya Allah! Limpahkanlah diri ini kekuatan dari-Mu. Jadikanlah diri ini menjadi hamba yang senantiasa mampu bersabar menghadapi musibah dan kesusahan dengan kekuatan iman kepada-Mu. Ya Tuhan! Limpahkanlah kepadaku kekuatan untuk dapat tetap bertahan!” Setelah sampai ke puncak bukit, Maryam pun melihat ke sekelilingnya. Dari kejauhan, sorot remang lampu perkampungan Betlehem terlihat. Redup sorot cahaya lentera itu seakan- akan sedikit meredakan sakit yang Maryam rasakan. Ia pun menenangkan diri dan mengarahkan wajahnya ke arah embusan angin yang bertiup semilir. Hati Maryam seolah-olah merintih memandangi redup cahaya lentera dari rumah-rumah itu. 240Dalam keheningan malam, semua orang tentu sedang dalam keadaan yang begitu nyaman, sementara dirinya menyusuri rimba jalanan yang dia sendiri tidak tahu ujungnya. Tersayat hati Maryam dalam pandangan sorot cahaya lentera itu sehingga wajah ibundanya hadir dalam bayangan. Wajah itu seolah-olah nyata seperti yang ia jumpai di dalam mimpi. “Oh ibu!” katanya. Ibu... Betapa indah kata itu. Kata yang penuh dengan muatan doa. Seolah-olah lafaz zikir. Mengucapkannya, hati manusia menjadi tenang. Seakan-akan seseorang telah datang mengulurkan tangannya dan hamparan langit menjadi cerah dibuatnya. Dada manusia pun menjadi lapang dalam keberadaannya. “Duhai ibu!” kata Maryam, “Sungguh, jika saat ini masih ada, engkau tidak akan mungkin membiarkanku sedirian di sini.” Maryam merasa heran dengan dirinya saat mengucapkan kalimat itu. Dirinya sejak kecil telah ditempa dengan kehidupan yang penuh dengan kesabaran. Tidak pernah ia mengungkapkan keyatimannya. Namun, entah apa yang telah terjadi dalam kesendiriannya di keheningan malam itu? Maryam merasa bahwa sakit dan kepedihan yang dirasakan dalam kesendirian dan keheningan akan menghimpit manusia ke dalam kerapuhan serta menggerogoti kesabarannya seperti bubuk kayu. Demikianlah yang terlintas dalam pikiran Maryam. Namun, sudah tidak tersisa tenaga untuk merenunginya saat kepedihan baru menusuk jiwa Maryam sehingga ia pun lebur sehalus debu. 241 Kini, Maryam seakan-akan lebur menjadi satu titik. Dan titik itu adalah titik kepedihan. Satu titik yang membuatnya semakin mengerut dalam kesakitan seakan-akan tulang-tulang di sekujur tubuhnya hendak dipisahkan. Pandangan kedua matanya menjadi gelap. Maryam pun roboh, terkulai di atas tanah. Ia mencoba bangkit dengan susah-payah, dengan tenaga yang sedikit tersisa... Rasa sakit yang diderita Maryam semakin terasa saat bayi yang berada di dalam kandungannya bergerak-gerak. Dalam rasa sakit yang tidak tertahan itu, Maryam membungkuk untuk mengusap tubuhnya yang basah oleh keringat. Ini adalah rasa sakit yang timbul pada saat akan melahirkan. Terlebih, dia hanya seorang diri. Malu Maryam kepada dirinya yang begitu papa. Ia pun bersimpuh di atas tanah. Apakah yang sebenarnya telah terjadi dalam kehidupannya? Seakan-akan air tak pernah berhenti mengalir dari dalam kandungannya seperti guyuran timba dari sebuah sumur yang dalam. Keadaan inilah yang membuat Maryam bertekuk lutut, bersimpuh lemas di atas tanah.... Namun, beberapa saat kemudian, Maryam berusaha menjejakkan kedua kakinya dengan rasa sakit yang begitu menusuk jantungnya. 242Dirinya tidak bisa tenang tanpa bergerak lantaran rasa sakit yang ditahannya. Kesakitan yang akhirnya membuat Maryam bersandar pada sebatang pohon kurma. Pohon yang telah mengering seluruh batang dan daunnya. Pohon yang berada di tanah kering dengan batu-batuan yang runcing. “Aduuuh!!!” rintih Maryam pedih. “Aduh kurma! Kurma kering, kurma yang sama menderita denganku. Sungguh, demi Tuhan yang telah menumbuhkan dirimu dalam tanah kering berbatu panas dan tajam! Apakah dirimu telah ditumbuhkan di sini demi dapat menjadi sandaran bagi seorang yatim?” -o0o- 24327. Caan Cta Sbang Pohon urma Sebatang pohon kurma telah menjadi saksi bagi Maryam. Ia ikut menangis tersedu-sedu dengan air mata yang terus berlinang. Entah apa saja yang akan dia katakan jika mampu berbicara dengan sahabatnya yang kini sedang dalam derita. “Ah ibunda Maryam. Maryam yang telah dipilih oleh Rabbi. Maryam yang telah dikurbankan. Maryam yang telah disucikan. Maryam yang tirainya tertutup rapat untuk dunia, tapi terbuka kepada Allah Maryam yang terang cahaya keningnya sebagai penanda seorang hamba yang terpilih. Mengering sudah sekujur dahan-dahan dan daunku ini saking lamanya menunggu dirimu. Tak tersisa sudah air di kandung badan. Jika saja sebelumnya tidak diberi berita gembira akan hari saat engkau bersandar di punggung batangku, niscaya telah 244lama sudah kesabaranku berakhir. Telah lama pula diriku membusuk bercampur tanah. Lenyap sudah diriku jika tidak tersisa harapan akan perjumpaan denganmu. Dan kini, sebagaimana yang engkau lihat, diriku adalah sebatang pohon kurma yang telah mengering, sebatang pohon yang setelah ini akan tercatat sebagai pohon yang pemalu namun cerah kehidupan masa depanku. Sungguh, segala puji dan syukur aku panjatkan ke hadirat Allah yang telah menitahkan diriku sebagai teman dan kekasih di dalam kegelapan malam. Ia telah memilih diriku di antara semua pohon untuk menjadi sandaran saat engkau begitu lemah. Janganlah engkau lihat diriku yang telah mengering daun dan dahan-dahannya. Banyak sekali darwis yang telah lama melebur dalam jalan perjuangannya di tengah-tengah padang pasir saat mereka mencari jejak sang kekasihnya. Sampai-sampai mereka sendiri telah melebur menjadi jalan. Seperti para darwis itulah diriku jika engkau tahu saat engkau belum datang dan menyandarkan tubuhmu. Saat-saat sebelum engkau datang, penantian merupakan kesendirian teramat pedih yang tiada berujung. Kini, pada malammu yang pedih ini, terimalah diriku yang sudah tua dan kering ini sebagai temanmu sebagaimana ibumu yang teramat engkau rindukan dan ayahmu yang tidak pernah engkau lihat wajahnya. Ah, Maryam! Saudaraku yang tinggal sebatang kara.... Saudaraku yang berwajah cantik, yang pada malam- malam hari seorang diri dalam derita. Engkaulah yang selama bertahun-tahun ini aku tunggu. Engkau datang seperti bintang, tepat pada saat harapanku hampir punah. 245Bagaikan sungai... Bagaikan dalil... Bagaikan ayat… Segala puji dan syukur aku panjatkan kepada Zat yang telah menjadikanku sebagai kekasihmu, yang telah membubuhkan namaku dalam buku-buku catatan bersanding dengan namamu... Selamat datang! Wahai saudaraku tercinta. Kini, engkau bisa bersandar dengan sepenuhnya pada batangku. Janganlah takut, pijakan akar-akarku tidak akan roboh. Akar-akarku telah terikat dengan takdir yang telah dititahkan kepadamu. Karena itulah tidak mungkin aku pergi, tidak mungkin aku akan lari. Wallahi. Billahi. Tallahi. Tidak mungkin aku berputus asa dari sumpahku. Selamat datang temanku yang telah bertahun-tahun aku tunggu, teman yang demi takdir yang telah digariskan kepadamu aku rela bersimpuh bertahun-tahun menunggu. Dan sekarang, saatnya Maryam bersandar dengan rasa aman. Entah berapa musim salju silih berganti, berapa musim semi, musim panas... entah berapa lama terik padang pasir membakar kepalaku. Namun, aku tetap bersabar, tetap teguh, tetap bertahan.... Dan hanya untuk beberapa saat engkau bersandar, semua kepedihan, kesakitan, dan perjuangan ini aku lakukan… 246Agar kekasihku merasa nyaman bersandar, aku relakan pelepah dan daun-daunku mengering. Hingga sekarang ibunda Maryam, Ibunda sang Marziyyah, Ibunda sang Saiyyah, Ibunda sang Azra, Ibunda sang Asra, Ibunda sang Bakirah, Ibunda sang Marbubah, Ibunda sang Zahra, Ibunda sang Mahjubah, Ibunda sang Masummah, Ibunda sang Zahidah, Nama terbaik dari nama-nama yang baik.. Sekaranglah saatnya engkau mengenakan mahkota kesabaran, keteguhan. Dan sejak saat ini, semua makhluk di sepanjang zaman akan mengenalmu sebagai seorang yang bersandar pada sebatang pohon kurma dengan mengenakan mahkota gelar kesabaran dalam setiap ujian kesabaran, keteguhan, dan ketegaran Rabbani. Sekarang, teguhkanlah, kuatkanlah dirimu sehingga setiap kaum hawa setelahmu juga akan melihatmu seraya bersandar sepertimu dalam setiap derita yang dipikulnya. Sungguh, engkaulah pengantin wanita sang kesabaran, Sungguh, engkaulah malaikat keteguhan, Penuntun setiap nama dalam ketabahan, Teladan terbaik dalam ketahanan... 247Dengan demikian, setiap hamba yang memikul kepedihan ini, demi rida Allah, juga akan mengenangku. Mengenang dan dengan seizin Allah, kemudian bersandar pada batang kurmaku ini yang sejatinya hina. Semoga salam terucap kepada siapa saja yang membubuhkan namaku sebagai sebatang pohon kurma kering’ dalam catatannya. Sebatang pohon kurma kering yang terbakar oleh terik matahari cinta, yang mengorbankan dirinya demi bunda Maryam sang kekasihnya.” -o0o- 24828. ithn Marym “Kepedihan yang dirasakan saat hendak melahirkan mendorongnya untuk bersandar pada sebatang pohon kurma kering. Seandainya saja,’ katanya. Seandainya saja diriku mati sebelumnya sehingga menjadi seorang yang hilang dilupakan.’” Saat-saat Maryam merasakan sakit karena hendak melahirkan, takdir telah menuntunnya untuk berjalan ke tempat yang sama sekali tidak ia ketahui. Ia telah mengandung seorang bayi tanpa suami. Dan ini adalah ujian terberat dari Allah bagi seorang wanita. Sebuah ujian yang paling berat sepanjang zaman. Sebuah cobaan paling berat bagi kehormatan dan kesucian seorang wanita. Namun, bukankah saat di awal kehidupannya pun Maryam telah diberi isyarat bahwa “wanita tidak seperti laki-laki?” Dan kini, ujian yang telah ditimpakan kepadanya 249sebagai seorang wanita akan dicatat sebagai pelajaran bagi kaum hawa dalam menghadapi ujian agar tabah dan teguh hati. “Diriku tidak jauh lebih kuat daripada sehelai kecambah dalam langkahku di dunia ini.” Diriku adalah Maryam Seorang yatim lagi sebatang kara.... Diriku seperti sungai yang mengering dalam dekapan gunung. Laksana sebatang cabang dari pohon Huda-yi Nabit yang tumbuh dalam pemeliharan Allah. “Akar-akarku telah terikat dalam tanah,” kata sebatang pohon kurma kering. Sementara itu, takdirlah yang telah mengikat diriku. Tidak mungkin bisa lari dari ketentuan takdir… demikian diriku menunduk seraya bersabar. Diriku selalu berada di dalam ruangan. Berada di dalam diriku sendiri. Namun, malam ini aku diperintahkan untuk keluar. Berpindah. Berada di luar. Tanpa rumah. Tanpa atap. Tanpa alamat tujuan. Tanpa ada rumah, tanpa ada pintu untuk diketuk. Tak pernah diriku berjalan. Tak pernah diriku pergi. Hingga tak pernah pula diriku beralas kaki. Dalam sunyi gelapnya malam ini, 250Di tengah-tengah gunung yang tidak aku kenal, tidak pula aku mengerti ini. Dalam kesendirian di luar untuk melangkah dan melangkah tanpa aku mengerti, tanpa aku kenali. Aku kedinginan, wahai sebatang pohon kurma kering! Aku menggigil, wahai sahabatku! Selimutilah diriku, sembunyikan diriku… jangan engkau perlihatkan diriku pada orang lain. Setelah saat ini, setiap buku catatan akan membubuhkan kisah tentang apa saja yang aku alami. Ah! Bukalah tanahmu biar aku membenamkan diri di sampingmu; di dalam tanahmu yang hangat. Biarlah manusia melupakan diriku, biarlah manusia tidak menuliskan cerita tentang diriku. Dalam udara sedingin es, Sepanas api, Sekeras besi, Namun, siapa yang mengangkat hijabku? Ah! Jika saja diriku mati, mati.... Hingga tak akan pernah dibubuhkan ke dalam buku catatan, Hingga pena pun tak akan menuliskan namaku, Dan diriku akan menjadi orang yang hilang dilupakan...” -o0o- 25129. Suara eiga Jiwa mana yang menitahkan takdir rela menyaksikan rintihan pedih bunda Maryam bersama sebatang pohon kurma kering yang menjadi sandarannya. Tentu saja titah takdir tidak memiliki jiwa. Namun, demikianlah gambarannya. Allah, Zat yang bertitah, sejatinya tidak rela. Saat menyusun serangkaian ujian, Ia juga telah menyusun pendukung untuk menguatkan hati hamba-Nya. Karena itu, tanpa disangka-sangka, saat pintu harapan seakan mulai meredup, Allah memberikan kekuatan kepada Maryam untuk bersandar pada sebatang pohon kurma kering serta mengutus malaikat dan Isa untuk menjadi pendukungnya. Begitu kepedihan semakin menjadi, Maryam semakin sadar adanya kehangatan dalam setiap tarikan napasnya. Seolah-olah Allah yang telah menjadikan kesunyian malam terasa semakin pekat dalam derita, semakin menyayat di lubuk hatinya, telah mengirimkan para malaikat untuk melegakan hati Maryam. Pada saat-saat itulah terdengar suara Jibril  “Janganlah kamu bersedih hati. Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. Niscaya pohon itu akan 252menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka, makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah, Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah sehingga aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” Lahirlah putra Maryam. Lepaslah kandungan Maryam. Seorang bayi yang Allah sendiri telah menyebutnya sebagai kalamullah telah lahir ke dunia sebagai mukjizat, sebagaimana Adam . Dan saat itu, Maryam hanyalah seorang diri. Kesendirian yang telah diatur Allah sehingga dunia dan isinya tidak lagi manis baginya. Bersama dengan keindahan dan kemegahannya, dunia telah meninggalkannya. Ia memang bukan seperti manusia pada umumnya yang membahagiakan diri dengan harapan duniawi, sehingga rintih dan kepedihannya bukan bersandar pada dunia dan nafsu manusia. Kepapaan dan kesendirian adalah medan yang telah disiapkan secara khusus oleh Allah untuk menempa jiwanya. Oleh karena itu, ketika manusia berteman dengan nafsu dan kebutuhan jasmani, Maryam berteman dengan para malaikat yang mengajari, menemaninya dalam penghambaan kepada Allah. 253Dan meski kenyataannya Maryam tercipta di dunia, Namun jiwa dan kehidupan bukanlah untuknya... Dialah seorang diri. Seorang yang tidak memiliki ibu, ayah, rumah, dan teman. Seolah kemapanan duniawi telah dicabut darinya demi suatu ujian Ilahi. Kehidupan yang umum dialami oleh layaknya manusia menjadi berlebih bagi seorang Maryam. Hanya dalam batas tertentu yang diperbolehkan baginya sehingga Maryam mampu tabah dalam keterbatasannya dan mampu mencapai tujuan mulianya tanpa terhalang segala hal duniawi. Ia bukan saja panutan bagi kaum hawa, melainkan juga bagi seluruh umat manusia yang dibimbing langsung “secara khusus” oleh Allah. Tidak ada hal yang dibutuhkan untuk menjadi pelipur lara, pendukung, penopang, maupun pemberi kesenangan bagi Maryam, Sejatinya ada beberapa orang yang selalu mendukungnya... Mereka tidak lain adalah Nabi Zakaria dan keluarganya, alam hewan dan tumbuhan, angin, siang, malam, dan juga para malaikat. Dan akhirnya Malaikat Jibril pun datang seraya berseru kepada Maryam. Berseru untuk mengempaskan kepedihan dan derita yang menghimpit jiwanya seperti barisan gunung menindih jantungnya. “Janganlah engkau bersedih hati!” seru Malaikat Jibril kepada Maryam laksana teman atau sahabat tempat berbagai perasaan. Dan dalam masa-masa sulit, Malaikat Jibril memang telah ditugasi untuk menjadi sahabat dekatnya. Setelah bayi Maryam lahir di alam yang paling aman dan paling rahasia, yaitu di perbukitan Betlehem, kuasa Ilahi telah 254menciptakan aliran sungai yang begitu jernih airnya sehingga dapat menghilangkan dahaga yang dirasakan Maryam dan juga bayinya. Dalam kelahiran yang umum, ibu dan ayahlah yang pertama-tama memberi ucapan selamat kepada sang bayi, bidan, dan dokter. Namun, bagi Maryam, sosok itu adalah Malaikat Jibril. “Makan dan minumlah. Selamat, bayimu telah lahir dengan selamat!” demikian seolah ucapan sang malaikat. Sang Ruhul Kuddus.... Sungguh, betapa ia adalah sahabat yang mulia. Utusan Allah yang sempurna, teman berbagi dan juga penopangnya. Semoga salam dari Allah tercurah bagi para kekasih dan kedua hamba-Nya! -o0o- 25530. Para Ali stronoi pn Dim Di atas Suwat, kuda tunggangannya, Merzangus memimpin ketiga pemuda ahli astronomi memacu kudanya sekencang tiupan topan. Tanpa henti, mereka terus memacu kudanya ke arah tenggara al-Quds. Tak ayal, dalam satu malam sampailah mereka ke Lembah Naml’. Nabi Sulaiman bersama pasukannya pernah menyeberangi lembah ini. Lembah berupa koridor sempit memanjang dan diapit pegunungan granit terjal yang seolah- olah tanpa ujung. Lorong curam yang sarat bahaya, ditambah jalan licin berliku-liku, menembus dengan singkat ke kota Askalan. Jalan ini sebenarnya hanya alternatif terakhir ketika perang terjadi atau wabah penyakit melanda. Itu pun harus dipandu seorang yang benar-benar memahami rutenya. Kalau tidak, Lembah Naml tidak lain adalah sebuah wahana kematian. Nama lembah ini diambil dari jenis semut yang begitu lincah merayap dari puncak-puncak bukit yang terjal seperti cerobong pembakaran alami. Inilah hewan paling pintar yang mampu bergerak gesit dalam lembah yang tidak mungkin dilalui manusia dengan berjalan kaki. Sebuah lembah yang 256sama sekali tidak mungkin dilalui seorang pun kecuali seorang pengelana besar dengan sebuah peta yang tidak mungkin pernah dilihat oleh seorang manusia. Merzangus tahu bagaimana menjinakkan Lembah Naml dari gurunya, Zahter. “Suatu hari, jika engkau harus melewati lembah ini, ketahuilah bahwa ia hanya mungkin dilewati dengan sabar dan puasa tanpa bicara,” kata Zahter menasihati murid dan juga anak angkatnya. Kini, Merzangus makin paham makna kata-kata Zahter saat itu. Merzangus juga masih berpikir, jika dirinya urung melintasi lembah itu, ketiga orang yang dipandunya pasti akan menyadari sandiwara yang sedang dimainkan. Mereka pun akan urung mengikuti Merzangus dan balik mengejar Maryam. Oleh karena itu, mau tidak mau dirinya harus menuruni lembah mematikan tersebut. Inilah jalur paling singkat yang dapat mengantarkan musair dari al-Quds ke kota Askalan meski mematikan. Inilah perjuangan seorang Merzangus, yang memilih jalan paling sulit untuk ditempuh dalam kehidupan. Ia tidak ingin rahasia Maryam dan bayi yang akan dilahirkannya terbongkar oleh ketiga ilmuwan itu, suatu hal yang akan membuat pihak penguasa membuntutinya. 257Dengan cambukan lembut pada perutnya, Suwat berlari semakin kencang. Di belakangnya mengejar Ismail Alawi dengan kuda putih bagai bintang menerobos kegelapan malam. Tidak lama kemudian, Ismail mampu mengejar kuda Merzangus. Saat itulah Ismail memberikan isyarat kepada Merzangus untuk memperlambat laju kudanya atau berhenti sejenak. Akhirnya, laju kuda melambat, namun Merzangus dan Suwat tidak menghentikan langkahnya. Suwat tampak marah karena lajunya diperlambat. Ia meringkik sambil melompat-lompat seolah-olah memberi isyarat untuk segera berlari dari ular dan setan yang mungkin keluar dari semak-semak belukar. Saat itu Merzangus membenahi cadarnya kemudian berseru dari atas kudanya. “Ada apa? Apa yang engkau inginkan?” “Temanku tertinggal jauh di belakang. Aku mengkhawatirkan keselamatan mereka. Kami sama sekali belum pernah melewati lembah yang gelap dan mengerikan ini. Namun, jika engkau memerhatikan posisi bintang di langit dan juga embusan udara yang semakin lembap dan asin, ini menunjukkan kita semakin mendekati arah laut. Benarkah engkau akan membawa kami ke tempat Sang Raja dilahirkan?” “Kalau tidak tahu, engkau harus mengikuti aku!” “Tapi, aku sangat mengkhawatirkan keselamatan temanku yang lain. Mereka tidak pandai menunggangi kuda seperti kita. Aku akan kembali mengejar mereka di belakang.” “Tidak bisa! Engkau tidak bisa tinggal diam atau kembali dari lembah ini. Ini adalah Lembah Naml. Lebih-lebih, di lembah ini dilarang keras banyak bicara seperti ini.” 258“Apa? Lembah Naml? Duhai Allah! Benarkah ini adalah lembah yang pernah dilewati Nabi Sulaiman bersama pasukannya? Kalau memang benar, berarti aku harus segera kembali!” Dengan segera Ismail menarik kekang kudanya untuk kembali ke arah semula dengan tekad bulat. Mendapati hal ini, setelah ragu untuk beberapa lama, Merzangus kemudian langsung memacu kudanya dengan kencang. Namun, setelah beberapa lama memacu kudanya dan menembus kegelapan lembah, mereka akhirnya berhenti sejenak untuk menghela napas dalam keputusasaan. Entah mengapa, kedua kuda tunggangannya kini tidak lagi mau berjalan. Belum juga Merzangus berkata “tunggu”, Ismail Alawi sudah melompat dari atas kudanya. Ia jatuh tersungkur dan mulai merintih keras sambil memegangi kedua matanya. Kudanya sendiri melompat-lompat, memukul-mukulkan kakinya dengan meringkik keras. Melihat Ismail yang merintih kesakitan, Merzangus langsung melemparkan selendang ke arahnya. Dengan berpegang pada uluran tali selendang itulah Ismail mencoba bangkit untuk kembali naik ke atas punggung kudanya. Begitu dapat kembali duduk di atas kuda, dalam napas terengah- rengah Ismail pun bertanya dengan nada marah, “Sebenarnya mau kamu bawa ke mana kami, wahai wanita malang!” Merzangus mengeluarkan pedangnya dari kerangkanya seraya berucap salam dengan pedangnya. “Aku adalah seorang prajurit yang telah bersumpah melindungi Maryam putri Imran dan bayi yang akan dilahirkannya.” 259“Aku tidak peduli dengan apa yang ingin kamu lakukan. Tahukah kamu kalau tadi ribuan anak panah tiba-tiba dihunjamkan ke dalam mataku? Tidak hanya itu, aku juga mendengar suara-suara yang sangat aneh. Jeritan anak-anak yang mengatakan jangan sekali-kali engkau mengganggunya!” “Suara yang engkau dengar itu bisa jadi para malaikat atau semut-semut yang menjaga lembah ini. Mereka adalah umat Nabi Sulaiman yang masih ada sampai zaman sekarang. Dan lembah ini berada dalam pengamanan mereka. Tidak pernah ada manusia yang melewati lembah ini dengan berjalan kaki. Kudamu jauh lebih tahu tentang semua ini.” “Siapa sebenarnya dirimu ini? Dari mana asalmu? Bagaimana kamu bisa berkata semua ini?” “Bukankah engkau baru saja bertanya, benarkah ini adalah Lembah Nabi Sulaiman? Ya. Lembah ini adalah tempat semut-semut berucap salam kepadanya. Para malaikat, angin, dan juga jin adalah tentaranya. Mereka semua masih menetap di sini. Karena itulah lembah ini tidak pernah ada dalam peta. Jika yang menjaga lembah ini mengizinkan, mungkin kita bisa menemukan kembali temanmu. Hanya saja, ada satu syaratnya....” “Apa syaratnya? Tunggu, jangan engkau sebutkan. Apa pun syaratnya, aku akan memenuhinya asal bisa menemukan kembali kedua temanku yang hilang di lembah kematian ini.” “Kalau begitu, tutuplah kedua matamu dan ikutilah doa yang akan aku ucapkan. Semoga kita bisa keluar dengan selamat dari lembah ini dan menemukan kedua temanmu. Kemungkinan, mereka sekarang sedang dalam tawanan para tentara Nabi Sulaiman yang tidak kasat mata. Sekarang, 260bersumpahlah untuk tidak akan membuntuti Maryam dan putranya yang akan dilahirkan. Bersumpah pula untuk tidak memberi tahu apa pun tentang ibu dan anak ini kepada Wali Romawi yang telah merencanakan ribuan pembunuhan kepadanya. Paham? Biar sekalian aku ingatkan bahwa tempat ini adalah Lembah Rahasia. Jika engkau tidak menjaga rahasia ini, di mana pun berada para pasukan Nabi Sulaiman akan mendapatkanmu sehingga engkau tidak akan bisa berbuat apa-apa.” Setelah itu, Merzangus mulai membaca doa Ismi Azam. Tertutur oleh kedua bibir Merzangus sembilan puluh sembilan asma Allah dalam satu bacaan doa. Sementara itu, Ismail Alawi dengan khusyuk mendengarkan doa itu sambil berucap amin, amin, amin....’ Setelah selesai berdoa, keduanya mulai memacu kudanya untuk bergegas menyusuri jalan ke arah laut. Saat mentari terbit, keduanya telah sampai di pantai yang membentang di antara Gazza dan Askalan. Tidak hanya itu, mereka juga melihat Urpinasy dan Efridun telah menunggunya di pinggir laut. “Dalam kegelapan malam, kami kehilangan jalan. Akhirnya, tiupan angin memandu kami sampai di tempat ini.” “Angin juga makhluk dan tentara Allah,” kata Merzangus. Untuk beberapa saat, mereka beristirahat di pantai. Saat itulah Merzangus mulai menerangkan sosok Maryam yang sejak kecil telah dikurbankan di jalan Allah. Mereka pun mendengarkannya dengan saksama. Setelah mendengarkan penuturan Merzangus, para ilmuwan astronomi itu yakin bahwa mereka akan ditangkap dan dipaksa menunjukkan keberadaan Maryam bersama 261dengan putranya jika kembali ke al-Quds. Mereka akhirnya sepakat untuk kembali dengan naik kapal dari Gazza menuju Pelabuhan Sayda, kemudian menuju Damaskus. Dengan demikian, mereka tidak akan melewati kota al-Quds beserta daerah di sekitarnya. Dengan cara ini, mereka akan terhindar dari pantauan mata-mata Wali Romawi. Mereka pun berpisah dengan Merzangus. Mereka menitipkan hadiah untuk Isa berupa emas, tanaman murrusafi, dan tumbuhan sejenis tembakau kering. Setelah itu, mereka memacu kudanya menuju Pelabuhan Gazza. Dalam perjalanan pulang, Merzangus tidak lagi melewati Lembah Naml. Ia lebih memilih jalur utara menembus kota Hebron. Orang-orang Yahudi menyebut Nabi Ibrahim dengan nama Hebron. Merzangus pun berziarah ke makam Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, dan Nabi Yakub. Sebelum berkunjung ke makam para nabi ini, Merzangus terlebih dahulu mengambil air wudu dan menyelipkan pedang Ridwan di pelana kuda. Sewaktu hidup, Zahter selalu berpesan agar tidak mengunjungi para alim dan nabi, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dengan membawa pedang. Demikianlah ajaran sang kakek dalam memberi pendidikan mengenai tata krama. Dengan khusyuk, Merzangus berdoa untuk para nabi, istri-istri mereka, dan keluarganya yang dimakamkan di sampingnya. Setelah selesai berdoa, begitu melompat ke punggung Suwat, Merzangus teringat masa kecilnya. Sejak kecil, Zahter telah mendidiknya menjadi seorang yang mahir menggunakan pedang. Suatu hari, saat belajar teknik pedang, Merzangus terjatuh tanpa mampu melawannya. Dengan ujung pedang yang ditudingkan ke lehernya, Zahter berkata, “Jangan sekali- kali engkau mengunjungi para nabi dengan pedang terhunus.” 262Saat itulah Merzangus melakukan gerakan cepat sehingga ia mampu bangkit dan Zahter pun dapat dijatuhkan dalam posisi seperti dirinya sebelumnya. “Baiklah,” kata Zahter. “Aku memberimu izin. Mungkin, suatu hari engkau akan mengangkat pedang untuk mengabdi kepada seorang nabi.” Saat Nabi Isa dilahirkan, pedang Merzangus telah terhunus untuk mengabdi kepadanya. Doa sang kakek yang juga gurunya telah menjadi kenyataan. Dengan kencang Merzangus memacu kudanya sembari menyapu pandangan ke arah Betlehem. “Terhunus sudah pedang Ridwan ini, entah kepada siapa ia akan senantiasa mengabdi?” Waktu telah banyak dilewatkan. Saatnya untuk segera menemukan Maryam. Namun, saat kembali, semua orang ternyata sudah pergi. Bahkan, Nabi Zakaria dan Yusuf sang tukang kayu pun sama sekali tidak mengetahui keberadaan Maryam. Merzangus semakin dirundung rasa gundah. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Maryam. “Aku harus segera dapat menemukannya. Tidak mungkin diri ini rela membiarkannya sendiri dalam keadaan sepedih itu,” kata Merzangus seraya melompat ke punggung kudanya tanpa menghiraukan apa yang dikatakan sahabatnya yang lain. Selama empat puluh hari Merzangus memacu kudanya melewati gurun pasir. Dia mencari keberadaan Maryam dari satu perkampungan ke perkampungan lain dengan mendaki gunung dan bukit serta menyeberangi lembah dan perkampungan. 263Tidak tersisa lagi tempat di sepanjang Laut Mati sampai Danau Jalilah yang tidak ia cari. Meski demikian, tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan Maryam dan putranya. Tidak hanya berhenti di situ, Merzangus juga melanjutkan pencarian dari Gurbara sampai timur Jabali Guruz. Di setiap perkampungan badui, kepada setiap karavan yang lewat, Merzangus bertanya tentang sosok Maryam. Seolah-olah ada rahasia Ilahi yang membuat jejak Maryam sama sekali tidak diketahui. Orang-orang badui di selatan padang pasir Tabariyah adalah penduduk yang bertugas menghapus jejak para karavan setelah kepergian mereka di waktu malam. Merzangus juga telah bertanya kepada mereka. Namun, begitu mereka mengatakan tidak ada jejak kaki seorang pun yang berjalan sendirian, Merzangus langsung memutuskan meninggalkan pencariannya di sebelah utara dan berbalik ke arah al-Quds. Keputusan ini dilakukan tepat setelah mencapai empat puluh hari semenjak Maryam keluar dari mihrab untuk melahirkan putranya. Empat puluh hari sudah Merzangus mencari dan terus mencari. Namun, tidak ada tanda yang menunjukkan keberadaan Maryam. Kini, ia pun harus kembali.... -o0o- 26431. Marym Bernaar Maryam terlihat begitu lapang setelah melahirkan bayinya dengan ketenangan yang telah diturunkan Allah. Tubuhnya pun terasa lebih kuat. Segera ia kumpulkan biji buah kurma untuk dimakan dan mengumpulkan air segar dari anak sungai yang mengalir di bawahnya untuk diminum. Ia juga segera menyusui bayinya saat air susunya mengalir. Setidaknya, Maryam sudah mengerti keadaan dirinya dan sang bayi yang terlahir tanpa seorang ayah. Masyarakat pasti mendakwa dirinya dengan kejam. Dan ini berarti akhir bagi kehidupan seorang wanita. Padahal, apa yang menimpanya semata-mata datang dari sisi Allah sebagai ujian. Sama sekali tidak ada kesalahan yang telah diperbuat Maryam. Ia bukan seperti yang dituduh kebanyakan orang. Apa yang dilakukannya, apa yang bisa dilakukan seorang Maryam dalam keadaan seperti ini? 265Begitulah, Maryam akan diam saja. Diam seribu kata sebagaimana yang diperintahkan kepadanya. Memang, setiap kata dan pembelaan tidak akan mengurangi tuduhan orang kepadanya. Selain itu, kejadian di luar kebiasaan umum yang dialaminya sangat adil jika diserahkan pada persidangan di dalam hatinya sendiri. “Aku mengadukan semua kejadian ini kepada Allah. Hanya Allah yang mungkin bisa mengampuni diriku,” ujar Maryam pada dirinya sendiri. Semua kejadian yang menimpanya memang datang dari sisi Allah. Dan hanya Allah pula yang akan mampu membelanya dengan cara paling baik. Sungguh, kata-kata bagi Maryam sedang dalam berada di bagian penghujung. Tidak satu pun pembelaan akan mampu menjadikan dirinya suci. Dan memang, dia adalah seorang yang suci sehingga bagaimana harus disucikan kembali? Dialah merupakan sosok yang “putih”, lalu bagaimana akan diperputih? Bagaimana kemaksuman akan membelanya? Jadi, biarlah mereka yang ingin menodai kemaksumannya berbicara semaunya hingga habis semua kata-kata. Biarlah Maryam tidak bicara. Biarlah ia diam seribu bahasa. Biarlah ia diam seribu kata. Sebab, “kata-katanya” telah berada dalam gendongannya. 266Apalagi, Maryam sudah mencurahkan semuanya. Ia luapkan hingga tak tersisa apa-apa, Selain Ruhullah yang ada dalam buaiannya... Dialah sang “Kalamullah” yang menjadi dalilnya. Sang dalil yang julukannya adalah Isa putra Maryam. Dialah kini yang akan mengatakan “kata-kata yang paling baik”. Paling baik bagi ibundanya dan juga bagi umat manusia. -o0o- 26732. Marym embai ke al-Quds Setelah selesai masa nifas empat puluh hari, ibunda Maryam segera bersuci, mandi, dan kemudian memotong kain yang telah dicucinya untuk membungkus sang bayi. Setelah itu, Maryam segera melangkahkan kaki... Selesai sudah masa empat puluh harinya... Saat melewati perkebunan zaitun, setiap orang yang mengenalnya selalu mengikuti untuk bertanya-tanya tentang bayi yang ada di gendongannya. Belum lagi pertanyaan lain soal mengapa dirinya keluar dari masjid dan benarkah gunjingan yang selama ini ramai dibicarakan tentang dirinya. Setiap Maryam dengan keputusannya. Ia sama sekali tidak menjawab semua pertanyaan orang-orang itu. Maryam diam seribu kata. Semakin diam, semakin orang-orang merasakan keteguhan Maryam untuk menjaga jarak dari mereka. Semakin diam, semakin teguh Maryam melangkahkan kakinya. Melangkah dengan menggendong putranya yang suci lagi mulia menuju Masjidil Aqsa. 268Pada saat itulah, di tengah perjalanan, ada beberapa orang dari kerabatnya yang menghampiri dan berkata, “Ah, Maryam! Sungguh, engkau telah berbuat hina!” Akhirnya ia menggendong bayinya untuk dibawa ke depan kaumnya. Mereka berkata, “Wahai Maryam, engkau sungguh telah berbuat hal yang hina! Wahai putri saudara perempuan Harun! Sungguh, ayahmu bukan seorang yang buruk, begitu pula ibumu! Kerabat dan tetangga terdekat juga kaget melihat Maryam sedang menggendong seorang bayi. Benarkah dia seorang Maryam yang selama ini mereka kenal sangat mulia? Terlebih- lebih dengan menggendong bayi, tanpa malu, dan melangkah di depan kerumunan masyarakat? Mosye, yang memang sejak awal telah memusuhi keluarga Maryam, memanfaatkan kesempatan itu untuk berteriak sekeras-kerasnya di depan kerumunan orang. “Dengan muka apa engkau berani-beraninya kembali ke masjid? Sungguh, engkau telah mengotori rumah suci ini! Siapa pun yang menjadi ayah dari anak itu, pergilah kamu ke rumahnya! Jangan sekali-kali berani datang ke masjid ini lagi!” Mendengar provokasi Mosye, semua orang jadi marah. Sebagian melempari Maryam dengan batu atau kayu. Sebagian lagi ada yang memukulinya sambil berkata-kata kotor kepadanya. Bahkan, anak-anak kecil pun ikut menyebar duri dan meludahi Maryam di sepanjang jalan. Sungguh, sebuah kejadian yang amat memilukan. Meski demikian kejam, Maryam tetap tidak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya berusaha melindungi bayi yang ada di gendongannya sambil terus berjalan dengan penuh 269keyakinan. Keteguhan Maryam semakin membuat semua orang tercengang. Tak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam terus berjalan menuju masjid dengan langkah yang teguh bagaikan kapal yang telah diterpa ombak besar. Semua orang lalu berkumpul di alun-alun. Para pemimpin pesantren di Baitul Maqdis pun ikut datang. Mereka terpaku di atas tangga masuk sambil memandang kerumunan orang yang terus berdatangan memadati alun-alun masjid. Salah satu dari para pemimpin madrasah tersebut tidak lain adalah Nabi Zakaria. Begitu melihat Maryam, hatinya langsung seraya terkoyak. Sambil menuruni tangga, ia berteriak, “Maryam... anakku..!” Namun, Maryam tetap diam hingga tiba di tangga gerbang masuk. Dengan jari tangannya, Maryam memberi isyarat kepada orang-orang yang berkuruman untuk memerhatikan bayinya. Hal tersebut justru membuat orang-orang yang membencinya semakin ingin meluapkan kemarahan. “Jadi, dia ingin agar kita bicara dengan bayinya? Sungguh, ini adalah penghinaan bagi kita sehina perbuatan dosanya!” demikian kata mereka. Suara orang-orang mulai bergemuruh, berteriak-teriak. “....apa maksudnya ini? Bagaimana mungkin kita bisa berbicara dengan seorang bayi?” Mosye dan para pendukungnya makin meradang. “Coba perhatikan, wanita hina ini meminta kita berbicara dengan seorang bayi. Apakah dirinya ahli sihir? Bagaimana mungkin seorang bayi bisa bicara. Apakah ia akan bercerita tentang perbuatan dosa yang telah dilakukan ibunya?” 270Semua orang tertawa, mencaci-maki dengan kata-kata kotor. Dalam waktu yang sama, Merzangus datang menaiki kuda yang dipacu dengan kencang, sementara Yusuf berlari terengah-rengah dari tempat kerjanya sebagai tukang kayu. Tidak ketinggalan, al-Isya juga ikut berlari menerjang kerumunan orang bersama bayinya yang bernama Yahya. Dengan menangis tersedu-sedu, al-Isya berteriak kepada kerumunan orang-orang itu. “Jangan kalian sakiti dia. Semua ini datangnya dari Allah!” Namun, kata-kata itu tidak bisa menenangkan mereka. Bahkan, al-Isya juga mendapatkan pukulan dari orang-orang yang memang sejak awal berniat jahat. Begitulah, semuanya terjadi seketika pada saat itu. Mulailah sang bayi yang ada dalam gendongan Maryam berbicara. Sebab, ia adalah “Kalamullah”. “Diriku adalah hamba Allah. Ia telah memberiku Alkitab. Dan Ia telah mengutusku menjadi seorang nabi. Di mana pun aku berada, Ia akan memuliakanku. Ia telah memerintahkan kepadaku untuk mendirikan salat dan zakat sepanjang hidupku. Ia telah membuatku menghormati ibuku dan tidak membuatku menjadi seorang yang malang. Salam dan keselamatan terucap bagiku saat kelahiranku, sepanjang hidupku, dan saat diriku hendak dimasukkan ke dalam liang kubur.” -o0o- 27133. Ksah Tiga Bayi yng Mmpu Bicara Merzangus termenung. Ia membuka kembali catatan lama tentang tiga bayi yang dapat berbicara saat dirinya melakukan perjalanan panjang. Sungguh, kisah itu seperti sebuah ibarat yang begitu mulia. Merzangus pun tertegun merenunginya. Kisah itu kembali membuka cakrawalanya seperti sebuah jalan setapak yang mengantarkannyakejalan yang Merzangus benar-benar mampu memahami hakikat dan hikmah dari kisah itu. Pemikirannya begitu terang terbuka bagaikan bintang yang memberi isyarat dan pertanda baginya. Seolah kisah-kisah yang selalu ia dengarkan dari penuturan Zahter di sepanjang perjalanan telah menjadi guru di sepanjang usia kecilnya. Seperti kuliah di sepanjang perjalanan padang pasir. Sebuah kisah yang selalu melekat dalam ingatannya. Kisah penuh hikmah tentang tiga bayi yang bisa berbicara. 272Putra Maryam juga seorang bayi yang bisa berbicara, bahkan ketika masih dalam buaian bundanya. Kemudian, Merzangus teringat kisah lainnya. Salah satunya adalah Jurayj dari Bani Israil. Ia adalah seorang yang hanif, ahli salat, zakat, dan juga seorang mukmin yang sempurna. Suatu hari, saat dirinya sedang salat, ibunya memanggilnya sebanyak tiga kali. Saat itu, Jurayj tidak membatalkan salatnya. Setelah selesai, ia segera akan menunaikan apa yang diinginkan ibunya. Rupanya, sang ibu adalah sosok pemarah. Ia tidak sabar dan akhirnya berdoa jelek untuk sang anaknya. “Duhai Allah! Jangan cabut nyawa Jurayj sampai Engkau mengujinya dengan wanita!” Akhirnya, Jurayj mendapati ujian dengan seorang wanita saat ia menyendiri beribadah di salah satu tempat di kampungnya. Wanita tersebut tertarik oleh Jurayj yang memang masih muda dan tampan. Jurayj dapat membuatnya pergi dengan kebaikan akhlaknya. Namun, wanita itu masih terus menggodanya sampai akhirnya berbuat hina dengan seorang penggembala hingga mengandung seorang bayi. Wanita itu akhirnya memitnah Jurayj. Jurayj sama sekali tak tahu-menahu dengan semua kejadian ini. Ia masih khusyuk beribadah di dalam gubuk di pinggir kampungnya. Meski demikian, warga sudah telanjur marah karena isu yang diembuskan wanita itu. Mereka pun naik pitam dan beramai-ramai mendatangi Jurayj. Bahkan, 273gubuk tempat Jurayj beribadah dirobohkan. Tak sampai di situ, Jurayj pun sempat dipukuli. Jurayj lalu mengajak warga mendatangi tempat bayi wanita itu berada. Sesampai di sana, Jurayj bertanya kepada sang bayi, “Siapa bapak kamu?” Anehnya, sang bayi dapat menjawab pertanyaan itu dengan berkata, “Penggembala.” Karena sang bayi tiba-tiba dapat berbicara, warga pun kaget. Mereka akhirnya meminta maaf kepada Jurayj. Bahkan, mereka juga membangun kembali gubuk tempat beribadah yang telah dirusak sebelumnya. Kisah bayi berbicara lain juga berasal dari Bani Israil. Sang bayi dapat berbicara dengan ibundanya. Seorang wanita Bani Israil sedang menyusui bayinya berdoa ketika melihat seorang kesatria penunggang kuda lewat di depannya. “Ya Tuhan, jadikanlah bayiku ini seperti dia!” Mendengar doa sang bunda, bayi itu tiba-tiba dapat berbicara dengan berkata, “Ya Rabbi, jangan Engkau jadikan diriku sepertinya!” Beberapa saat kemudian, lewat seorang pembantu bersama putranya yang selalu dipandang hina masyarakat. Sang ibu bayi pun berdoa kembali. “Duhai Allah, janganlah Engkau jadikan anakku hina seperti wanita itu!” Mendengar doa itu, sang bayi pun kembali dapat berbicara, “Duhai Allah, jadikanlah diriku seperti dirinya!” 274Sang ibu kembali kaget. Akhirnya, ia bertanya kepada bayinya. Sang bayi pun menjawab, “Duhai Ibundaku! Kesatria itu adalah seorang yang zalim lagi sombong, sementera wanita pembantu itu adalah seorang yang maksum. Semua orang menyalahkan dirinya, padahal ia adalah seorang yang maksum lagi suci. Aku lebih memilih menjadi orang seperti wanita itu daripada menjadi seorang yang sombong dan zalim.” -o0o- 27534. Sift-Sift Isa  Dia adalah Kalamullah... Kelahirannya terjadi atas perintah Allah. Kun, jadi, maka jadilah... Dialah penjelas, pengingat, dan penanda mukjizat penciptaan-Nya... Ketika segala sesuatu tiada, Dialah Yang Mahaada. “Keberadaan” adalah Diri-Nya yang senantiasa ada di sepanjang masa... Saat Dia dalam kekayaan yang tersembunyi, Dia pun menginginkan untuk dikuak. Bertitahlah “jadi”, maka “jadilah”. Titah ini pula yang dicipta-Nya dalam penciptaan pertama. Titah yang pertama kali dicipta, dititahkan, dan yang pertama kali pula mengarungi perjalanan... Kalamullah. Laksana awal dari putaran jarum jam, seperti angka garis pertama dalam mistar, bagaikan batu pertama dalam fondasi suatu bangunan. Demikian pula saat bangunan alam ini disusun untuk kali pertama, saat matematika dipetakkan sangat awal, saat bangunan kehidupan pertama kali ditegakkan, ketika jagat raya pertama kali ditinggikan, saat kejadian pertama kali muncul, yang ada tidak lain adalah titah “KUN”. 276“Kun” seperti sel pertama, sidik jari. Ia adalah rahasia yang menggenggam segala cipta. Dan kalam, adalah penggenggam rahasia bagi pengucapnya... Kalam, adalah pejalan yang mengayunkan kakinya dari jiwa yang terdalam. Kalam, adalah serpihan yang tercerai dari kesatuan. Kalam, adalah perpisahan; terjadinya luka. Kalam, adalah perantauan. Kalam, adalah nama jalan, perjalanan, dan juga pejalannya. Kalam, adalah jejak penanda. Kalam, adalah milik Allah; titah-Nya. Kalam, adalah utusan. Kalam, adalah nama lain dari Nabi Isa; puji dan syukur semoga terpanjat untuk Zat yang telah menitahkannya. Dan kalam, adalah al-Masih... Dengan seizin Allah, seorang buta bisa menjadi sembuh setelah diusap al-Masih. Al-Masih adalah berarti seorang yang tidak bisa berdiam diri di suatu tempat, yang selalu bergerak, bermigrasi. Seorang yang di waktu pagi ada di sebuah tempat, di malam hari sudah berada di tempat lain. Itu juga nama minyak wangi yang diusapkan pada kepala raja bangsa Yahudi untuk menyucikannya sehingga sang raja pun dimuliakan.... Al-Masih, adalah hamba mulia dan suci. Al-Masih, seorang yang menggenggam as-syifa di tangannya. Al-Masih, seorang yang diberi ucapan selamat, dan juga yang memberi ucapan selamat... 277Al-Masih, seorang yang mengulurkan tangannya, yang menolong, menuntun. Al-Masih, seorang yang menerima dengan lapang dada; yang memberi salam keselamatan, kabar gembira... Al-Masih, adalah medali. Pangkat, piagam pengukuhan, ijazah kemampuan... Al-Masih, adalah Isa . Dan Nabi Isa adalah lencana kehormatan yang disematkan di dada umat manusia... -o0o- Ia adalah al-wajih… Isa, seorang yang mulia. Terhormat, menduduki tempat yang tinggi. Sosok yang diterima, dihormati, dan dicintai setiap orang. Yang didengar kata-katanya begitu memulai bicara di muka umum. Kata-katanya lembut, meyakinkan, dan jauh dari keraguan. Yang tidak pernah muram, selalu tersenyum dalam berzikir. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan sang ibu, ia senantiasa bertasbih, berbicara dengan sang bunda. Dikisahkan, semasa dalam kandungan, ia telah menghafal Taurat. Kemudian, kitab Injil diturunkan kepadanya. Hikmah. Seorang yang memberi kabar gembira mengenai kedatangan nabi terakhir bernama “Ahmad”. Seorang rasul mulia, baik di dunia dan akhirat. Dia adalah al-Mukarrib... 278Isa , seorang yang dekat dengan Allah. Allah pun dekat dengannya. Hamba yang juga mengajak umatnya mendekatkan diri kepada-Nya. Utusan yang telah mewakafkan dirinya di jalan Allah, untuk menjembatani umatnya dalam mendekatkan diri kepada-Nya. -o0o- Demikianlah, seorang bayi yang dapat bertutur kata mengenai kebenaran telah membuat hati sekerumunan orang tercengang. Mosye pun syok berat. Lidahnya kaku terjulur. Tubuhnya kejang sampai jatuh berguling-guling. Dari mulutnya keluar busa dan teriakan keras, “Tidak...! Tidak mungkin...!” Namun, apa yang terjadi telah benar-benar terjadi. Jika Allah menghendaki, pasti akan terjadi. Sementara itu, Nabi Zakaria tiada berhenti berucap puji dan syukur ke hadirat Allah atas apa yang telah disaksikannya. Demikian pula dengan Yusuf. Ia segera bersujud syukur di tempat itu juga. Sang bibi, al-Isya, baru saat itu berkesempatan bersua dengan kemenakannya. Bajunya sampai robek saat berdesakan menerobos kerumunan orang. Saat itulah dua bayi, Yahya dan Isa, dapat bertatap muka untuk kali pertama. Yahya berucap salam kepada Isa seperti saat masih berada dalam kandungan... Isa  senyum gembira mendapati 279temannya sesama bayi, seolah-olah bukan dirinya yang baru saja berbicara. “Tolong berikan jalan... berikan jalan! Salam dan keselamatan semoga tercurah untuk Isa ibnu Maryam! Dialah sang Kalamullah, al-Masih, semoga salam terucap untuknya! Berikan jalan wahai penduduk al-Quds yang kini telah mendapati limpahan nikmat agung!” Seorang yang berteriak-teriak demikian tidak lain adalah Merzangus. Seorang pahlawan yang tidak pernah turun dari kudanya sepanjang empat puluh hari masa nifas Maryam. Masa-masa sulit yang ia namai dengan “hari-hari arbain”. Selama masa itu, ia hanya memakan beberapa pucuk daun pakis untuk sekadar dapat tegak berdiri. Sama seperti Ibunda Maryam yang hanya memakan buah kurma dan meminum air dari sumber mata air. Bersama-sama mereka menuju rumah Nabi Zakaria... Ungkapan “air bisa saja tidur, namun musuh tidak mungkin” terbukti. Para ahli khianat rupanya ingin segera melupakan kekalahannya di waktu siang. Dengan mata hati yang telah tertutup dari hakikat kebenaran, mereka mengingkari apa yang telah disaksikan. Mereka terus mencari cara untuk segera keluar dari kekalahan. Mereka pun segera mengirimkan berita kepada Heredos. Bagi Roma, kemunculan seorang nabi dari kalangan Bani Israil adalah sebuah petaka. Seolah-olah belum cukup dengan kehadiran Nabi Yahya dan Zakaria, sehingga diutus lagi seorang Isa putra Maryam. 280Api pergolakan telah disulut di seantero Syam dan al-Quds. Penguasa Romawi benar-benar sudah tidak tahan dengan tiga orang nabi yang datang dari keluarga yang sama. Para pemuka Yahudi yang telah dirasuki sikap khianat, seperti Mosye, semakin khawatir dengan status mereka sebagai pemuka agama. Mereka pun melakukan berbagai cara agar dapat menjalin kerja sama dengan pemerintah Romawi untuk melenyapkan keluarga Imran dan Zakaria. Malam pun tiba dan rencana pembunuhan siap digelar. Kaum munaik mendirikan tenda-tenda di perbukitan zaitun. Bagaimana mungkin para rahib agama Yahudi telah berbalik mendukung orang-orang Romawi yang menyembah berhala? Mungkin, inilah akibat kecintaan orang terhadap kedudukan dan pangkat... Acara makan malam telah selesai dilakukan. Kemelut api itnah pun semakin cepat menyebar. Kali ini, Nabi Zakaria yang jadi sasaran. Semua orang mengatakan bahwa Nabi Zakaria adalah satu-satunya orang yang mungkin melakukan perbuatan nista dengan kemenakannya, Maryam. Kian hari, api itnah yang paling busuk ini telah menjalar dengan cepat di tengah-tengah masyarakat. Dengan tuduhan inilah para kaum durjana itu telah mengobarkan kemarahan warga untuk beramai-ramai membunuh Nabi Zakaria. Setelah itu, Maryam dan juga putranya. Terlebih, sesuai adat, rajam menjadi hukumannya. Menurut syariat agama Yahudi, dosa berbuat zina adalah harus dibunuh dengan dilempari batu. Nah, setelah Nabi Zakaria tewas, tentu jauh lebih mudah melenyapkan seorang ibu beserta anaknya. Inilah rencana mereka. Rencana yang membuat hati para pengkhianat senang bukan kepalang, luap dalam pesta-pesta minuman keras bersama dengan orang-orang busuk lainnya. 281Mosye bersama dengan para pengikutnya berkata, “Apa yang mereka katakan tidak mampu menembus daun telinga; dan tidak akan mungkin memengaruhi dan mengubah pendirian kami.” -o0o- Selang beberapa lama, dua prajurit Roma yang menjaga tenda penasaran dengan nyala lentera yang mereka lihat dari kejauhan di lereng sebuah bukit kebun zaitun. Mereka pun segera berjalan menuju ke arah nyala cahaya lentera itu. Akhirnya, mereka menemukan tempat Ham, Sam, dan Yafes melakukan uzlah atau mengasingkan diri. Saat melihat para darwis itu sedang beribadah, mereka pun beristirahat sebentar untuk mengabil napas. Di sela-sela pembicaraan terdengar percakapan mereka yang menyebut-nyebut Nabi Zakaria . “Hari esok adalah hari yang paling susah bagi orang tua itu.” Mendengar percakapan tersebut, sesaat setelah para prajurit itu pergi, Ham segera memacu kudanya untuk pergi menuju rumah Zakaria . Rumah Zakaria  rupanya telah dipenuhi orang-orang Mukmin. Tenang hati Ham saat melihat Merzangus sedang berdiri tegak di depan pintu dengan memegang sebilah pedang. Pada salah satu ruangan, Zakaria  dan tukang kayu Yusuf sedang berdiskusi. Yusuf sependapat dengan usulan agar Maryam harus segera keluar dari al-Quds demi keselamatan dirinya dan sang bayi. Sementara itu, Zakaria  akan tetap bersabar membimbing umat. 282Kini, yang menjadi pertanyaan, ke mana Maryam dan putranya harus dibawa pergi? Di manakah tempat yang paling aman untuk mereka? Saat mereka sedang membicarakan semua ini, tiba-tiba kuda Merzangus yang bernama Suwat mengamuk seraya menendang pintu masuk pekarangan. Saat orang-orang ingin mengetahui apa yang telah terjadi, si kuda memberikan isyarat ke sebuah arah dengan kepalanya. Tidak lama kemudian, orang-orang pun memahami apa yang dimaksud si kuda. “Ini adalah kuda peninggalan Siraj!” kata Merzangus. Merzangus juga mengingatkan, sebelum meninggalkan al- Quds, Siraj pernah berkata kalau kuda itu akan menemukan tempat dirinya berada. Kini, Siraj telah berada di Mesir. Merzangus pun menoleh ke arah Ham, Syam, dan Yusuf. “Kita bawa Maryam dan putranya ke Mesir!” Waktu sudah menipis. Mereka harus segera pergi, bahkan tanpa ada waktu untuk menyiapkan perbekalan. Agar aman dan tidak menarik perhatian, Merzangus dan Ham akan berjalan lebih dahulu, kira-kira satu kilo meter di depan. Di belakang, Yusuf akan mengawal Maryam dan sang putra yang dimasukkan dalam keranda yang ditarik seekor keledai. Dalam keadaan yang begitu terburu-buru, Yusuf bahkan tidak sempat mengenakan terompahnya, sementara Maryam mendekap erat sang putra yang tidak sempat ia kenakan baju. -o0o- 283284AIN 28535. ijrah ke Msr Adakah seorang nabi yang tidak diasingkan dari bangsa dan negerinya? Namun, hanya Nabi Isa yang diasingkan begitu lahir ke dunia. Begitulah, perjalanan hijrah telah tertulis sejak masa buaian. Mesir adalah tempat tujuannya. Sebuah tempat yang penuh menyimpan rahasia. Tempat berlindung sekaligus penjara bagi sebagian nabi. Ia telah menjadi tempat bertakhta bagi seorang nabi seperti Yusuf , tapi juga telah menjadi tempat saat membangun benteng bagi Musa . Mesir telah seakan-akan menjadi bentangan takdir bagi para nabi, laksana bentangan Sungai Nil dari hulu hingga ke hilir. Bagi Isa , Mesir adalah tempat berlindung, tempat bertamu, dan melewatkan masa kecil hingga dewasa. Beberapa abad kemudian, orang-orang akan saling bicara bahwa tempat yang diberi isyarat dengan nama “rabwa” tidak lain adalah Mesir itu sendiri. 286“Kami telah menjadikan Maryam dan putranya sebagai tanda kekuasaan kami. Kami telah berikan kepadanya tempat yang tinggi, tenang, kokoh, dan dilewati dengan sumber air.” al-Mukmin [40] 50 -o0o- Bersama dengan Yusuf, teman seperjuangannya, Maryam menyusuri jalan agar dapat sampai ke Mesir. Maryam dan bayinya menyelinap di balik keranda sempit yang terbuat dari anyaman bambu. Keras dan tajam papan bambu lama- kelamaan akan melukai tubuh bayi dan ibundanya yang tidak beralaskan apa-apa. Sampai-sampai Yusuf pun tidak tega saat kulit bambu telah membuat luka hingga bercak darah ada di mana-mana. Yusuf pun langsung melepaskan baju hangat yang menjadi satu-satunya harta dunia yang dimilikinya. Hanya baju itulah yang dapat mereka gunakan untuk berselimut. Satu-satunya harta di dunia adalah baju hangat itu. Namun, Yusuf telah merelakannya dengan sepenuh hati. Bahkan, ia sebenarnya telah memberikan jiwanya... Tak berselimut Maryam dan putranya. Saat itulah Yusuf telah menjadi cermin bagi manusia; cermin untuk berkorban demi cintanya. Cermin yang begitu jernih. Tanpa kotoran, tanpa goresan. Hanya pancaran cahaya cerah yang memantul darinya. Tanpa sedikit pun bercak. 287Tanpa sedikit pun penghalang. Tanpa sedikit pun kesamaran. Cermin untuk menunjukkan kedekatannya kepada sang Rabbi. Yang tak berpenghalang dengan sehelai selimut pun di dunia. Yang menyelinap bagaikan lesatan anak panah dari penghalang dunia. Yang menunjukkan kedudukan kedekatannya kepada yang mencipta. Yang membuat para malaikat pun iri kepadanya; Dialah Yusuf, yang menyusuri padang pasir tanpa alas kaki, tanpa baju yang menutupi punggungnya... -o0o- Saat itu, Maryam mencari sesuatu untuk dijadikan sebagai alat memintal. Kemahiran dasar yang dimiliki oleh para ibu bangsa Palestina. Mulailah Maryam mengurai benangnya. “Risyte-i Maryam”, demikian bait-bait puisi akan menamakan baju yang dipintalnya. Demikianlah yang disampaikan Hakani dari Yawsi dalam catatannya “Telah dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa begitu lembut kain yang dipintal Maryam. Jika tidak dilipat dua, ia masih licin dipegang.” 288Begitu lembut Risyte-i Maryam menutupi tubuh Isa yang masih bayi. Sedemikian lembut ia sehingga orang-orang yang melihatnya akan menyebutnya sebagai “kain pintal malaikat”. Itulah baju Isa yang dipintal ibundanya. Risyte-i Maryam tak lain adalah arti kesabaran. Risyte-i Maryam menyimpan erat rahasia kepedihan yang tidak pernah dirasakan orang. Risyte-i Maryam adalah berbuka puasanya sang ibunda dari tidak berbicara. Semakin berpuasa dari bicara, semakin lembut kain hasil pintalannya... Kain selembut itulah yang terpintal dalam perjalanan takdir Isa al-Masih... Begitulah perjuangan seorang ibunda untuk dapat menyelimuti bayinya, sampai kemudian memakaikannya dengan kancing peniti alakadarnya... Itulah “Suzen-i al-Masih”. Demikian orang menyebut hadiah yang telah diberikan kepada Isa ibnu Maryam... Kenangan yang membuat para malaikat di langit keempat saling bertanya “Tidakkah engkau tahu bahwa tidak diperkenankan memasuki surga dengan harta dunia, wahai Isa?” Isa  pun menjawabnya “Suzen ini adalah kenangan dari ibuku, Kenangan yang mengangkatku dari bumi ke langit... Yang dipintal ibundaku yang bernapaskan Ruh Suci.” Terpana para malaikat mendengarkan jawaban sang al- Masih. Sejak saat itulah Suzen-i Isa terkenang di alam langit. 289Sampai berabad-abad kemudian, saat terjadi peristiwa Karbala, Suzen itu pula yang selalu menangis pada peristiwa yang dialami oleh Husein. Saat para kesatria Karbala dipenggal kepalanya, Saat itulah Suzeni Isa dirobek-robek, tercerai-berai menyebar ke angkasa Hingga tiap serpihannya menancap ke dalam hati para darwis cinta. -o0o- Para prajurit raja dan pendukung Mosye rupanya ikut mengejar mereka ke Mesir. Benar, jika seseorang telah berkata bahwa “hati seseorang yang mencintai demi Allah tidak akan tertidur”. Demikian pula hati Merzangus dan juga Ham yang selalu beribadah di gubuk di lereng bukit Zaitun... “Kini, saatnya kita membawa bukti rumput egrelti dari Kampung Rempah-Rempah,” kata Ham. Dalam waktu yang bersamaan, kuda yang ditungganginya berbelok arah seraya melesat kencang bagaikan anak panah lepas dari busur untuk mencapai pejalan yang ada di belakangnya... Ham tertegun. Air matanya berlinang saat melihat Yusuf yang menyusuri jalan tanpa alas kaki dan tanpa baju yang menutupi punggungnya. Belum lagi saat menyaksikan keranda tempat Maryam dan putranya telah penuh dengan bercak darah. Segera ia keluarkan rumput egrelti yang dibawanya untuk diulurkan kepada Maryam dalam muka tertunduk pedih. 290“Mohon oleskan tanaman ini pada luka Anda, wahai Tuan Putri! Dengan seizin Allah, semoga tanaman yang kelak akan dikenang dengan nama Buhuru Maryam ini dapat meringankan luka Paduka.” “Masyaallah tabarakallah,” kata Maryam seraya menyisipkan tanaman itu ke dalam buaian Isa. Begitulah, tanaman dan bunga-bungaan yang dibawanya dari Kampung Rempah-Rempah satu per satu akan mendapati tempatnya sebagai dalil. Isa putra Maryam kelak akan bersemayam dalam wewangian yang kelak juga akan menjadi jejak wangi nabi akhir zaman. Dialah seorang yang namanya al-Masih, al- Habib.... Ham kemudian menoleh ke arah sahabat perjuangannya, Yusuf sang tukang kayu. “Ada satu hal yang pernah dikatakan orang Badui padang pasir. Jika engkau mengusapkan tanaman egrelti ini, orang- orang yang menguntit di belakang akan kebingungan mencari jejak kita.” Ham pun segera memacu kudanya untuk kembali menyertai Merzangus memandu perjalanan di depan. Seekor keledai milik Yusuf sang tukang kayulah satu- satunya hewan yang pernah dinaiki Maryam. Ia tidak pernah menaiki unta, tidak pula kuda. Berabad-abad kemudian, seorang sahabat Allah yang bernama Abu Hurairah berkata demikian untuk Maryam. 291 Zakaria semakin heran ketika melihat buah-buahanmusim dingin berada di situ. Bahkan, buah-buahan yangnamanya belum pernah diketahuinya pun ada dalam nampantersebut. Baunya sangat harum, berwarna cerah, dan dalam usianya yang masih sangat muda waktu itu,Maryam telah berkata penuh hikmah kepada Zakaria yangsudah berusia lanjut. “Jika berkehendak, Allah kuasa melimpahkan rezeki yangtidak terbatas...” Ya, sungguh benar apa yang telah Maryam katakan. Segalanya harus diminta dari sisi Allah. Dialah Zat yangperbendaharaan kekayaan-Nya tiada berbatas dan tidakmungkin berkurang. Sungguh, Maryam adalah putri yang mulia dengan kata-katanya yang penuh hikmah. Sebenarnya, hakikat yang didapati Maryam bersumberdari ajaran Nabi Zakaria. Kini, kepribadian mulia yang adapada diri Zakaria  telah berkembang, pecah menjadi Zakaria pun mengangkat tangan untuk berdoa kepadaAllah agar dikaruniai keturunan yang juga berhati muliaseperti Maryam. Maryam sangat jarang bicara. Dirinya selalu bergegasuntuk kembali mendirikan salat dan memperbanyak zikirkepada Allah. Nabi Zakaria yang melihat kepribadian Maryamini tak kuasa menahan tangis. Ia berucap syukur kepada Allahdalam lantunan doa. Sungguh, Maryam memang hamba yang mulia. Diaibarat bunga yang terjaga dengan sempurna sepanjang hari,terutama di waktu malam yang digunakannya untuk selalubertasbih kepada Allah. dirinya dikarunia seorang putra yang muliaseperti dirinya... Demikianlah suara lembut hati Zakaria untuk berdoakepada Tuhannya.... “Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmatTuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkalaia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Iaberkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dankepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewadalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnyaaku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkanistriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah akudari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku danmewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, yaTuhanku, seorang yang diridai.” Maryam 19 2-6 Kemudian, Zakaria  berpamitan dengan Maryamuntuk kembali membuka dan menutup semua pintu serayakeluar dari mihrab. Saat Nabi Zakaria berjalan di dekat tempat pengumpulankurban, ia kembali melihat seorang pemuda berpakaian putihyang sedang menunaikan salat. Dengan cepat, Zakaria melangkahkan kaki mendekati pemuda itu. “Mengapa di malam yang gelap gulita ini pemuda itusudah berada di sini? Bagaimana dia bisa memasuki ruanganini? Tidak ada orang lain di tempat itu. Lantas, bagaimana diatiba-tiba bisa masuk?” pikir Nabi Zakaria. Saat itulah sang pemuda yang tidak lain adalah MalaikatJibril itu berseru kepada Zakaria . Zakaria, sungguh Kami memberi kabar gembirakepadamu akan beroleh seorang anak yang namanya Yahya,yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orangyang serupa dengan dirinya.” Maryam [19] 7 Zakaria  pun kaget seraya berlindung kepada segera mengucapkan basmalah dan bergegas mendirikansalat. Suara yang baru saja didengarnya itu kini kembaliberseru kepadanya. Para malaikat memanggilnya ketika dia berdirimelaksanakan salat di mihrab. “Allah menyampaikan kabargembira kepadamu dengan kelahiran Yahya yang akanmembenarkan sebuah kalimat firman dari Allah, panutan,berkemampuan menahan diri dari hawa nafsu, dan seorangnabi di antara orang-orang saleh.” Ali Imran [3] 39 Seusai mendirikan salat, Zakaria  mengangkat keduatangannya untuk kembali berdoa dengan hati yang palingkhusyuk. “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak,sedangkan aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul?Berilah aku suatu tanda bahwa istriku telah mengandung.” Wahyu pun turun... Tandanya bagimu adalah bahwa kamu tidak dapatberbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali denganisyarat. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknyaserta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” Zakaria hampir pingsan tertelungkup saat bersujud. Iapun melakukan sujud syukur atas kabar gembira itu. Kedua masih berdesing. Jantungnya juga berdebar-debarkeras merasakan wahyu yang baru turun. Dirinya telahmendapatkan limpahan nikmat yang sangat besar. Allah telahmenurunkan wahyu-Nya untuk memberikan kabar gembirayang telah bertahun-tahun dinantikannya dengan penuhharapan dan ratapan. Nabi Zakaria luluh dalam tangisan. Napasnya seakan-akantersendat. Ia luluh dalam tangisan sampai susah bernapasdalam tangisan disertai batuk yang tidak berhenti. Beberapasaat kemudian, suara tangisannya terdengar seperti seorangyang terjepit di antara dua pintu atau tertindih batu. Doa-doayang ia panjatkan seolah-olah telah mengeluarkan isi jantungdan hatinya. Tiba-tiba, dari dalam ruangan memancar seberkascahaya. Pada saat yang sama, Zakaria merasakan tubuhnyaditindih sesuatu yang sangat berat. Ia pun kemudian berusahamelonggarkan ikatan pada kerah bajunya. Tubuhnyakembali tertelungkup saat mencoba berjalan menuju ruangpersembahan karena lantai yang begitu dingin tersentuhkedua telapak kakinya. Nabi Zakaria pun menggigil sepertiterkena malaria. Ia tidak mampu berbuat apa-apa. Tak mampumembuka mulut untuk berteriak meminta bantuan. Tubuhnyaterus menelungkup dengan kedua kaki yang ia ganjalkan padaperut untuk menahan dingin yang semakin yang luar biasa. Bibirnya kini bergetar dengan gigi-gigi yang saling berbenturan. Dalam kondisi seperti ini, takada yang mampu ia lakukan kecuali mengucapkan kata Allahlewat getaran di bibirnya. Entah berapa lama Zakaria beradadalam keadaan seperti itu. Ia mencoba bangkit, namun selalukembali jatuh. kedua matanya dapat terbuka, hari sudah menjelangpagi. Ia pun berusaha bangkit dalam keadaan sekujur tubuhkuyup oleh keringat. Perlahan, ia mencoba membenahi jubahdan syalnya, serta beranjak kembali ke rumahnya. Al-Isya sangat kaget begitu membuka pintu untuksuaminya. “Apa yang telah terjadi, bagaimana keadaan Maryam?Mengapa terlambat begitu lama?” tanya al-Isya. Zakaria tidak menjawab berondongan pertanyaan seolah-olah terkunci dan lidahnya tidak lagi dapatberkata-kata. Seluruh kata tertelan ke dalam mulutnya. NabiZakaria tidak dapat berbicara. Kemudian, ia memberikanisyarat untuk diam dengan jari tangannya dan kemudianberanjak menuju kamar. -o0o- Genap tiga hari nabi Zakaria tidak keluar dari masih sama dengan hari pertama, terus menggigildan menangis sambil berzikir kepada Allah. Orang-orang yang datang ke rumahnya mengira dirinyasakit parah. Mereka pun panik dan khawatir. Namun, Zakariamemberikan isyarat dengan tubuhnya agar mereka jangansedih dan khawatir. Ia mencoba meyakinkan kerabatnyabahwa dirinya baik-baik saja. Tiga hari lamanya Zakaria dalam keadaan seperti itu. Yang keluar dari mulut Zakaria  bukanlah kata-kata dankalimat. Tidak ada seorang pun yang memahami arti suaranyadalam napas yang terengah-engah, tersedak dalam juga sama sekali tidak berkenan makan maupun minum. al-Isya paham. Suaminya sedang menyimpanrahasia yang begitu luar biasa. Nabi Zakaria kembali jatuh pingsan setelah menyebutYaa Rabb!’ Begitu siuman, ia segera mengambil wudu untukmendirikan salat. Saat salat, ketika menyebut kata Ya Allah’,kedua kakinya gemetar sampai kemudian jatuh dalam isak yang sedu-sedan yang terdengar dari lafaz dari lafaz-lafaz zikir itu, hanya Allah dan Nabi-Nyayang tahu. Nabi Zakaria tenggelam dalam lautan zikir. Lidah dan kedua matanya tidaklah berucap dan melihatselain kekuasaan Allah. Nabi Zakaria memang seorang ahli zikir. Hatinya begitulembut. Ia telah mengorbankan seluruh hidupnya untukmerawat Maryam, keponakan dari istrinya. Sungguh, iaadalah seorang nabi yang penuh pengorbanan. Alim. sangat senang menunaikan salat. Tidak pernah sejenak punlupa dari berzikir kepada Allah. Namun, kondisinya saat ini luar biasa. Nabi Zakariaseolah-olah seorang hamba dari alam lain. Ia tidak berbicaradan hanya mengeluarkan suara yang menandakan cintanyakepada Tuhan tanpa seorang pun mengetahui maknanya. Sama seperti wahyu yang diberitakan, Zakaria  tidakmampu berbicara dengan seorang pun. Tidak bisa berkatasepatah pun dalam bahasa dunia. Ia seolah-olah telah beradadalam dimensi dunia lain. Tidak ada lagi yang bisa diperbuatkecuali senantiasa berzikir. Zikir adalah salat, doa... Zikir adalah ingat dan mengingat, membangkitkan kembaliakal, membersihkan dan membuatnya menjadi kembali kini ia memusatkan semua titik fokusnya kepada Allah. seperti pergi ke luar. Menguak, melahirkan segalayang tersimpan dan terpendam sebagaimana melepaskanikatan kuda dari dalam kandangnya untuk dipacu sekencang-kencangnya. Bagi Zakaria, ia kini sedang berlari sekencang-kencangnya kepada Allah. Terkoyak dalam kerinduan kepada-Nya, seperti hempasan aliran sungai menerjang batu-batubesar dari ketinggian gunung. Dan zikir adalah melesat ke depan. Melesat dengankencang anak panah doa dan munajat yang terlepas daribusurnya menuju Allah. Setelah berada dalam keadaan yang begitu luar biasamenyimpan rahasia, Zakaria akhirnya kembali dapat berkata-kata dalam bahasa sehari-hari. Setelah menceritakan apa yangtelah dialaminya kepada al-Isya, sang istri pun dengan penuhkesediaan dan kesetiaan membenarkannya. “Engkau adalah hamba tercinta dari Allah yang senantiasamelaksanakan perintah-Nya. Seorang yang selalu melindungihak-hak anak yatim, yang hidup dengan kesahajaan, sertaberbuat baik terhadap kerabat, tamu, dan musair. Sungguh,apa yang telah diwahyukan kepadamu adalah sesuatu yanghak. Dan diriku telah mendengar, beriman, dan taat denganhal itu.” Betapa mulia diri al-Isya sebagai teman hidup seorangnabi. Gembira dengan penuh luapan kasih sayang Zakariamemandangi kedua mata istrinya yang memancarkankeimanan dan kesetiaan. Mereka pasangan yang baik, sahabatyang mulia, sempurna, dan senantiasa bersyukur kepadaTuhannya. -o0o- hari ketiga, Nabi Zakaria kembali berdoa kepadaAllah. “Duhai Allah, jika bukan sebuah kewajiban yang telahditindihkan di atas pundakku, niscaya diriku tidak akanmencoba berzikir kepada-Mu. Sungguh, diriku tidak mungkinkuat berzikir sesuai dengan keagungan-Mu. Jadi, bagaimanamungkin diriku akan mencoba melakukan hal seperti itu?Sungguh, dapat bertasbih kepada-Mu dengan sebenar-benarnya adalah kemuliaan yang paling agung. SemogaEngkau berkenan melimpahkan nikmat itu, duhai Allah!Dan sungguh, limpahan nikmat agung yang telah Engkauanugerahkan kepada kami tidak lain adalah mengalirkanlafaz-lafaz zikir kepada-Mu dalam lidah kami karena Engkautelah memperkenankan kami bertahmid, tasbih, bermunajat,dan memanjatkan doa ke haribaan-Mu. Sungguh, beribusyukur hamba haturkan ke hadirat-Mu, duhai Allah! DuhaiRabbi, semoga Engkau berkenan menyempurnakan limpahannikmat-Mu atas diri kami. Karuniailah kami anugerah untukselalu dapat mengingat-Mu, baik ketika sendiri maupun dalamkeramaian, saat siang atau malam, terang-terangan maupunsembunyi-sembunyi, dalam kenyamanan maupun kami seorang yang selalu beramal dengan hati yangbersih tanpa mengharapkan apa-apa. Ampunilah segala dosadan kesalahan kami. Janganlah Engkau menimbang kesalahan-kesalahan kami dengan neraca timbangan yang terlalu jeli! Duhai Allah! Para hamba-Mu yang berhati bersih selaluterikat dengan cinta dan kasih-Mu. Sungguh, hati hanya akanmendapati ketenangan dan mencapai kedalaman denganmengingat-Mu. Demikian pula rasa dan nafsu hanya akanmendapati kepuasan, bahkan mencapai kemuliaan, ketika diri-Mu. Engkaulah Zat yang akan membuat setiapmakhluk senantiasa bertasbih di mana pun dan kapan juga yang disembah pada setiap masa. Tidak ada awaldan akhir bagi keberadaan-Mu. Engkaulah Yang Mahaawaldan Mahaakhir. Tuhan yang dipinta dalam setiap bahasa,dalam setiap pujian dan doa. Ya Rabbi! Jika sampai saat ini diriku pernah menyangkaadanya hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakanselain dari berzikir mengingatMu, jika saja diri ini pernahmerasa adanya ketenangan pada hal selain diri-Mu, pernahmencari kedekatan selain dari mendekatkan diri kepada-Mu,pernah menyibukkan diri dari taat kepada-Mu maka sungguhdiri ini bertobat atas semua itu. Sungguh, diri ini tobat serayamemohon ampunan dari sisi-Mu!” Luluh Sang Nabi yang setia dalam linangan air mata... -o0o- Setelah berpuluh-puluh tahun kemudian, al-Isya pun mengandung. Nama bayi yang dikandungnya telah ditetapkan jauhsebelum sang bayi berada dalam kandungan Yahya. -o0o- Lngt pn Bergerk Peristiwa yang terjadi dengan Maryam ikut disaksikanlangit dengan sebuah kejadian yang besar. Para ahli astronomidi Harran menyatakan hal tersebut. Saat itu, langit menunjukkan kejadian luar biasa. Yupitermuncul dari sebelah timur rasi bintang Aries. Pada waktu yangbersamaan, bulan juga berada pada lingkaran rasi bintangAries, yang kemudian bergerak menuju ke arah secara tiba-tiba, Yupiter juga bergerak mengarahke rasi bintang Aries. Setelah menetap selama beberapahari, Yupiter bergerak mendekati bulan. Keadaan seperti itutentu saja menggemparkan. Menurut perhitungan para ahliastronomi, posisi bulan dan Yupiter yang seperti itu akanmenyebabkan tabrakan dahsyat. Kiamat pun bisa terjadi. Sungguh tidak aneh jika mereka merasa khawatir. Apalagi,Matahari dan Saturnus juga secara mengejutkan telah beradapada lingkaran Aries. Namun, saat para ahli astronomi memperkirakan tabrakandahsyat antara bulan dan Yupiter akan terjadi, secara tiba-tiba Yupiter berbalik arah menuju belakang lingkaran bintang sehingga hati para ahli astronomi dipenuhi akhirnya, Yupiter kembali kepada garis edarnya di antaraplanet-planet. Namun, sebuah peristiwa yang dialami ilmuwan mudadari madrasah Harran yang bernama Keldani Urpinasy telahmenimbulkan desas-desus dan gunjingan di saat Yupiter mengalami pergerakan kembali pada garisedarnya, Urpinasy bersama dengan sahabatnya dari Arab yangbernama Ismail Alawi dan Efridun Hurmuzi yang dari Persiasedang menggambar peta angkasa. Entah apa yang telahterjadi, kedua mata Urpinasy tiba-tiba buta. Meski seorangdokter bernama Revaha Nejrani telah menyampaikan bahwakebutaan itu bersifat sementara, gosip dan gunjingan tetapmenyebar ke mana-mana. Para guru dari madrasah ilmu astronomi berkata bahwakejadian itu adalah bentuk hukuman akibat melampaui batassaat ingin mengetahui sesuatu. Wajarlah jika ilmuwan mudaitu mendapatkan kutukan dari roh jahat. Sementara itu, para ustaz yang berpegang teguh padaitikad dan keimanan yang hanif menyatakan bahwa hanyaAllah yang menjadi satu-satunya penguasa untuk memberikanhukuman, sedangkan setiap makhluk, seperti roh jahat, samasekali tidak memiliki kewenangan menghukum. Lebih dari itu,melihat kejadian luar biasa di angkasa dan juga peristiwa yangdialami Urpinasy, mereka yakin bahwa semua itu merupakantanda-tanda hari kiamat telah semakin dekat. Bukankah memang demikian? Ilmu sudah tidak lagi dihargai, kemaksiatan dan dosamerajalela, serta orang-orang suci dan tidak bersalah diusirdengan paksa dari tanah kelahirannya. Bahkan, para nabi menyeru dan membimbing umat manusia kepada jalankebenaran pun mereka bunuh. Semua kejadian itu telahmembuat seorang ustaz bernama Berra bin Urkusyi yang telahberusia seratus tahun lebih menyendiri atau beruzlah di balikjeruji besi. Sungguh, semua tanda itu telah menggambarkanhari kiamat semakin dekat, mungkin tinggal beberapa saat lagi. Di sisi lain, Ismail Alawi, Efridun Hurmuzi, dan Urpinasysangat tahu bahwa yang membuat mata mereka buta karenaterkena cahaya menyilaukan adalah pergerakan bintangberekor. Menurut Alawi, sesuai dengan kisah Arab kuno, bintangberekor itu dinamakan Bintang Betlehem meski seorang kepalamadrasah ilmu astronomi bernama Hezarfen Taki Rafeti yangterkenal skeptis telah menolak mentah-mentah pendapat inikarena dapat mengganjal upaya-upaya penelitian akademis. Hurmuzi kemudian mengingatkan perihal ujian lisandi bulan depan sehingga menyarankan sahabatnya tidakpernah menyinggung tentang cerita-cerita kuno. Hal itudapat membuat para ustaz yang menguji tes lisan naik Alawi pun setuju sehingga cerita kuno tentang bintangBetlehem hanya menjadi rahasia di antara mereka bertiga. Meski buta sementara yang diderita Urpinasy telahsembuh, pengaruh khayalan selama sakit tidak juga kunjunglenyap dari angan-angannya. Selama sakit, Urpinasymendengar seruan tentang kedatangan seorang raja yangdapat menyembuhkan orang-orang sakit, memulihkan orangbuta, menyembuhkan kusta, hingga kemudian dirinya akandiangkat ke langit. Ia juga mendengar bahwa dirinya harusmengikuti pergerakan bintang berekor itu ke arah Betlehemuntuk mengikuti jejak sang raja. menyelesaikan ujian akhir tahun, ketiga pemudaitu memutuskan mengikuti jejak bintang berekor itu. Merekamenghadap para ustaz di madrasah ilmu astronomi danmeminta izin mengadakan perjalanan ke arah Suriah untukmengunjungi saudaranya. “Kita semua harus menyuguhkan dalil berupa hadiahkepada sang raja yang ditunjukkan bintang ekor itu,” kataUrpinasy. Ini adalah adat, kebiasaan kuno yang sangat pentingdalam kelahirannya di tempat para penyembah api. Teman-temannya yang lain juga menerima pemikirannya ini. Salingmemberikan hadiah adalah hal mulia. Sesuai dengan mimpi Urpinasy Hurmuz Efridun akan memberikan emasnya’; UrpinasyHovhannes membawa tanaman murrusafi; dan Ismail Alawimengajukan kendir untuk diberikan kepada raja yang akandilahirkan sebagai sebuah dalil dan penghormatan. Hurmuz berkata, “Karena dia adalah tuan bagi semuamanusia, seorang yang paling terkemuka dan mulia, aku akanmemberikan hadiah yang paling mulia pula, yaitu emas.” Tak ketinggalan, Urpinasy berkata “Karena sang raja iniakan menyembuhkan banyak orang sakit, memulihkan kembalipenglihatan orang buta, aku memilih tanaman murrusafi yangmengandung banyak khasiat dan cepat menyembuhkan sebagai dalil dariku.” Ismail Alawi menambahkan, “Karena sang raja akandiangkat ke langit, aku akan memberikan hadiah berupakandir, yang ketika dibakar asapnya paling cepat terangkat kelangit.” raja yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Isa . Mereka tidak tahu dan hanya sebatas mengejar rasa ingintahu. Mereka terus berjalan menyusuri arah bintang yangmereka amati dengan teropong. Setelah tiga bulan kemudian,mereka telah sampai ke kota al-Qudds. Pakaian dan logat bicara yang sangat berbeda membuatsemua orang memerhatikan mereka. Lebih-lebih, merekaberdialog menggunakan bahasa Latin. Tak pelak, para penjagakeamanan langsung membawa mereka ke hadapan sang rajauntuk memastikan kemungkinan mereka adalah utusan rajadari Roma. Kini, mereka telah berada di depan penguasa al-Quds,yaitu Raja Herodes. “Yang mulia. Kami adalah ahli astronomi yang datang kekota Anda dari Harran dengan melewati Damaskus. Kamisedang mengikuti arah pergerakan bintang berekor. Orang-orang Arab menamakannya bintang Betlehem. Sesuai dengankitab suci yang kami pelajari di madrasah Harran dan jugadari kitab suci yang diyakini karya Nabi Danial, pada masayang dekat akan lahir raja yang memiliki kelebihan ruhaniluar biasa. Kedatangan kami ke sini adalah untuk mencarijejak raja itu,” kata Efridin Hurmuzi mengawali diplomasinyadengan keulungan gaya Persia. menyimak penuturan itu, perhatian sang rajatertuju kepada Zakaria  dan keluarganya. Selama ini,Zakaria dianggap masyarakat sebagai nabi dari kaum BaniIsrail. Dalam diri dan keluarganya sering terdengar hal-halluar biasa yang mendekati apa yang telah disampaikan paraahli astronomi itu. Sang raja pun tak luput dari ingin memanfaatkan para pemuda ahli astronomi itu untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan mengusut keberadaan seorang bayi yang disebut-sebut akan lahir sebagai raja itu. Herodes berencana secepat mungkin mengakhiri nyawabayi itu. Herodes lalu menerima dan menyambut ketiga pemudaahli astronomi itu dengan baik. Ia berharap mereka dapatsegera menunjukkan jejak seorang bayi yang nantinya akanmenjadi lawan posisinya sebagai seorang raja. “Silakan makan dan minum sepuasnya. Anda sekalianadalah tamuku,” kata Herodes. “Jika nanti kalian telah menemukan sang raja yangdimaksud, segera beritahuku sehingga kami dapat segeramemberikan penghormatan dan pengabdian yang semestinyadilakukan. Dengan demikian, rakyat kami dapat mengambilmanfaat dari keahlian dan ilmu Anda sekalian.” Setelah bicara untuk beberapa lama, Herodes segerakembali ke dalam ruangannya tanpa sedikit pun ikut makan. ahli astronomi itu memang diberikan kebebasanseluas-luasnya untuk mengadakan perjalanan dan penelitiantanpa mengalami sedikit pun hambatan dan larangan. Namun,di balik semua itu, tanpa mereka sadari, sang raja juga telahmenyebar mata-mata untuk selalu mengikuti setiap gerakanmereka. -o0o- nugerah uar Bisa Dalam waktu yang singkat, Maryam telah memikat hatisetiap orang. Ketakwaan dan doa-doa yang senantiasa iapanjatkan telah menebar kasih sayang kepada semua malam Maryam mengunjungi orang-orang yangmenderita sakit untuk berbagi penderitaan bersama denganmereka. Maryam menyeka kening mereka dengan kain yangdibasahi air hangat dan tak lupa mendoakan yatim juga selalu menunggu-nunggu kedatanganMaryam. Mereka akan saling berebut memegangi tangannyadan tidur di atas pangkuannya. Maryam juga sangat mencintaimereka. Maryam akan membelai dan menyisiri rambutmereka, membasuh muka mereka, serta berbagi segala yang iamiliki, seperti roti kering maupun setandan anggur. Maryamseakan-akan menjadi seorang perawat bagi masyarakat miskindan lemah. Ia selalu mendatangi rumah setiap orang yangmembutuhkan ketenangan jiwanya yang begitu luas. tinggal di dalam mihrab, Maryam selalu mendapatkan berbagai anugerah luar biasa. Ia kerap mendengar suara-suara, yang tak lain adalah suara malaikat yang sedang berbicara dengan Maryam untuk menyampaikan perintah Allah. Nabi Zakaria juga seorang yang sering mendengar suaraseperti itu. Perbedaannya, karena Zakaria seorang nabi,malaikat dapat berbicara dengan wujud seorang manusia,sementara Maryam hanya mendengar suara. KemampuanMaryam mendengar suara para malaikat inilah telahmenjadikan dirinya dijuluki Muhaddasa. Para rasul dan nabi mampu melihat malaikat yangmembawa wahyu atau bermimpi bersama para malaikat yangmembawa wahyu. Sementara itu, para muhaddasa mampumendengar suara para malaikat yang membawakan wahyukepadanya. Suara itu berkata seperti demikian... “Wahai Maryam! Allah telah memilihmu.” Suara ini terdengar semakin menggema memenuhi mihrabtempat Maryam berada. “Allah telah memilihmu, dengan menciptakanmu begitusuci. Ia telah memilihmu di antara semua wanita di dunia!” “Wahai Maryam. Taatlah kepada Tuhanmu.” “Sujud dan hormatlah kepada Tuhanmu!” “Terhadap orang-orang yang rukuk kepada-Nya, ikutlahkamu rukuk.” ini kian hari kian menggema. Cahaya nuraniyang dipancarkannya memenuhi seisi mihrab. Setiap kalimenggema, suara itu memantul begitu harmonis ke arahdinding-dinding mihrab sehingga menjadikan hati Maryamhanyut dalam perasaan yang begitu lain. Sebuah perasaan yangbelum pernah dirasakan sebelumnya. Karena itu, dalam diriMaryam muncul keringanan untuk segera melaksanakan apasaja yang diperintahkan wahyu itu dengan penuh semangatdan penghambaan. Peristiwa yang dialaminya pada akhir-akhir ini telahmembuat Maryam semakin rajin beribadah. Maryam makinberlama-lama diri, rukuk, dan sujud dalam salat sehinggapergelangan kakinya mulai bengkak. Anehnya, ia sendiri tidakmerasakan kelelahan sama sekali. Sering Maryam tidak bangkit dari sujud sampai berjam-jam. Seolah-olah kening Maryam semakin luas, meninggi menggapai percikan cahaya Ilahi. Kening Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Kedua tangan Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Adalah tanda awal dari seorang anak yang dikurbankankepada Tuhannya... Demikianlah kening dan tangan Maryam menjadi begituterang bercahaya karena terus bersujud. Dalam perintah “Terhadap orang-orang yang rukuk kepadaTuhannya, engkau juga ikut rukuk”, Maryam memahami kalaudirinya harus ikut berdoa dan mendirikan salat dengan paraalim di Baitul Maqdis. menjelang Hari Raya Mawar, dengan sembunyi-sembunyi Maryam ikut salat bersama dengan para berada di barisan paling belakang di kubah Sahra perintah wahyu yang ia dengarkan, keinginanMaryam semata-mata hanya untuk dapat rukuk dan sujudbersama dengan para alim. “Sujud bersama dengan orang-orang yang sujud....” Namun, sesuai dengan perintah para rahib Baitul Maqdis,wanita dilarang memasuki kubah Sahra Suci yang terletakdi sebelah timur tempat amanah-amanah suci masuk, mendekat saja kaum wanita dilarangkeras. Dengan perintah Ilahi, Maryam telah mendirikan salatberjamaah di Kubah Suci itu seraya mengakhiri larangan danhal yang dianggap tabu oleh peraturan selama ini. Para rahib yang melihat Maryam berada di sana menjadimarah besar. Mereka dengan tega mengusir dan menyiksaMaryam dengan tindakan yang sangat kejam. Maryam telah diputuskan menerima hukuman yangberat. Semua orang yang tidak terima dengan apa yangdilakukannya ini telah meminta agar hukuman yang diberikanadalah mati. Begitu mendengar keributan, Zakaria  langsung berlarimenuju tempat para rahib berkumpul untuk memutuskanperkara. Saat Nabi Zakaria menyampaikan bahwa Maryamtelah mendengar suara yang telah memerintahkannya untukberibadah secara berjamaah, kemarahan dan penghinaansemakin bertambah. Mungkinkah seorang wanita, apalagi masih bocah,mendengarkan suara dari Ilahi? Mungkinkah ia mendapatkanwahyu dari Allah? Mungkinkah malaikat memberikan ilhamkepadanya? Mungkinkah semua ini terjadi? Ketika ada begitubanyak orang yang telah mengabdikan seluruh hidupnyadi jalan Allah sampai rambut janggutnya memutih semua,bagaimana mungkin malaikat memberikan wahyu kepadaseorang bocah? Belum cukupkah Zakaria yang menyatakandirinya sebagai nabi sampai-sampai Maryam juga menerimawahyu? Keributan semakin meluas. Semua orang bicara dengannada keras penuh kemarahan, seolah-olah sudah tidak kenalkata ampun lagi. “Apakah engkau sadar dengan apa yang engkau ucapkanwahai Zakaria? Mungkinkah Allah berirman kepadawanita?” “Apakah kamu sekarang ingin menyatakan persamaanantara wanita dan laki-laki, wahai Zakaria?” “Bukankah engkau mengetahui syariat Musa  wahaiZakaria?” “Bagaimana engkau bisa lupa bahwa dalam syariat Musawanita dilarang memasuki Kubah Suci?” “Sungguh, engkau adalah orang yang telah keluar darisyariat. Hukuman yang layak bagimu adalah mati.” Demikianlah mereka menghina dan mengancam Zakaria. “Semua ini,” kata Nabi Zakaria “adalah syariat milik kaliandan bukan syariat Musa !” “Tapi... syariat ini telah selama bertahun-tahun menyatukankita dan mengatur kehidupan kita!” sergah Mosye “Syariat kamu sekalian telah jatuh untuk berbuatkezaliman,” lanjut Zakaria. saja kalian berkata syariat. Padahal, yang seharusnyaadalah melihat hati kalian, wahai saudara dan para putrapamanku. Sungguh hati, kalian sudah berkarat, sudah tidakada lagi rasa belas kasihan dan iba. Kita saksikan rakyat beradadalam kemiskinan, kelaparan, sakit, dan menderita bebanpajak yang begitu berat. Coba sekarang tolong kalian katakan,di mana syariat yang kalian sebut-sebutkan itu? Denganmengatasnamakan syariat, kalian mengumpulkan harta darikurban dan persembahan. Namun, apa yang kalian lakukanselain hanya menyalakan perapian suci? Inikah yang kaliansemua sebut-sebut sebagai syariat? Padahal, tidakkah Yahovatelah berkata dalam Taurat? Aku mencintai kasih sayangdan kedekatan, bukan daging kurban. Aku menginginkanmuagar mengenal Allah bukan bagaimana memegang api oborperibadatan.’ Lalu, sekarang apa yang telah terjadi dengan hatikalian? Tidakkah kalian mendengar apa yang telah Yahovakatakan? Aku menginginkan masyarakat yang kesadaranmereka senantiasa mengalir di dalam jiwa sebagaimana airmengalir. Keadilan mengalir seperti aliran sungai yang tidakpernah mengering.’ Anak-anak yatim dan para wanita janda terpaksa harusmeminta-minta untuk dapat mengisi perut mereka. Kaumfakir miskin tidak mampu mendapatkan pakaian. Sampai,orang-orang telah mulai meninggalkan al-Quds untuk mencaridaerah yang dapat memayungi kehidupan mereka dengankeadilan. Namun, kalian masih juga menikmati kehidupanyang penuh dengan kenyamanan serta terus mendakwahkansyariat. Sungguh, aku khawatir sekali dengan jiwa kasih sayangyang telah hilang dari dalam jiwa kalian. Dan sungguh, kaliantelah merugikan diri kalian sendiri.” Baitul Maqdis masih bergema dalam seruan lantangNabi Zakaria. Namun, hati mereka membisu dan tuli sebagaimana bisudan tulinya bebatuan. Bahkan, mereka telah meminta Maryamdan Zakaria dihukum dengan kematian... Dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin Maryamakan tetap bertahan di Baitul Maqdis? -o0o- Trn kpada Marym Tirai Ketika mulai tumbuh dewasa, Maryam menyelimutiseisi mihrabnya dengan tirai. Tirai itu pula yang membatasiZakaria  dan Yusuf sang tukang kayu saat berkunjung danberbicara dengannya. Padahal, sewaktu kecil, Maryam selalu menantikankedatangan Yusuf. Tukang kayu itu kerap membawakanmainan dari tempurung kemiri yang dicat warna-warnioleh Merzangus. Bahkan, Yusuf juga membawakan anakkucing atau burung yang menjadi kesukaan Maryam. Ia akanmenyimpannya rapat-rapat di dalam keranjang untuk dibawake dalam mihrab. Bersama dengan Maryam, Yusuf membawakan kendiuntuk diisi air pancuran dari pelataran masjid. Yusuf jugasering membawakan mainan berbentuk mahkota yang terbuatdari rangkaian bunga kering atau rajutan benang. Tidakpernah Yusuf datang ke mihrab tanpa membawa sesuatu yangdapat mengambil hati Maryam. tirai itu menyelimuti seluruh ruangannya, terbesitdalam benak Yusuf bahwa Maryam telah menginjak usiaremaja. Ini bukan semata-mata tirai. Ini juga menunjukkanperjalanan rohaniah Maryam yang membedakannya denganmanusia lain untuk lebih mendekatkan diri kepada kuat penghambaan Maryam, semakin terpisah jauhdari himpitan-himpitan benda dan segala yang berbau pun mampu menyusup dan lolos darinya. Maryam adalah seorang yang berlari kepada Allah. Bagi manusia umum, tirai tampak sebagai sebuahpenghalang. Bagi Maryam, ia adalah sebuah jalan, tataranyang akan mengantarkannya kepada ketinggian kedudukanyang lebih mulia. Maryam adalah pejalan yang telah mengarungi perjalanan menuju Allah. Tirai adalah isyarat bagi manusia yang berada dibelakangnya. Ia ibarat lentera, cahaya penunjuk jalan. Tirainyaadalah isyarat bagi Maryam. Tapak kedua kakinya adalahtanda penunjuk jalan bagi setiap manusia yang akan mengikutijejak di belakangnya. Laksana sebuah mercusuar cahaya yangmemberi petunjuk arah bagi kapal yang sedang mengarungilautan kelam. Begitulah tirai Maryam. Ia akan menunjukkanjalan bagi setiap pejalan Rabbani, pemberi tanda bagi arah dantujuannya. Dan tirai adalah busana, hijab, bagi Maryam. busana yang memberi tanda seorang Maryam. Tandaakan jalan yang dilaluinya, tanda ketakwaannya. Tirai bukansebuah penghalang. Ia adalah papan petunjuk. Pedoman yangmemberikan pemahaman, saran, dan anjuran mengenai lika-liku dan kesulitan sebuah perjalanan. Demikianlah arti tirai Maryam adalah seorang pemalu. Semakin tirai di depannya tergelar, dirinya akan semakin berselimut dengan tirai baru di belakangnya. Semakin ia mendekatkan diri kepada Sang Kekasih,semakin semangat dirinya dalam khusyuk yang membuai,tersungkur dalam sujud, bersimpuh dalam penghambaan, maludalam limpahan kelembutan yang tercurah dari dalam buaian rahasia Ilahi yang diperuntukkan baginyasehingga menutupi diri seperti dekapan erat seorang ibukepada bayinya. Semakin menyelimuti diri, Maryam semakinterbuai dalam kekhusyukan penghambaan. Lewat tirai itulah Maryam menapaki tatarannya,terpelihara dan terjaga dirinya dalam kemuliaan. Inilah dasaryang akan menyangga kehidupan yang akan dipikulnya dimasa datang. Tirai Maryam bukan sebuah penghalang. Ia hadir demisemangat kekhusyukannya yang ingin mengutarakan isi seorang yang begitu memelihara dan melindungisegala yang ada pada dirinya. Sosok yang mengejawantahkandirinya di balik tirai. Seakan-akan tirai itu memelas hati dengan mengatakan Mohon lepaskanlah diriku,jangan engkau sentuh aku, janganlah halangi langkahku.’ Tirai Maryam juga sebuah ijazah, tanda kelulusan dalampendidikan kehidupannya, karena tirai itu menunjukkankesempurnaannya. Tirai yang menyelimuti Maryam ini di kemudian hari telahmenjadi risalah, wasiat berhijab bagi kaum wanita ahli para muwahhidah adalah tanda bagi hijab yangdikenakan Maryam. Hijab adalah kaum hawa, isyarat yang menjadikan merekaseperti Maryam. Dan hijab Maryam adalah kehormatan. Bahkan, Zakaria  dan juga Yusuf sang tukang kayumemahami hijab itu sebagai benteng kokoh lagi perkasa saatmelihatnya. Maryam adalah bendera tauhid, yang mengibarkan panjikehormatan dengan berhijab memasuki mihrab. Maryam telah menginjak dewasa. Maryam telah memasuki alam barzakh dunia baru... Tirai tipis yang melintang membatasi masa kecil denganusia dewasanya. Hijab yang menjadi tanda kedalaman alambarzakh ini sudah bukan lagi sebatas tabir, melainkan hijabnyadan perangainya yang baru, adalah pembiasan dari kedalamanrohaninya. Tirai hijab Maryam adalah penyimpan, pembungkus,sebagaimana ia juga merupakan penguak dan pengingat akanapa yang terkandung dalam rohaninya. dan hijab Maryam ibarat cangkang bagi yang menutup diri serapat-rapatnya setelah meneguk air hujan di bulan April. Perjuangan, pengorbanan doa, dan penghambaanyang dengan tetesan air hujan yang sama akan melahirkanmutiara. Tirai dan hijab Maryam laksana sayap yang telah siapterbang, mengepak penuh dengan kencang. Tirai inilah yangmenyiapkan Maryam kepada Jibril. Jibrillah yang mengepakkan sayapnya kepada Maryam,sementara Maryam kepada lalu dia memasang tabir yang melindunginya dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang Dia Maryam berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.”19. Dia Jibril berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu, seorang anak laki-laki yang suci.”20. Dia Maryam berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah orang laki-laki yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” Dia Jibril berkata, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda kebesaran bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang sudah diputuskan.” Maryam [19] 17-21 Agar tidak merasa takut dan memahami apa yangdiwahyukan, malaikat diturunkan kepadanya dalam wujudmanusia. Kesamaan dimensi sebagai manusia tentu akanmempermudah Maryam sehingga mereka berbicara dalambahasa yang dimengerti. Malaikat Jibril juga guru yang sempurna sebagaimanahalnya sebagai malaikat yang menurunkan wahyu. Denganperkataan yang penuh hikmah dan tutur kata yang sopan,Jibril telah menjadi guru besar dan pendukung Maryam dalammemikul tugas yang ditumpukan kepadanya al-Baqarah[2] 87. Setelah penyampaian wahyu selesai, Maryam merasakanembusan sampai ke bulu kuduknya. Hawa dingin terasa disekujur tubuhnya. Hati Maryam dipenuhi perasaan khawatir saatmalaikat menampakkan dirinya dalam wujud pemuda yang begitu tampan. Embusan hawa ketenangan pun akhirnya merasuk kedalam jiwanya sebagai kuasa Ilahi yang telah membuatMaryam rela kepada takdirnya. -o0o- Yusuf sang tukang kayu menyapu di sekitar mihrab, iamelihat bayangan Maryam di balik tirai yang kian hari berubah-ubah. Ia pun mencoba untuk tidak memerhatikannya. Dan lagi, ketika suatu hari Yusuf hendak menyalakanlentera untuk membersihkan sekitar mihrab, bayangantampak dari balik tirai Maryam yang sedang terbaring. Saatitu, ia memerhatikan keadaan tubuh Maryam yang terlihatseperti seorang ibu yang sedang mengandung. Yusuf tergetarmenyaksikan hal itu. Lentera yang ada di tangannya punterjatuh. Suara itu membuat Maryam kaget. Namun, begitu melihatYusuf sedang bersih-bersih, Maryam pun menyapanya. Saatitu, suara Yusuf tidak seperti biasa, seolah-olah bukanlahsosok yang dikenal Maryam. Basah kuyup sekujur tubuh Yusuf oleh keringat dingin. “Pasti setan telah mengembuskan desas-desus yang aku lihat tadi tentu hanya sebuah khayalan,” demikiankata Yusuf pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seorang Maryam dapat hamil?Bukankah mihrabnya telah dikunci berlapis tujuh? “Tidak... tidak mungkin hal itu terjadi!” kata Yusufmeyakinkan diri. Meski demikian, penglihatannya seperti tidak mau percayapada kata hatinya. “Tidakkah matamu benar-benar melihat bahwa diahamil?” “Tidak... tidak mungkin!” kata hatinya, kembali meyakinkandiri. “Maryam adalah seorang suci. Dia hamba yang secarakhusus telah dipilih oleh Allah.” Yusuf pun menunduk sekali lagi untuk mengambil lenterayang terjatuh. benar!” kata Yusuf di dalam hati. Ternyata benar, pandangan matanya tidak menipu. Iamelihat tubuh Maryam seperti seorang hamil yang sedangmemegang tasbihnya dan berzikir. “Tapi.... Bukankah dirinya selalu melewatkan siang danmalam hanya untuk beribadah kepada Allah? Tidak! Tidak!Tidak” Yusuf pun kaget dan bingung. Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Ia pun tidak kuasa menahan diri untuk tidak bertanyakepada Maryam. “Wahai Maryam. Aku ingin bertanya kepadamu tentangsuatu hal apakah kamu sedang luang?” “Tentu saja. Semoga saja aku bisa menjawab apa yang akankamu tanyakan.” Tetap terjaga. Keduanya bersimpuh mengindahkan tata krama dalamruangan yang berbeda, di antara tirai tipis namun begitukokoh membatasi. Luaplah keduanya dalam linangan air mata saat yang satubertanya dan yang satu menjawabnya. “Wahai Maryam! Mohon katakan kepadaku, mungkinkahpohon dapat tumbuh tanpa benihnya?” Maryam memahami apa yang dimaksud oleh pertanyaanitu. “Mungkin...,” jawab Maryam dalam tangis. Kali ini, Yusuf pun ikut luap dalam tangis seraya bertanyakembali, “Bagaimana mungkin?” “Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah menciptakanmakhluk yang pertama tanpa benih. Persemaiannya tanpabenih dan begitu pula benihnya tanpa persemaian. Tidakkahengkau juga mengetahui hal ini? Namun, jika engkau masih dalam pertanyaan, jika saja benih tidak dijadikan oleh-Nya, Ia pun tidak mensyaratkan persemaian.” “Sungguh, diriku berlindung kepada Allah dari berkatayang demikian. Namun mohon katakan, mungkinkah pohondapat tumbuh tanpa siraman air, tanpa curahan hujan?” Kembali Maryam tertegun menelan ludah.... “Ah, Yusuf.... Benih diturunkan dari tumbuhan yangdiciptakan pertama kali oleh-Nya tanpa benih. Lebih dari itu,biar menjadi ingatanmu bahwa Allah pertama kali menciptatumbuhan tanpa curahan hujan. Kemudian, setelah terjadipenciptaan seperti ini, Allah pun menjadikan hujan sebagaisyarat tumbuh pepohonan. Dalam keadaan seperti ini,akankah engkau menyatakan, jika saja tiada hujan, kuasakahAllah menciptakan pepohonan?” Maryam menuturkan semua ini dalam kata-kata dari dalamjiwanya yang penuh dengan kepedihan. Apa yang telah terjadikepadanya adalah suatu kejadian yang tidak pernah diujikankepada seorang wanita mana pun di dunia. Ia mengandungseorang bayi tak berayah. “Hasya...,” kata Yusuf. Setelah beberapa saat, Yusuf pun mencobamenyembunyikan tangisnya. “Diriku berlindung kepada Allah dari berkata yangdemikian. Dan sungguh, diriku sangat takut melukaiperasaanmu. Namun, seperti inilah keadaanku yang tetap jugatidak paham. Memang, apa yang terlihat oleh mata tidak bisadicerna oleh hati ini. Mohon berkenan menjelaskan kembalikepadaku mungkinkah seorang bayi ada tanpa ayah?” Inilah pertanyaan yang dinantikan. Maryam menepukkantangannya ke ulu hatinya dalam-dalam dengan penuhkepedihan. Akhirnya, pertanyaan pahit yang dinanti-nantikanpun datang. kepedihan itu Maryam menata diri untuk tetapteguh dan tegar. “Bukankah engkau tahu bagaimana Allah telah menciptaNabi Adam, wahai Yusuf? Lalu, bagaimana dengan IbundaHawa? Allah yang Mahakuasa untuk menciptakan merekatanpa seorang ayah dan tanpa seorang ibu. Sungguh Dia kuasamenciptakan segala sesuatu hanya dengan memerintahkanjadi’ maka jadilah. Ataukah engkau tidak meyakini hal yangseperti ini?” Kembali Yusuf berkata, “Hasya....” “Mungkinkah diriku tidak beriman dengan hal ini?Namun, mohon Anda bercerita tentang keadaan diri Anda,wahai Maryam!” pinta Yusuf dengan begitu pedih menahanguncangan dahsyat dalam perasaan khawatir seraya bersimpuherat-erat dalam tata krama seolah-olah dirinya tertindih besiberat di atas punggung dan pangkuannya.. Dan Maryam pun berkata, “Allah telah memberi kabargembira kepadaku seorang Kalamullah yang menyandangsanjungan al-Masih, bernama Isa, sebagai putra Maryam. Diadalah seorang hamba yang senantiasa dimuliakan di duniadan juga di akhirat. Yang dimuliakan dengan ketaatan kepada-Nya. Demikianlah, wahai Yusuf. Segala apa yang telah terjadikepadaku adalah atas perintah Allah sebagai rangkaian takdir-Nya. Sekarang terserah, engkau boleh mengadili keadaandiriku dan bayi yang telah berada dalam kandunganku.” “Mengadili diri Anda? Tidakkah Anda juga tahu bahwadiriku telah mengabdikan hidup ini untuk selalu membantuAnda? Anda akan selalu mendapati diriku sebagai seorang yangsenantiasa mengorbankan diri untuk melindungi dan menjagakeamanan Anda. Bukankah Anda pula yang mendapati diri iniselalu menjadi pendukung dan juga pengabdi dalam perjalanan Sungguh, pada hari-hari penuh dengan ujian berat ini,diriku juga akan senantiasa mengabdi dan menyimpan rahasiaAnda.” Malam itu, Yusuf sang tukang kayu sama sekali tidakmembuka mulut kepada siapa pun. Namun, Nabi Zakariayang senantiasa mengasihi Yusuf seperti putra kandungnyasendiri mendapatinya tidak bicara dan paham bahwa telahterjadi sesuatu. Untuk itu, setelah makan, Nabi Zakariamemanggilnya untuk suatu urusan penulisan kitab. Saatitu, Yusuf sama sekali tertunduk, tidak pernah mengangkatpandangannya. Ia tidak bisa fokus pada tugas yang sedangdiberikan kepadanya. Sampai-sampai, Yusuf menumpahkantinta karena pena yang ia pegang tidak tercelupkan tepat padabotol tintanya. Nabi Zakaria pun angkat bicara. “Wahai anakku, apa yang sebenarnya telah terjadi?Permasalahan apakah yang telah sedemikian membuatmuterbebani seperti ini?” “Tidak ada apa-apa, wahai Paman. Saya hanya terlalulelah.” “Namun, hal ini masih juga selalu seperti ini sejak engkaukeluar dari mihrab. Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Mendapati pertanyaan seperti itu, Yusuf tidak kuasamenahan tangis seraya menceritakan satu per satu apa yangtelah dapati di dalam mihrab kepada nabi yang juga pamannyaitu. Sejak saat itu, ia menuturkan keinginannya tidak lagimengabdi di dalam mihrab. Ia takut masyarakat akanmemitnahnya. Yusuf pun memohon izin kepada pamannyauntuk menjauh ke suatu tempat. Nabi Zakaria sangat tahu pengabdian tulus Yusuf kepadaMaryam. Bahkan, sebagian masyarakat juga ada yangberpendapat mengenai kecocokan Yusuf dengan Maryam. pemuda ini sudah bertunangan,” demikian katamasyarakat. “Ah... masa muda,” kata Nabi Zakaria. “Coba dengarkan apa yang telah disampaikan Yusuf,”kata Nabi Zakaria memanggil istrinya untuk datang keruangannya. Al-Isya yang sedang dalam kandungan tua dan telahmenunggu hari-hari kelahiran putranya dengan perlahanmendekat ke ruangan kemudian duduk bersandar padadinding pintu. “Puji dan salam kepada Zat yang telah melimpahkananugerah ke dalam kandungan ini. Sungguh, Maryam adalahseorang yang suci dan ahli zuhud. Bayi yang telah dititahkanAllah dengan nama Yahya dalam kandungan ini selama tigabulan berucap salam kepada bayi yang saat ini berada dalamkandungan Maryam. Inilah yang diriku rasakan. Sungguh,hal ini telah membenarkan berita yang engkau ceritakanwahai Yusuf. Semua ini semata-mata atas kehendak Mahakuasa untuk menciptakan seorang manusiatanpa ayah dan ibu. Zat yang telah menciptakan Nabi Adampasti memiliki kuasa menciptakan bayi yang akan lahir darikandungan Maryam.” “Demikianlah seorang wanita saudara Harun . Sungguh,betapa dia selalu bertutur kata mulia lagi pintar dalam kata-katanya,” kata Nabi Zakaria. “Untuk sementara, biarlah berita ini terjaga kerahasiaannyadi dalam rumah ini dan jangan sampai ke luar dari rumah Allah senantiasa menjadi wakil dan penolong kitasemua,” tambah Nabi Zakaria. -o0o- Nabiyulah Yahya Lair Begitu al-Isya merasakan sakit, Merzangus langsung berlarimemanggil Tujuh Dukun Bayi terdekat di kota al-Quds. Orang pun beramai-ramai memadati halaman depanrumah, taman, dan kebun zaitun. Mereka hendak menjadisaksi akan mukjizat berita gembira yang telah disampaikankepada seorang nabi di akhir usianya. Saat itu, Ham, Sam, dan Yafes juga ikut menjadi saksidengan membawa daun siklamen dari Kampung Rempah-Rempah yang dipercaya dapat membantu proses kelahirandengan cara direbus dan diminum airnya. Doa-doa dan puji-pujian yang dipanjatkan para tamu ikutmenciptakan suasana tegang saat-saat menunggu kelahiransang bayi. Nabi Zakaria memang terkenal dengan ketekunandalam berzikir. Hatinya begitu bersih dengan selalu berizikirkepada Allah. Ia yakin bahwa hanya dengan berzikir hatimenjadi tenang. Dalam suasana yang cukup menegangkanini, ia masih juga berseru kepada kaumnya, “Perbanyaklahberzikir kepada Allah, perbanyaklah zikir. Ingatkanlah hatikalian.” Lalu, datanglah saat-saat yang dinanti. Benih Nabi Yahyayang ditanam ke dalam rahim ibundanya kini telah lahir kedunia. seorang nabi dan putra nabi yang disanjung dengankebaikan. Demikianlah seorang bayi yang baru saja dilahirkan.“Ya Yahya, bersikap baiklah kepada ayah dan ibumu. Diabukanlah seorang yang membangkang. Semenjak dilahirkan,saat kematian, dan saat kebangkitan dari alam kubur, salamterucap untuknya.” Banyak sekali kisah yang menuturkan Nabi Yahya sebagaiseorang yang memiliki keutamaan dengan telah dikabarkandalam berita gembira seperti berikut.“Setiap anak Adam akan kembali kepada Allah dengandosa yang telah diperbuatnya. Dalam keadaan seperti ini, jika Allah menginginkan, Ia akan mengazab atau memberi rahmat kepada hamba tersebut, kecuali Nabi Yahya, putra Nabi Zakaria.” Demikianlah kemuliaan Nabi Yahya. Dia adalah nabiterpilih yang sejak kecil memiliki akhlak mulia dan sikapdewasa. Ketika anak-anak sebayanya sibuk bermain, Yahyakecil selalu menyampaikan kepada mereka kalau duniabukan tempat untuk bermain, seraya mengajak teman-temansebayanya untuk berdoa dan berzikir. Atas perilakunyayang seperti itu, Alquran pun menerangkan “Wahai Yahya!Berpegang teguhlah kepada kitab Allah dengan sekuat dia masih kecil pun Kami telah memberikan ilmu danhikmah kepadanya.” -o0o- Sift-Sift Yahya  Yahya adalah saudara sepupu Maryam. Putra dari itu, Isa adalah cucu dari kakak ibundanya. Yahyaadalah salah satu dari tiga orang yang diberitakan sebagaiberita gembira. Yang pertama adalah Ishak, putra Ibrahim ,yang kedua adalah Maryam, dan yang ketiga adalah Yahya,putra Zakaria . Mereka lahir di saat sang bunda telahberusia lanjut sebagai berita gembira yang dikabarkan olehAllah. Semoga salam dan kesejahteraan dari Allah senantiasaterlimpah atas mereka. Mengenai Nabi Yahya.... Dia adalah seorang sayyid... Seorang yang tidak pernah marah, tidak pula suka tergesa-gesa Qatadah Berakhlak mulia Dahhak Hamba yang bertakwa Salim  Seorang yang mulia Ibn Zaid Seorang alim, fakih Ibn Musayyab Seorang yang tidak memiliki sifat hasud Sawri Hamba yang selalu rela dengan ketetapan Allah Ahmadbin Asim Seorang yang taat, mulia dari teman-teman sebayanyaHalil  tawakal Abu Bakrinil Warrak Yang memiliki cita-cita mulia Tirmizi Dermawan, selalu lebih dalam kebaikan Abu Ishak Yang menyerahkan dua dunianya kepada Tuhan JunaidBagdadi Seorang hasur... Yang tidak menikah meskipun mampu... yangmenghindarkan diri dari segala keinginan dan lintasan untukberhubungan badan. Yang sejak kecil telah bersikap teguhbahwa Diriku bukan diciptakan untuk bermain’. Dialahseorang Hasur, yang terjaga, yang terlindungi dengan perisaibaja sifat haya. Dialah seorang nabi.... Seorang yang menjadi utusan dan juru bicara nabi yang menyeru kepada hidayah, menjadipenuntun bagi kehidupan ummat manusia. Seorang yang saleh. Nama yang mencakup semua kebaikan, Saleh. Martabatmanusia yang paling tinggi; kedudukan yang paling mulia,dengan kehidupan luar dan dalam yang selalu sesuaidengan syariat, bersih-suci. Seorang yang murni, terang-benderang.... Seorang yang sering menangis. Sejak kecil selalu menyendiri di lereng gunung, duduk di samping sumur, sendiri menangis pilu.... -o0o- Btng Bereor di Btleem Malam itu... Sebuah bintang berekor bersinar terang di atas kota al-Quds. Ia memancarkan cahaya sangat terang cukup lamasampai kemudian bergerak menuju selatan dan orang pemuda ahli astronomi segera bangkit daritenda yang didirikana di lereng Bukit Zaitun. Mereka memacukuda seraya mengejarnya. Mereka mengejar dan terusmengejar ke arah yang sama sekali belum pernah diketahui. Pada waktu yang bersamaan... Maryam yang dijatuhi keputusan hukuman matikarena mendirikan salat secara berjamaah di padang pasir suci telah hampir genap sembilan bulan menyendiri di balik tirai penutup jendela mihrab. Kandungan Maryam yang beberapa lama ini tenangtiba-tiba mulai bergerak-gerak dengan kencang. Saat itulah,sebagaimana yang telah disepakati bersama dengan NabiZakaria, Maryam menyalakan lentera di dalam mihrabnya. lentera menyala, mulailah Nabi Zakaria, Yusuf,dan Merzangus berangkat menuju masjid dengan sembunyi-sembunyi. Sesampai di mihrab, setelah pintu terbuka, Zakariadan Yusuf berucap salam kepada Maryam sambil keluar dengansembunyi-sembunyi. Perlahan mereka menuruni tangga sampaiakhirnya bertemu dengan Merzangus yang telah menunggu disamping tangga dengan sebilah pedang terhunus di tangan. Merzangus langsung mendekap Maryam yang begitulemas dan gemetar. Pertama-tama, mereka memutuskansegera pergi menemui al-Isya. Namun di tengah-tengahperjalanan menuju rumah sang bibi, mereka dikagetkankedatangan beberapa orang pemuda ahli astronomi. Kuda-kuda tunggangan mereka tampak bertiga “Sang raja sudah lahirkah!?” tanya mereka berulang-ulangdengan tergesa. Bintang berekor telah melaju kencang daritangga Masjid Aqsa menuju tempat ini sampai kemudianmenghilang. Merzangus yang juga kaget dengan kedatangan merekamelirik ke arah Nabi Zakaria dan Yusuf dengan pandanganbertanya, sambil menghunus pedang dan mengacungkannyake arah tiga pemuda tersebut... Ia angkat cadar wajahnya sampai menutupi bagian hidungseraya berteriak, “Jangan mendekat!” Para pemuda ahli astronomi ini pun kaget dengantindakan Merzangus. Mereka bahkan sampai kewalahanmenghentikan kudanya dan lekas turun untuk bersimpuh danberucap salam. Dengan singkat dan cepat mereka menuturkanmaksud kedatangannya dan langsung bertanya, “Apakah sangraja sudah lahir?” keadaan seperti ini, Merzangus punmemasukkan kembali pedang ke dalam ia sendiri juga tidak tahu apa yang harusdilakukan dalam keadaan seperti itu. Satu-satunya hal yangada dalam pikirannya adalah secepat mungkin meminta ketigaorang asing tersebut segera meninggalkan tempat itu karenaMaryam telah sedemikian pedih merasakan sakit. “Aku dapat menunjukkan kepada kalian tempat sang rajayang kelahirannya Anda sekalian nantikan. Ikutilah diriku,”ujar Merzangus. Merzangus segera loncat ke atas punggung kudanya yangbernama Suwat sambil memberi isyarat dengan pedangnyaagar ketiga orang asing tersebut mengikutinya. Saat itulah Yusuf baru menyadari mengapa Merzangusmelakukan hal tersebut. Kemudian, mereka pun segeramelanjutkan perjalanan membawa Maryam yang gemetarkedinginan ke suatu tempat yang lebih terang dan saja, Maryam sudah tidak lagi mampu berjalan. Fasepembukaan telah dimulai. Darah pun terlihat. Pedih beribupedih ia rasakan. Pada saat itulah lagi-lagi datang seorang penjaga bersamadua temannya karena mendengar suara kuda yang dipacu. Saatmendapati mereka berjalan mendekat ke arah Nabi Zakariadengan membawa kayu pemukul berujung besi, sang Nabi itupun berkata kepada rombongannya, “Kalian pergilah. Biar akuyang meyakinkan mereka agar mau kembali.” Yusuf pun segera menuntun Maryam yang terlihat begituletih dan lemas. Badannya berselimutkan pasmina. Maryampun berjalan pelan menuju rumah al-Isya. Namun, belumbeberapa lama, Maryam menyampaikan kepada Yusuf tentangilham yang didapatkannya dari Allah. katanya... “untuk saat ini cukup sampai di siniengkau menemaniku. Dalam hatiku terdetak perasaan yangbegitu kuat kalau aku harus sendirian menempuh perjalananini untuk pergi ke tempat yang jauh. Malam hari ini, ke manasaja Allah menghendaki diriku pergi, ke tempat itulah akuakan pergi menjauh dari keramaian. Berdoalah untukku danuntuk bayiku yang akan lahir. Aku tidak bisa membayar hak-hakmu atas diriku, mohon dimaafkan.” Meski Yusuf telah berusaha meyakinkan Maryam, tetapsaja ia tidak mampu. Bahkan, Maryam telah beranjak untukmemikul, menunaikan perintah, dan mengikuti ilham yangtelah diberikan oleh Allah. Demikianlah, salah satu nama lain dari Maryam adalah“Asra”, yang berarti seorang yang berjalan pada waktumalam. Bersama dengan sang bayi yang berada di dalamkandungannya, ia menyendiri ke tempat yang jauh. Ilhamlah yang telah Maryam dapatkan dan memandunyauntuk terus berjalan dan berjalan dalam penuh kepedihanmenuju Betlehem yang terletak di sebelah selatan menyendiri ke suatu tempat yang teramat jauh.“Tempat yang jauh” itu telah menjadi takdir bagi sebatang tunas yang dirawat langsung oleh Zat YangMaha Mencipta, Maryam telah disimpulkan dengan kata“jauh” dalam kehidupannya. Jauh.... Demikianlah Maryam hidup dalam perintah “uknut!” disepanjang kehidupannya. “Taatlah...!” Saat ia berlama-lama berdiri tegak berdoadalam salat, di saat ia berteguh dalam ketaatan, bahkansaat merebahkan diri dalam istirahat, kehidupannya selalu dalam ikatan perintah uknut. Begitulah guratantakdir yang telah ditentukan baginya. Kini, perintah taat telah membuatnya berjalan ke tempatyang jauh. “Diri sendiri” adalah ringkasan singkat hidupnya. Takdir yang akan ditempuhnya merupakan contoh bagi setiap kaum hawa di masa setelahnya. Tidak pernah ia merasa gentar dengan kesendiriannya. Dengan ketegaran dan keteguhannya inilah ia akanberbisik bahwa bersama dengan Allah merupakan kekuatanyang tidak mungkin ada yang menandingi. Dalam ujian yangteramat sangat berat inilah Maryam akan bercerita apa sajayang mampu dipikul oleh seorang wanita yatim. “Jiwa kesatria adalah sebuah sifat. Dengan jiwa itu ada beberapa kaum wanita telah menunjukkan diri sebagai seorang kesatria.” Demikianlah yang terpekik dalam ujian hidup yangdialami Maryam, yang api ujian itu masih terus membara,terus membakar jiwa sebagian kaum wanita. -o0o- Marym di Btleem Setelah berpisah dengan Merzangus, kemudian Zakaria dan Yusuf, Maryam melangkahkan kakinya berjalan kearah barat daya al-Quds. Ia terus melangkahkan kakinyamenembus rimbun perkebunan zaitun. Maryam denganteguh melangkah seolah-olah di depannya terdapat anak-anakkecil memanggil-manggilnya dengan riang sambil melambai-lambaikan tangan. Saat Maryam mencapai ujung kebun zaitun, tiba-tibajalan telah menanjak menuju atas bukit. Napas Maryam puntersengal. Ia bersandar pada pematang kebun untuk beristirahatsejenak sembari memandang ke arah Danau Luth. Embusan angin malam menyapu wajah Maryam bersamaaroma kepekatan garam. Saat itulah jerit pedih dan tangisankaum Luth yang ingkar bersama dengan istrinya yangtenggelam di dasar danau seolah-olah terdengar. Merekaadalah kaum Luth yang tidak mengindahkan seruan pun mengutus dua malaikat untuk menyelamatkanNabi Luth bersama dengan anak-anaknya dari kaumnya yangzalim. keheningan malam, kota kaum Nabi Luthdiluluhlantakkan amblas ke dalam tanah. Hantaman air deraslalu memusnahkan tempat itu hingga tenggelam. Gambaranseperti itulah yang sedang terbayang nyata dalam pandanganMaryam saat melihat ke arah hamparan air Danau Luth padamalam itu. Maryam tiba-tiba terperanjat akibat suara gemeretakdedaunan dari ketinggian bukit. Saat mengarahkan pandanganke arah suara itu, ia makin kaget karena ada penampakan duaorang berpakaian putih menyala menuruni lereng-lerengbukit. “Mungkinkah ini hanya ilusi dari kelelahan yang akurasakan?” Perasaan Maryam masih belum tenang. Selama ini, kehidupannya selalu berlangsung di dalammihrab dan diawasi Nabi Zakaria. Maryam tidak pernah beradadi jalanan, apalagi di dalam keheningan malam, seorang pernah beberapa kali Maryam mengunjungi rumahpara fakir miskin dan anak-anak yatim di keheningan malam,saat itu dirinya dipandu Yusuf sehingga ia tidak terlalu risau. Apalagi, saat ini kedua telapak kakinya memar dan penuhluka. Ia sama sekali tidak memiliki alas kaki. Berjalan Maryam tanpa alas kaki. Berjalan seorang diri dalam keheningan malam. Berjalan tanpa mengenali arah dan jalur perjalanan. Dalam rasa sakit yang memilukan. Maryam berlumuran darah. Runcing bebatuan dan tajam duri-duri jalanan tidak hanyamelukai kedua kakinya tapi juga menusuk pedih jiwanya. Terus berjalan dalam keheningan malam... mengikuti lambaian tangan anak-anak yangmemanggilnya dengan penuh keriangan, menyusuri jejakdua orang berpakaian putih yang menyusup dari ketinggianpuncak bukit. Pada saat itulah terdengar seruan di dalamtelinganya, “Jangan pernah berhenti untuk berzikir kepadaTuhanmu.” Maryam menahan rasa sakit yang dideritanya untuk tetapberjalan dan berjalan. Sejak kecil Maryam menjadikan lafaz-lafaz zikir sebagai napasnya. Seperti menimba air dari dalam sumur, Maryam pun menarik napas zikir dari dasar kedalaman hatinya. Namun, pada malam ini isi sumur hati Maryam seakan-akan membeludak. Terlebih dengan sakit yang dideritanya,yang telah membuat hati, lidah, dan segenap jiwanya dipenuhisemangat untuk khusyuk dalam untaian zikir. Seolah-olahkehidupan di dalam mihrab yang penuh kekhusyukanberdoa dan berzikir telah membimbingnya untuk semakinbersemangat mengungkapkan isi hatinya. “Ya Rabb Ya Allah, Ya Fattah Ya Allah, Ya Shamad YaAllah, Ya Wahhab Ya Allah, Ya Shabur Ya Allah... Engkaulah al-Fattah. Hanya kepada-Mu diri inimengadukan keadaanku. Sungguh, Engkaulah Zat YangMaha Menggenggam kunci keluar dalam setiap derita dankesusahanku.” tidakpernahbutuhkepadasiapa pun. Engkau tidak berputra, tidak pula itu, diri ini adalah hamba yang senantiasa butuhkepada-Mu. Sungguh, rasa sakit ini semakin menjadi dankeheningan malam membuat diri ini merasa sendiri sehinggahanya kepada-Mu diri ini memohon dihindarkan darikepedihan hati dan dan badan. Engkaulah al-Wahhab. Zat yang Maha telah melimpahkan nikmat-Mu kepadaku sebagaiseorang yang yatim. Engkau tumbuh kembangkan dirikuhingga dewasa dalam limpahan nikmat yang tiada ini, aku memohon Engkau berkenan menyingkapkeadaanku yang penuh dengan kesusahan dan kepedihanini untuk dipertemukan dengan kelapangan dan Engkau adalah Mahakuasa atas segala sesuatu. Olehkarena itu, hamba memohon dengan sangat, keluarkanlahdiriku dari kegelapan sebagai limpahan dari nikmat-Mu. Ya Shabur, Ya Allah! Limpahkanlah diri ini kekuatandari-Mu. Jadikanlah diri ini menjadi hamba yang senantiasamampu bersabar menghadapi musibah dan kesusahandengan kekuatan iman kepada-Mu. Ya Tuhan! Limpahkanlahkepadaku kekuatan untuk dapat tetap bertahan!” Setelah sampai ke puncak bukit, Maryam pun melihat kesekelilingnya. Dari kejauhan, sorot remang lampu perkampunganBetlehem terlihat. Redup sorot cahaya lentera itu seakan-akan sedikit meredakan sakit yang Maryam rasakan. Ia punmenenangkan diri dan mengarahkan wajahnya ke arah embusanangin yang bertiup semilir. Hati Maryam seolah-olah merintihmemandangi redup cahaya lentera dari rumah-rumah itu. keheningan malam, semua orang tentu sedangdalam keadaan yang begitu nyaman, sementara dirinyamenyusuri rimba jalanan yang dia sendiri tidak tahu hati Maryam dalam pandangan sorot cahaya lenteraitu sehingga wajah ibundanya hadir dalam bayangan. Wajahitu seolah-olah nyata seperti yang ia jumpai di dalam mimpi. “Oh ibu!” katanya. Ibu... Betapa indah kata itu. Kata yang penuh dengan muatandoa. Seolah-olah lafaz zikir. Mengucapkannya, hati manusiamenjadi tenang. Seakan-akan seseorang telah datangmengulurkan tangannya dan hamparan langit menjadicerah dibuatnya. Dada manusia pun menjadi lapang dalamkeberadaannya. “Duhai ibu!” kata Maryam, “Sungguh, jika saat ini masihada, engkau tidak akan mungkin membiarkanku sedirian disini.” Maryam merasa heran dengan dirinya saat mengucapkankalimat itu. Dirinya sejak kecil telah ditempa dengankehidupan yang penuh dengan kesabaran. Tidak pernah iamengungkapkan keyatimannya. Namun, entah apa yang telahterjadi dalam kesendiriannya di keheningan malam itu? Maryam merasa bahwa sakit dan kepedihan yang dirasakandalam kesendirian dan keheningan akan menghimpit manusiake dalam kerapuhan serta menggerogoti kesabarannyaseperti bubuk kayu. Demikianlah yang terlintas dalampikiran Maryam. Namun, sudah tidak tersisa tenaga untukmerenunginya saat kepedihan baru menusuk jiwa Maryamsehingga ia pun lebur sehalus debu. 241 Tuhan. Bahkan, ia sendiri telah membenahi pakaian dan perbekalan yang telah disiapkan untuknya. Maryam juga meletakkan pita pengikat rambutnya ke dalam kantong perbekalannya, meski kemudian diambil kembali. “Aku tidak mungkin bisa mengikat rambutku sendiri dengan pita ini. Biarlah pita ini untukmu saja, Merzangus.” Sambil tersenyum, Maryam mengulurkan pita pengikat rambut itu. Merzangus pun tak kuasa menahan tangis. Ia pun menunduk untuk mendekap Maryam erat-erat selama beberapa saat. Setelah agak lama, Merzangus akhirnya sadar. “Tunggu. Biar aku rias rambutmu dengan pita ini.” Merzangus menyisiri dan membelai rambut Maryam yang hitam, panjang, berkilau, serta menyemerbakkan wangi mawar sambil melantunkan puji-pujian. -o0o- Hari itu adalah malam pertama bagi Maryam tinggal seorang diri di Baitul Maqdis. Tidak ada orang yang tahu kedatangannya selain Nabi Zakaria dan beberapa rahib. Meski tak diberi informasi, Mosye akhirnya mengetahui pula. Entah dapat bocoran dari mana. Setelah menempatkan Maryam yang masih kecil di dalam Baitul Maqdis dalam suatu ruangan di sebelah selatan, Nabi Zakaria pun meninggalkannya untuk kembali ke rumah. Sayang, semua orang tidak tahu saat Mosye bersama dengan para rahib pendukungnya telah menyusun serangkaian rencana jahat untuk menghalang-halangi Maryam menetap di Baitul Maqdis. 142Sementara itu, kedua singa dan ketiga ular milik pawang dari Magribi yang bernama Muhsin Ibni Siraj telah disita. Alasannya, pertunjukan itu tanpa izin. Dengan perintah Mosye, singa dan ular itu dimasukkan ke dalam gudang kosong di dalam Baitul Maqdis bersama gerobak dan kerangkengnya. Pada malam itu, tiga orang tak dikenal masuk ke dalam gudang tempat singa dan ular-ular itu disimpan. Mereka akan menjalankan rencana jahat kepada Maryam dengan melepaskan singa dan ular itu ke dalam kamarnya. Sebuah rencana pembunuhan yang begitu keji di hari pertama kedatangan Maryam di Baitul Maqdis. Setelah menyusupkan singa dan ular lewat pintu rahasia yang sedikit terbuka, ketiga pelaku kejahatan itu dengan cepat meninggalkan tempat. Padahal, malam itu Maryam tidak sendirian. Ia bersama dengan Zat yang mencipta dan senantiasa melindunginya. Dia tidak lain adalah Allah  yang selalu menyertainya. Allah pula yang telah membuat Maryam diterima dengan baik oleh semua orang. Atas perlindungan-Nya, singa dan ular itu bukan ancaman bagi Maryam. Mereka justru sebuah hadiah yang akan menjadi teman dekat bagi putri Imran itu. Benarlah, begitu melihat keberadaan hewan-hewan itu, Maryam langsung mendekati dan berbicara dengan mereka. “Apa kabar wahai singa! Selamat datang wahai ular sahabatku!” demikian sambut Maryam kepada mereka. 143Mendapati sambutan yang begitu hangat, kedua singa itu langsung berjalan mendekati Maryam. Singa-singa itu pun langsung bersimpuh di depan Maryam. Dengan izin Allah, keduanya mulai bercerita kepada Maryam tentang apa yang selama ini mereka rasakan. Mereka mencintai Ibni Siraj, namun sangat pedih dengan perintah melakukan berbagai adegan untuk dipertontonkan di depan orang. Keduanya selalu menanti-nantikan hari saat diberikan waktu untuk membalas perlakuan orang-orang yang mengejeknya saat rantai dilepas dari lehernya. Saat mendengarkan cerita ini, Maryam membelai kedua punggung mereka dengan tangannya yang begitu lembut penuh perhatian. Sementara itu, ketiga ular juga mendapat giliran untuk bercerita. Mereka rupanya sangat rindu dengan induknya. Mereka juga merasakan betapa sulit hidup dalam habitat dan iklim yang sangat berbeda. Belum lagi rasa bosan dan jenuh dengan keramaian manusia. Para ular itu juga bercerita tentang kisah pedih saat mereka masih kecil. Gigi taring mereka dicabut guru Ibni Siraj yang bernama Mahrengiz. Sebenarnya, ketiga ular itu bukan seperti yang disangka atau sudah tidak lagi berbisa. Jika mau, ketiga ular itu masih memiliki rahasia yang lebih berbahaya daripada bisa. Sekali cambuk dengan ujung ekornya, seseorang bisa langsung tewas. Ketiga ular itu menuturkan hal ini kepada Maryam dengan penuh kebanggaan dan rasa hormat. Maryam pun tersenyum manis dan menutup bibirnya dengan jari telunjuk. “Janganlah bersedih, wahai sahabatku! Sungguh, Allah adalah Pelindung bagi kita semua,” kata Maryam “Engkau juga jangan pernah khawatir. Kami tidak akan pernah melukaimu, wahai wanita kecil yang mulia!” kata mereka. 144“Meski kami dimasukkan ke dalam ruangan ini untuk menjebakmu, ketahuilah bahwa kami adalah makhluk yang taat kepada perintah Allah.” Mereka semua akhirnya tertidur.... Saat waktu subuh hampir tiba, Nabi Zakaria yang pertama kali membuka pintu Batul Maqdis tentu saja kaget. Maryam tampak sedang tidur lelap di antara singa dan ular. Bahkan, mereka sama sekali tidak mendengar suara keterkejutan Nabi Zakaria. Seolah-olah Allah menginginkan orang-orang menyaksikannya. Nabi Zakaria pun mengumpulkan semua petugas dan orang-orang yang menentangnya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sambil mengangkat tongkat kayunya, Zakaria  berteriak keras meminta pertanggungjawaban dari mereka. “Perbuatan macam apa ini wahai para rahib Masjid al- Aqsa yang suci? Bagaimana mungkin Anda sekalian tega melepaskan singa dan ular-ular berbisa kepada seorang anak yang telah diamanahkan kepada masjid suci ini di malam pertamanya!? Perbuatan macam apa ini, wahai para saudaraku? Maryam adalah anak yang lahir dari garis keturunan kalian juga. Ia adalah kerabat kalian sendiri. Apalagi, dia yatim piatu. Seperti inikah kalian memperlakukan seorang yang telah diamanahkan? Untuk itu, sebagai walinya, aku menginginkan segera digelar penyelidikan dan persidangan! Sejak kapan Masjid al-Aqsa telah menjadi tempat pertumpahan darah? Kalau tidak, aku akan mengambil kembali anak ini sehingga kalian tidak akan bisa menjelaskan tindak kriminal ini kepada siapa pun. Kalian pun tidak akan keluar menemui warga. Aku peringatkan kalian semua!” 145Lidah para petugas seolah-olah terkunci. Mereka hanya mampu mengatakan, “Hewan-hewan ini.... Hewan-hewan ini milik seorang pawang dari Magribi yang kami tahan kemarin siang.” Mereka pun segera menjemput Ibni Siraj untuk dibawa ke samping hewan peliharaannya. Setelah susah payah menaikkan kedua singanya yang masih tidur lelap ke atas kereta, Ibni Siraj merangkak memohon ampun dari para rahib. Ia juga bersumpah bahwa kejadian ini di luar tanggung jawabnya. Nabi Zakaria lalu menyela pembicaraan mereka. “Bukankah kedua tangan orang ini dirantai saat datang? Dikunci? Baru saja kalian yang membuka kuncinya. Sekarang, kalian menyalahkannya. Yang sebenarnya terjadi adalah kalian telah memitnah orang yang tidak bersalah!” Setelah diseret dengan paksa keluar masjid, Ibni Siraj diperingatkan untuk segera meninggalkan kota pada pagi hari itu juga. Setelah kejadian itu, Nabi Zakaria segera mengambil langkah mengamankan Maryam dengan lebih ketat. Tentu saja Maryam tidak mungkin kembali ke rumahnya. Zakaria  tidak mungkin bisa melakukannya. Maryam adalah seorang yang telah dikurbankan. Demi menunaikan janji yang telah diucapkan orangtuanya, satu-satunya cara yang dapat dilakukan Nabi Zakaria adalah melakukan langkah pengamanan dengan lebih serius. Nabi Zakaria kemudian membangun mihrab setinggi tujuh tingkat tataran tangga dengan tujuh lapis pintu di sebelah timur Baitul Maqdis. Ia dibantu keponakannya yang bernama Yusuf. Zakaria  bahkan ikut membantu mengangkat batu 146untuk fondasi. Selain Yusuf, semua orang yang mencintai Nabi Zakaria juga ikut membantu. Bahkan, di antara para rahib ada yang menghampirinya untuk membersihkan perasaan bersalah terhadap Maryam. Ketika kejadian ini sampai ke telinga al-Isya dan Merzangus, keduanya marah, meradang sejadi-jadinya. Bahkan, Nabi Zakaria harus susah-payah menenangkan keduanya. Al- Isya menangis tanpa bisa berhenti, sementara Merzangus segera mengasah pedang Zahter. Tak sabar Merzangus ingin segera memberi pelajaran kepada orang-orang yang telah berbuat jahat kepada Maryam. Lebih-lebih, saat waktu sudah menjelang tengah malam, tiba-tiba seseorang datang mengetuk pintu. Merzangus dan al-Isya pun semakin tidak bisa menenangkan diri. Dengan membawa lentera yang menyala remang-remang, Nabi Zakaria mendekat ke arah pintu seraya berseru, “ Siapa itu?” Saat itulah terdengar suara lirih dari balik pintu. “Saya, Muhsin Ibni Siraj... Muhsin Trablusi.” Nabi Zakaria belum sempat menjawab apa-apa ketika Merzangus langsung membuka pintu dengan keras sambil mengacungkan kepalan tangan ke arah wajah Ibni Siraj. “Semoga salam dan keselamatan dari Allah tercurah untuk Anda! Mohon perkenankan saya dapat menyampaikan beberapa patah kata?” kata Ibni Siraj sembari menganggukkan kepala untuk memberi salam kepada orang yang ada di dalam rumah. Udara sedingin salju. Bukankah orang ini yang baru saja telah menyebabkan Maryam dalam bahaya pembunuhan? Anehnya, dia bisa berucap salam dengan nama Allah? 147“Orang asing!” kata Nabi Zakaria. “Bukankah pagi tadi singa dan ularmu sudah hampir saja membahayakan putri kami, Maryam?” “Tuan, mohon beri saya sedikit waktu untuk menerangkan yang sebenarnya.” Al-Isya dan Merzangus tidak mengizinkan Ibni Siraj masuk ke dalam rumah. Mereka hanya mengizinkannya duduk di atas matras di pekarangan depan rumah. Setelah duduk berdua dengan Nabi Zakaria, Ibni Siraj pun merendahkan bicaranya Ia bercerita bahwa dirinya adalah putra mahkota Kerajaan Siraj yang telah diluluhlantakkan Romawi. Dia adalah pemeluk agama Hanif yang tidak menyekutukan Allah. Seorang yang tahu dan beriman pada kekuatan dan perintah Sang Pencipta. Beberapa waktu sebelum tanah kelahirannya dihancurkan Romawi, ayahnya yang saat itu menjadi raja telah mengirimkan Ibni Siraj kepada seorang guru bernama Abu Mehrengiz yang hidup di tengah-tengah hutan. Dengan cara seperti itulah ia dapat selamat dari pembantaian. Saat hidup di hutan, sang guru telah berpesan tentang kedatangan seorang nabi dan rasul di dataran al-Quds. Ketika kembali ke kampung halaman, Ibni Siraj menyaksikan semua keluarga dan penduduk kerajaan sudah tidak ada. Mereka dibantai secara massal. Itulah yang membuatnya mengembara ke penjuru dunia bersama dengan hewan-hewan yang telah didik sang guru sebagai warisan untuknya. Abu Mahrengiz memiliki garis keturunan dari ayahnya yang sampai kepada Nabi Sulaiman. Dia juga seorang ahli ilmu dan sangat luas pengalamannya. 148“Hewan-hewan ini telah dididik dengan baik,” kata Ibni Siraj. “Guruku berkata untuk memerhatikan singa dan ular-ular ini. Hewan-hewan ini akan membantuku menemukan cahaya dari Allah. Jika hewan-hewan itu menurut dan mau minum dari tangan seseorang, ketahuilah bahwa nur dari sisi Allah telah ada pada dirinya. Ketika menyaksikan mereka tidur berdampingan dengan wanita kecil itu dengan begitu tenang, saya langsung memahami yang dikatakan guru saya. Seseorang itu adalah putri kecil Anda. Tuan, mohon maafkan diri saya ini. Saya baru saja masuk al-Quds kemarin siang dan mereka langsung menangkap diri ini. Semua hewan piaraan saya juga disita. Setelah itu, saya sama sekali tidak tahu. Saya juga sama sekali tidak tahu siapa yang telah menaruhnya di sana. Namun, bagaimana mungkin hewan-hewan yang semestinya buas itu bisa berdampingan dengan putri Anda dengan begitu jinak. Sepertinya, keadaan ini membenarkan apa yang dikatakan guru saya. Seorang nabi yang akan datang ada pada Maryam putri Anda. Harap Anda mengetahui hal ini. Izinkan diri saya untuk tinggal di kota ini hanya sampai besok pagi. Saya tidak ingin pergi jauh dari tanda yang telah diturunkan ini. Saya akan pergi menuju kota Jalilah. Dari sana, saya akan melanjutkan perjalanan ke Mesir. Saya datang ke sini untuk memohon maaf kepada Anda sekeluarga. Saya pun 149ingin meninggalkan kudaku, Suwat. Kuda ini sangat terlatih. Jika suatu hari Anda sekalian harus meninggalkan kota al- Quds, semoga Suwat dapat mengantar Anda ke tempat saya berada. Tuan, semoga salam dan keselamatan dari Allah senantiasa tercurah untuk Anda!” Pembicaraan yang terjadi dengan suara lirih itu tidak dapat didengar Merzangus dan al-Isya dari dalam. Namun, Nabi Zakaria memberi isyarat untuk menyuguhkan segelas susu. Dengan berat hati, mereka pun menyiapkannya. Setelah meminum air susu yang dihidangkan, Ibni Siraj beranjak meninggalkan rumah. Sesaat sebelumnya, ia mengeluarkan sebuah kipas bulu burung merak dari dalam bajunya. Dengan suara tenang, ia menoleh ke arah Merzangus dan berkata kepadanya dalam bahasa Arab. “Aku tidak akan pernah melupakan Anda, wahai Tuan Putri,” katanya kemudian pergi. Mendengar perkataan itu, Merzangus hanya dapat berkata, “Dasar orang tidak tahu diri!” -o0o- 15017. Penerman yng Bak Maryam kini tinggal di mihrab yang dibuatkan Nabi Zakaria untuknya. Setiap membuka Baitul Maqdis pada waktu pagi dan menutupnya di waktu malam, ia mendapati Maryam sudah selesai menghafalkan semua pelajaran yang diajarkan kepadanya. Bahkan, Maryam juga telah hafal beberapa doa yang belum pernah diajarkannya sekali pun. Pada hal seperti ini, Nabi Zakaria mendapati Maryam selalu berteman dengan para malaikat. Tuhan telah menjadikan Maryam diterima. Ia telah mendidiknya layaknya sebulir biji yang baik. Dan ia juga telah menugaskan Zakaria untuk mendidiknya… Seakan menjawab kekhawatiran Hanna, Allah berirman “Aku telah menciptakannya sebagai seorang perempuan” untuk menguatkan pendiriannya, membuka jalan kepadanya. Dia pula yang telah menjaga dan menghindarkannya dari segala bahaya. Dengan kelahirannya, hati manusia menjadi lembut. Bahkan, orang-orang yang memusuhi orangtuanya pun berlomba untuk mengabdi kepadanya. 151Dialah anak yatim sekaligus piatu. Hanya bibinya yang mengulurkan tangan bantuan untuk mengasuhnya. Memang demikianlah seyogianya, hal yang dititahkan untuk kemuliannya. Orang-orang yang dahulunya memusuhi keluarganya, bahkan sampai tingkat merencanakan pembunuhan, telah berbalik begitu simpati kepadanya. Mereka ingin mengasihi, ingin menjadi orangtua asuhnya. Allah telah menitahkannya sebagai bayi yang diterima semua orang karena memang dia adalah seorang yang dipilih Allah, sosok yang diterima. Meski setiap orang berlomba-lomba untuk mengasuh dan membantunya, sejatinya Maryam tetap seorang yatim piatu. Allah adalah pelindung setiap yatim dan piatu sehingga Allah pula yang menjadi pelindung Maryam. Tidak dimungkiri bahwa Dialah Zat yang Maha Memiliki, Maha Melindungi. Zat yang paling kuat dan paling baik dalam memberi perlindungan. Demikianlah, Maryam telah bersimpuh di haribaan Allah. Demikianlah, Allah telah menjadi Zat Tunggal yang menjadi pelipur laranya. Zat yang melindungi, membimbing, membesarkan, dengan menyematkan keteguhan untuk menyongsong hari depan. Secara hakikat, Maryam bukan dalam perlindungan siapa-siapa. Allah sendiri yang mendidik dan merawat seperti sepucuk tunas saat kedua orangtuanya telah tiada. Sebagaimana tumbuhan yang akan kuat menancap ke dalam tanah, Maryam juga kuat menancap kepada Tuhannya dalam tauhid. 152Maryam pun tumbuh dalam pilihan Tuhannya, bangkit dalam pendidikan hidayah dari-Nya. Dialah tunas yang begitu mulia, bunga yang tiada duanya; yang butuh perawatan dan pemeliharaan yang hanya bisa dilakukan dengan Tangan-Nya. Sebagaimana tumbuh-tumbuhan menduduki rantai pertama dalam penciptaan, awal dalam menjadi dasar bagi beraneka ragam penciptaan, Maryam juga menjadi “landasan” pertama yang akan menjadi pijakan bagi “Firman Allah”. Saat telah tiba waktunya, ia akan memekar menjadi bunga, kemudian berbuah, seraya teguh menjadi sebatang pohon yang setia memikul buahnya. Sementara itu, Merzangus selalu berkata demikian untuk Maryam. “Dia begitu penyabar, teguh. Seorang yang lahir sebatang kara, demikian pula saat tumbuh dewasa.” Karena itulah para malaikat menjadi teman setianya. Dan hanya Allah semata tempat mencurahkan kesendirian dan kepedihan hati yang melukainya. Ia adalah pohon yang kokoh tinggi menjulang lagi banyak buahnya. Seorang nabi Allah, Zakaria, yang menjadi perawat kebunnya. Tukang kebun yang membimbing, merawat, dan juga menopangnya. -o0o- 15318. Ksah irab Mihrab yang dibangun Nabi Zakaria bersama dengan kemenakannya, Yusuf sang tukang kayu, memiliki tujuh pintu dan tujuh kunci. Di dalam mihrab berlapis tujuh pintu tujuh kunci inilah Maryam menghadap Allah seorang diri. Ada tujuh nama pintu. Pintu pertama al-Aman Dia adalah pintu awal, waktu subuh... Waktu fajar belum terbit... Saat bintang Venus belum tenggelam... Ketika burung-burung sebentar lagi akan bangun... Masa ketika semua orang lelap dalam tidur dan lekat dengan tempat tidurnya... Nabi Zakaria pun membuka ketujuh pintu dengan khusyuk berdoa. Pintu-pintu inilah gerbang utama Baitul Maqdis... Segepok kunci di tangannya. Lafaz basmalah pada lidahnya. Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Nabi Zakaria membuka semua pintu satu demi 154satu. Inilah bukti kehati-hatiannya. Ia laksana tukang kebun yang sedang merawat tanaman bunga-bunganya. Setelah membuka pintu dengan bacaan basmalah, Zakaria  tertegun memandangi arah asrama yang terletak di sebelah timur mihrab, tempat para santri bertempat tinggal. Suara para santri pun terdengar. Sebelum terbit fajar, sebagian santri telah mulai kembali ke asrama. Mereka adalah santri juru tulis dari segala usia. Sebagian mereka telah lelap dalam tidur. Namun, bagaimana halnya dengan Nabi Zakaria? Ia tak pernah tidur. Malam-malamnya lebih terang daripada siang hari. Nabi Zakaria sendiri dalam keheningan malam. Saat orang-orang yang berhati jahat sudah lelap, Nabi Zakaria melewatkan waktu seorang diri. Meskipun ada juga beberapa orang yang benar-benar telah ditempa jiwanya, yaitu yang setia pada ajaran tauhid, jumlah mereka sangat sedikit dibanding jumlah orang-orang jahat. Suara mereka yang baik ini pun terdengar begitu lemah dalam hiruk-pikuk kerusuhan dunia yang sedang melanda. Di luar semua orang ini, ada lebih dari empat ribu santri Nabi Zakaria. Dan di antara mereka ada seorang Maryam. Seorang yang tidak mungkin dibandingkan dengan keempat ribu santri yang telah dikurbankan di jalan Allah, baik dalam ilmu, akhlak, maupun ketakwaan, meskipun mereka semua juga berjuang dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk menjadi yang terbaik dalam mengabdi di jalan Allah. Pada pagi menjelang fajar ini kebanyakan dari mereka sedang tidur. Nabi Zakaria, dengan jiwa seorang ayah, berjalan dengan penuh hati-hati. Ia melepaskan terompah kayunya agar tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu para santri itu. Ia akan berjalan pelan sampai tiba di pelataran masjid bagian dalam. Begitulah seorang Zakaria. Ia adalah 155ayah bagi semua orang. Sosok yang dengan lembut hati tidak ingin mengganggu tidur para santrinya karena waktu subuh masih beberapa saat. Apalagi, mereka baru saja menyelesaikan pelajaran yang sangat berat. Di pelataran bagian dalam masjid yang berbentuk segi empat itu ada sembilan puluh sembilan kamar kecil yang melingkari masjid di sebelah barat dan selatan. Di sinilah tempat para santri bertempat tinggal dan menimba ilmu. Sementera itu, di sebelah utara masjid terdapat ruang khusus tempat para guru agung memberikan pelajaran. Sementara itu, aula berkubah suci tempat menyimpan benda-benda peninggalan suci berada di sebelah timur. Wanita sama sekali dilarang memasukinya. Di tempat inilah benda-benda suci, seperti tempat pena, tempat tinta, kaligrai, pena yang terbuat dari berbagai jenis kayu peninggalan Nabi Sulaiman, Daud, Uzair, dan Danial, disimpan. Di sebelah timur laut terdapat perpustakaan besar yang diberi nama “Mutiara dan Marjan”. Masih terdapat ruangan-ruangan kecil di sebelah timur yang bergandengan dengan Kubah Suci, yaitu tempat ujian para haiz yang dibuka saat ujian berlangsung. Ruang ini sangat kecil dan hanya muat satu orang. Tanpa penerangan tanpa jendela. Jumlahnya mencapai empat puluh. Para santri ditempa dalam keadaan gelap dan dilarang menyalakan lentera. Siang hari hanya ditemani cahaya yang remang-remang, sementara di malam hari gelap gulita. Di atas ruang ujian yang mirip dengan bungker inilah seorang santri terpilih, seperti Maryam, tinggal selama empat puluh hari dalam satu tahun untuk menjalani ujian. 156Terdapat pula sebuah mihrab dengan ketinggian tujuh tataran tangga batu marmer. Di situlah Maryam tinggal. Selain Nabi Zakaria, tidak ada orang pun yang boleh membuka pintu mihrab. Namun, ketika Nabi Zakaria sudah begitu lemah karena usia, Yusuf sang tukang kayu sering menyertainya untuk membawa keranjang tempat makanan, pakaian, dan perlengkapan lain. Setiap masuk subuh, Nabi Zakaria selalu membuka pintu berlapis tujuh itu. Saat sore sebelum matahari tenggelam, ia kembali menguncinya dengan tujuh lapis pintu tujuh macam kunci. Dengan membaca basmalah, Nabi Zakaria membuka kunci yang pertama. “Tuhanku, semoga Engkau berkenan melimpahkan keamanan kepada kami. Lapangkanlah hati kami. Tanamkanlah rasa aman di dalam hati kami. Limpahkanlah kepadaku kemampuan dengan jerih payahku untuk melindungi anak yatim yang telah diamanahkan ini. Sungguh, ia adalah mutiara yang selalu memanjatkan zikir dalam rumah cangkangnya. Tuhanku! Engkau adalah Zat Yang Maha Mendengar lagi Mengetahui. Limpahkanlah keamanan kepada kami!” Hati Nabi Zakaria terasa pedih saat berada di depan pintu pertama ini. Ia mengingat dua sahabatnya yang telah pergi ke alam baka dengan hanya selang beberapa hari Hanna dan Imran. Kedua orangtua Maryam yang selama hidup telah menunjukkan kesetiaan yang begitu besar dalam memperjuangkan kebaikan. Dan Maryam adalah berita baik dari langit yang selalu mereka perjuangkan sampai akhir hayatnya. Maryam adalah kenangan, tanda bagi kedua 157orangtuanya, serta cahaya dan nur yang membelah kegelapan malam. Ia juga tanda bahwa kelak akan turun seorang nabi bernama Isa sang Kalamullah. Laksana sungai yang menjadi tanda bahwa lautan ada. Ya, Maryam adalah penantian harapan yang menegangkan. Penantian kebaikan yang senantiasa harus dijaga sedemikian rupa. Harus dilindungi. Lebih-lebih, ia adalah yatim. Seorang yang telah diamanahkan. Begitu terlintas soal amanah, saat itulah tubuh Zakaria yang semakin ringkih karena lanjut usia seolah-olah kian membungkuk karena berat beban amanah yang menindihnya. “Ya Tuhanku!” seru Nabi Zakaria. “Limpahkanlah rasa aman kepada kami sehingga diri ini bisa membesarkannya. Hindarkanlah diriku dari perbuatan mengkhianati, menerjang amanah ini. Berikan kekuatan pada tubuhku yang semakin ringkih. Anugerahkanlah penglihatan kepada kedua mataku yang sudah tidak mampu melihat lagi. Berilah pendengaran pada telingaku yang sudah mulai tuli ini. Curahkanlah kekuatan dan ketangkasan pada kedua tangan ini sehingga mampu bergerak cepat demi keamanan Maryam. Beri aku kesempatan untuk dapat membesarkannya di tempat yang paling aman di Rumah Suci ini sebagai tempat yang paling aman di dunia!” Pintu pertama dibuka Nabi Zakaria dengan doa keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa Maryam adalah seorang safiyyah. Orang suci. Inilah nama Maryam pada pintu yang pertama, safiyyah... Dengan benteng pintu pertama, kehidupan Maryam terjaga dalam kesucian. Ia adalah lambang kesucian itu di balik pintu pertama ini. Sosok paling suci di antara semua kaum wanita. 158Seseorang yang telah dikurbankan. Sebagaimana semua kurban, Maryam juga merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kesucian, kebersihan, serta perjuangan segenap jiwa dan raganya, Maryam merupakan penunjuk jalan dalam menggapai kasih sayang Allah. Maryam adalah murni dan suci. Semurni tetesan hujan, jernih tanpa imbuhan apa-apa... Yang hanya berlindung kepada Allah dari kejahatan setan yang telah diusir. Yang telah tumbuh dewasa di balik pintu pertama sebagai lambang seorang suci laksana sekuntum bunga yang penuh berkah. Yang terjaga dari segala ancaman yang bisa merusak kesucian dan kemurniannya. Seperti perhiasan mulia yang mengharuskan dijaga dan dilindungi. Perhiasan murni, sebagai karunia dari Allah... Maryam memang telah dipersiapkan. Bunda suci dan mulia yang kelak akan mengandung bayi seorang Isa. Bagaikan tempat penyimpanan yang bersih dan suci. Amanah ini tidak akan diberikan kepada jiwa yang dihinggapi rasa waswas, apalagi pengkhianatan. Begitulah, Maryam adalah yang terpelihara. Yang terjaga. Yang terlindungi... Di balik pintu pertama yang membentengi keamanannya, ia adalah yang terjaga kesuciannya... Pintu pertama menggambarkan bahwa Maryam adalah seorang manusia dari bumi yang mencapai alam malaikat di dalam mihrab. Sifat tanah yang ada pada Nabi Isa, genetik sebagai “putra dari bumi”, adalah warisan Maryam pada dimensi ini. Seandainya tidak ada dimensi tanah yang datang dari Maryam, kelahirannya yang sedemikian luar biasa tanpa 159seorang ayah akan menjadikan Isa sebagai seseorang di alam malakut. Hal itu mungkin akan mengaburkan misi dan dimensinya sebagai utusan bagi umat manusia. Padahal, Nabi Isa bukan seorang malaikat, melainkan manusia yang diutus bagi umatnya. Dalam hal ini, Maryamlah yang mengaitkannya dengan dimensi manusia. Demikianlah pintu pertama. Di depannya telah bertemu unsur-unsur keamanan, kesucian, dan tanah... Pintu kedua Keteguhan Nabi Zakaria kemudian membuka kembali pintu kedua dengan membaca basmalah. Saat itulah ia kembali teringat usianya. “Terlebih untuk mengasuh seorang anak perempuan,” katanya pada diri sendiri. Anak perempuan yang begitu lembut, yatim lagi piatu.... “Tuhanku! Berilah kepadaku usia yang panjang dan kekuatan yang cukup untuk merawat Maryam yang telah dikurbankan di jalan-Mu.” Setelah berdoa yang begitu memelas, terlintas akan hakikat air sebagai makhluk yang paling lembut dan lemah. “Tuhanku! Engkaulah yang telah memberi kekuatan pada air yang begitu lembut dan lemah untuk dapat membentuk sebuah batu. Berikanlah kepada Maryam kekuatan kesabaran dalam menyeru ke jalan-Mu, kekuatan dalam menghadapi kekerasan orang-orang yang hatinya telah membatu,” demikian doa Nabi Zakaria dalam suara lembut. “Berilah kepadanya kekuatan untuk tetap bertahan atas segala kesulitan yang akan menimpanya.” 160Menjadi orang yang dikurbankan berarti menjadi orang terpilih. Terpilih untuk melewati ujian. Ia rela dari awal untuk menghadapi segala bentuk ujian, bahkan yang paling susah sekali pun “Oleh karena itu, berikanlah perisai ketahanan kepada Maryam. Sungguh, Engkau adalah Zat yang memiliki diri kami!” Nabi Zakaria adalah seorang ahli zikir. Seorang zakir. Ahli mengingat dan mengingatkan. Nabi yang selalu berkorban, yang setiap waktunya berlalu penuh dengan panjatan doa. Siang dan malam, ia berbicara dengan Tuhannya dalam tangisan. Kembali nabi Zakaria memandangi alat pemintal bulu domba yang ada di dalam keranjang. Saat itu musim memotong bulu-bulu domba di Palestina. Dan Maryam sangat suka bermain dengan domba. Bahkan, saat kunjungannya yang terakhir, ia bertanya kepada Nabi Zakaria, “Apakah domba- dombanya masih suka lari-larian? Apakah mereka masih suka malas-malasan kalau dimasukkan ke kandang? Sungguh, aku sangat rindu bermain dengan mereka.” Saat itulah Nabi Zakaria tidak kuasa menahan tangis sehingga pada kunjungannya ke mihrab kali ini ia membawakan alat pemintal bulu domba. Bagi penduduk Palestina, seni memintal bulu domba adalah keahlian yang telah mereka dapatkan sejak lahir. Memintal benang dan membuat rajutan adalah pekerjaan yang telah diwariskan turun-temurun dari masa ke masa. Karena itu, setiap kali datang musim memotong bulu domba, seluruh wilayah Palestina akan dipenuhi suasana hari raya. Mencuci 161bulu-bulu domba di sungai Jordan serta mengurai dan menghaluskannya sebelum dipintal menjadi benang adalah aktivitas yang akan selalu diikuti semua wanita Palestina. Suatu waktu, ketika semua orang mendapat jatah mengerjakan bulu-bulu domba berwarna putih bersih, Maryam justru mendapatkan bulu-bulu domba dengan warna berbeda, abu-abu... Nabi Zakaria membawakan bulu-bulu domba berwarna abu-abu kehitaman yang sudah dibersihkan al-Isya kepada Maryam. Pada masa itu, seorang wanita mendapatkan jatah mengurai bulu-bulu domba berwarna keabu-abuan dipercaya akan melajang hingga akhir hayat. Tak heran semua wanita, baik yang sudah mencapai usia menikah maupun belum, beramai-ramai menunggu hasil undian pengerjaan jatah bulu-bulu domba. Mereka penasaran dengan warna yang akan didapatkan. Ada di antara mereka yang mendapati bulu- bulu domba berwarna putih bersih, ada juga yang mendapati berwarna abu-abu, dan bahkan merah api. Dengan perasaan gembira tanpa sedikit pun bersedih, Maryam mulai memintal bulu-bulu domba yang berwarna abu-abu. Ia mengurai bulu-bulu domba itu dengan sabar hingga menjadi benang. Begitu sabar Maryam mengurai benang- benang itu hingga menjadi sedemikian lembut. Semua orang pun heran dengan hasil benang pintalan Maryam. Mereka menyebutnya dengan “Riste-i Maryam”. Karena kelembutan dan kekuatannya, Maryam membuatnya untuk para darwis. Begitulah, Riste-i Maryam adalah kain paling lembut dan sederhana di dunia... 162Pintu kedua yang tidak lain adalah pintu keteguhan ini telah menunjukkan makna bulu-bulu domba yang telah menjadi jatah Maryam. Bulu-bulu domba berwarna abu-abu yang tidak lain adalah isyarat keperawanannya. Nama Maryam di balik pintu ini adalah “bakire”, yang berarti perawan. Di balik pintu ini Maryam adalah seorang yang tidak pernah tersentuh, tidak pernah pula terlukai. Ibarat pohon berbunga yang tumbuh berkembang di dalam mihrab, Maryam bukan seseorang yang baru mencoba belajar menapaki kehidupan. Ya, ia tidak pernah dalam tahapan mencoba atau diarahkan untuk mencoba... Sebab, ia bukan sebagaimana layaknya manusia yang menapaki kehidupan dengan proses mencoba, salah, dan baru mendapati kebenaran. Kata orang atau kata riwayat’ bukanlah kata-kata Maryam. Tidak satu pun desas-desus atau berita burung pernah meninggalkan bekas dalam pendengarannya. Dengan perisai maksum, Maryam telah dilindungi dari segala perbuatan nafsu dan dorongan batinnya sendiri. Sebagai seorang putri terpilih dari keluarganya, Maryam juga terpilih untuk kelak melahirkan seorang nabi pilihan. Karena itulah ia telah disaring dari saringan Rabbani, yang menjadikannya sebagai seorang yang tiada duanya, tiada padanannya... Dalam hal ini, pintu yang kedua tentu saja bernama “keteguhan”. Pintu yang tangguh, teguh, dan kuat melindungi serta menjaga Maryam dengan penuh kekuatan agar tetap perawan dari segala getaran dunia... 163Sementara itu, air dari dunia keemasan akan menjadikan pintu kedua semakin kokoh. Saat keteguhan dan keperawanan berjumpa dengan air di balik kokoh pintu kedua ini. Bukan tanpa makna pengaitan Nabi Zakaria dalam doanya dengan mengambil permisalan dari air. Air adalah awal kehidupan. Saat Maryam mengandung dengan tiupan ruh oleh malaikat, permisalan air pula yang digambarkan oleh Maryam pada kisah kehidupan setelahnya. Maryam ibarat khayalan yang tampak dalam permukaan air... Begitu pula dengan putranya. Ia tak lain adalah air khayalan yang Maryam lihat dalam mimpinya. Maryam ibarat bayangan di atas permukaan air sungai. Bayangan yang rela menetap di dalam air. Bayangan yang mengambang bagaikan kapal yang ikhlas mengangkut Isa. Dan memang, tetesan air mata berupa air pula. Dan ia adalah sahabat paling dekat Maryam. Bukankah air mata adalah sahabat berbagi rahasia Maryam? Siapa lagi selain air mata yang akan setia menyimpan rahasia mengenai beban yang dipikulnya, berita ditiupkan ruh kepadanya, amanah yang dikandungnya? Dia adalah pintu kokoh yang memikul beban sebagaimana kekuatannya air yang akan memikul Nabi Isa. Pintu kedua ini adalah tempat bertemu keteguhan, keperawanan, dan air.... Pintu ketiga Tempat Berlindung Diri Sejenak Nabi Zakaria menarik napas lega setelah membuka kedua pintu yang pertama dalam hati yang begitu sesak. Kembali ia akan membuka pintu ketiga dengan mengucap 164basmalah. Saat itulah, dengan anugerah Ilahi, dalam seketika hilang segala kekhawatiran yang sebelumnya menyelimuti perasaannya. Lenyap sudah semuanya dalam keluasan hati, dalam kedalaman pemahaman dan ketenangan, sehingga pintu ketiga ini sebagai kedudukan imkan dan mumkin, peluang dan kemungkinan. Bukankah penciptaan tidak lain adalah sebuah peluang dan kemungkinan? Imkan, selain merupakan peluang bagi perkembangbiakan, mengandung syarat bagi keberdetakan jantung kehidupan. Saat imkan memungkinkan sebuah kehidupan, dengan sendirinya makan tempat akan menyertainya. Demikianlah, kematian maupun kehidupan akan selalu terkait dengan tempat. Bahkan, meski ruh yang dipahami tidak mengenal “tempat”, saat diterangkan ia akan selalu dikaitkan dengan sebuah tempat. Ia dijelaskan dengan keterkaitannya pada badan, mimpi, khayalan, kubur, dan akhirat. Tempat adalah penghubung antara langit dan bumi. Dengan kata lain, ia adalah jembatan sejati, yang menuntun kita berdiri kokoh di atas air, batu, dan api. Dalam makna khusus, ia adalah badan. Saat manusia pertama diturunkan ke bumi, untuk sedikit menenangkan keterkejutan dan ketakutan, manusia menjadikanmakansebagai yang merasakan masa lalu dan masa yang akan datang berada dalam kegelapan yang begitu kelam itu telah diarahkan dalam sebuah garis koordinat tempat diturunkannya ke bumi untuk pertama kali. Makan adalah sosok yang sudah kita kenal, yang sudah kita ketahui. Yang sudah dekat dan selalu menjadi tempat bagi kita 165untuk berbagi. Tempat berteduh yang dapat dijadikan pelipur hati saat kesatuan berpecah, berpencar dalam serpihan- serpihan... Makan adalah seorang yang menyertai, yang menjadi sahabat, yang menjadi teman perjalanan. Makanat adalah jalinan lingkaran. Ia adalah mihrab yang merupakan jalinan lingkaran nisbi yang menjadi pegangan Maryam dalam kehidupannya sebagai seorang yatim lagi piatu. Tidak ada lagi tempat di dunia ini yang dapat menjadi pegangan bagi Maryam. Ia pun tidak ingin berpegangan pada dunia, yang tidak ingin menapaki dunia, yang berlari darinya untuk menyendiri. Di balik pintu ini, Maryam kasat mata. Ibarat udara, ia mudah terbang, mudah berlepas diri... Dalam pintu makanat ini, nama Maryam adalah seorang masumiyah; Dan nama dirinya adalah masumah. Agar angan dapat menerawang dan menangkap pemahaman dua dimensi paradoks antara makanat dan masumiyah dalam satu rangkaian, dalam pintu yang ketiga ini dimensi dunia yang mewakilinya adalah hawa, udara... Masumiyah yang tidak terikat dengan tempat hanya mungkin menempati media udara. Udara adalah materi paling mencakup tempat seluas-luasnya. Mulai dari benda padat, cair, hingga gas yang runtut semakin meluas secara bertahap mencakup makan dan imkan. Volume yang meluas akan semakin lembut, lentur. Semakin lentur, semakin mungkin mencakup seisi ruangan. Semakin mampu melingkupi, menyelimuti. Saat benda padat berubah menjadi gas, ia akan semakin meluas hingga terbang. Ia pun akan mampu merangkul dan mendekap seluruh isi ruangan. 166Maryam mampu mencakup, mendekap dirinya dan sekitarnya. Dan memang, Maryam yang berada di dalam mihrab, yang terisolasi dari kehidupan dunia, yang telah menapaki kedudukan ahli doa, seolah-olah telah menjadi ringan dan dengan mudah menyusup, menyelinap. Mihrab pun berlepas dari mengikatnya sehingga Maryam menapaki kemampuan untuk menyusup, menyelinap, terbang, dan membubung tinggi. Ia menyelinap dan berlepas diri seraya terbang dari jerat kekhawatiran, risau, dan penyangkalan. Dirinya seakan-akan telah menyublim, bahkan berubah menjadi cahaya sehingga ia menjadi sedemikian ringan, lembut, dan mampu bergerak bebas mengisi seluruh ruangan. Karena itulah pintu ketiga ini memberi isyarat Maryam sebagai seorang yang “mampu berlepas diri”. Berlepas diri dari jerat segala bentuk kejelekan dari dalam diri, nafsu yang menjadi perintang dan perangkap baginya. Maryam pun tetap terjaga dalam kemaksumannya. Bagi Maryam, udara yang dihirupnya adalah doa. Kata dan suaranya tiada lain adalah doa, taat, dan beribadah. Kedudukan yang terlepas dari titik koordinat ini, dari semua jeratan dan kebiasaan ini, telah mengantarkan Maryam mencapai kondisi baru dari yang baru. Tempat luar biasa dalam keterjagaannya ini khusus bagi Maryam. Ia bukanlah kunci atau tempat yang dibuat Nabi Zakaria maupun yang tersedia dalam Baitul Maqdis. Ia adalah mihrab yang telah dianugerahkan Allah sebagai karunia. Ia ibarat kepompong dari cahaya yang menyelimuti Maryam. Tempat untuk menempa serta mempersiapkan diri untuk kelak mengandung dan menjadi ibu sang Kalamullah. Demikian 167pintu ketiga ini yang juga bermakna tempat mengasingkan diri. Aroma titik yang mempertemukan antara makanat dan masumiyah dalam pintu yang ketiga adalah dari unsur asli. Aroma yang disukai Rasulullah , yang menjaga kemaksuman mihrab, yang meningkatkan ke posisi “heran” dan “terpesona”. Inilah udara nurani yang dihirup Maryam. Tempat Maryam menyatu dengan udara, pintu Makanat... Pintu keempat Ketabahan Saat mencapai pintu yang keempat, Nabi Zakaria merasakan dirinya semakin ringan, semakin kuat. Kedua tangan dan bahunya terasa lebih kuat. Ketika sampai ke pintu yang keempat ini, ia merasakan pedih kelemahan dan kepapaannya oleh usia yang telah lanjut, terlebih saat merenungi amanah di balik ketujuh pintunya. Kini, entah dari mana ia merasakan kebugaran kembali? Pintu keempat adalah pintu paling berat. Ia terbuat dari besi hadiah para pedagang asal Syam kepada Baitul Maqdis. Saking beratnya, empat ekor sapi yang menarik gerobak saat membawanya merasa kewalahan. Karena itulah ia diberi nama Hadid yang memiliki bentuk yang sangat kokoh... Ia tepat berada di tengah-tengah ketujuh pintu. Meski bebannya sangat berat, setiap kali Nabi Zakaria hendak membukanya, entah mengapa selalu saja terkuak keteguhan dan keringanan hati. Seolah-olah kelemahan karena usia yang telah lanjut hilang dalam seketika. Jadilah seorang Nabi Zakaria kembali muda. Dalam seketika, kekhawatiran soal usia atau siapa yang akan mendapat amanah menjaga 168Maryam sepeninggalnya—apalagi para rahib di Baitul Maqdis terus terpecah dalam kubu-kubu politik-telah menjadi begitu ringan bagaikan melepas sehelai kain yang dikenakannya... Sebuah pintu terbuat dari besi yang di dalamnya terdapat kekuatan tekad sekuat besi. Terdapat keteguhan sekukuh kekokohannya. Di depan pintu tengah ini terbesit kekuatan tekad bahwa yang terpenting adalah menapaki jalan dengan penuh perjuangan. Zat Yang Maha Memiliki Jalan, yang telah menitahkan ujian dalam perjalanan hidup yang berat, tentu telah memiliki rencana, baik di masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Yang penting adalah menjalani dan terus menjalani dengan penuh kesabaran, keyakinan, dan harapan yang tiada pernah patah. Demikianlah pintu keempat. Ia laksana perahu keteguhan yang akan mengarungi lautan. Sementara itu, bagi Maryam, pintu ini adalah tanda akan sikap malunya. Karena itulah pintu tengah ini bernama Mahjubah’. Namun, tentu saja tidak sia-sia jika pintu ini diberi nama Hadid. Besi sebagai elemen yang paling kuat, sebagaimana telah disebutkan di dalam Alquran, tidak lain adalah senjata dan benteng yang paling kuat di masa itu. Ia kokoh, berat, dan tidak mungkin ditembus. Dari sisi yang lain, besi hanya bisa dilebur dengan panas api sehingga, dalam sisi dunia unsur, pintu keempat ini erat kaitannya dengan api. Panas api yang membakar besi bukan untuk melenyapkannya. Ia justru membentuk, menyusun kembali. 169Penempaan kembali untuk rela dengan ujian besar yang ditanggungnya demi mengasah diri dari ketumpulannya. Jadi, setelah dibakar dan ditempa, besi akan bangkit dalam bentuk sebilah pedang yang kuat lagi tajam... Bukankah keteguhan akan membuahkan kebangkitan dan kemuliaan yang demikian? Keteguhan dengan kekuatan untuk menghadang, menembus kesulitan, bahkan bencana sekalipun sama persis keadaannya dengan kepompong ulat sutra. Saat tiba ulat keluar dari kepompong dalam sikap malu, ia sudah menunjukkan bentuk baru sebagai seekor kupu-kupu yang indah lagi lembut. Demikian pula mengasingkan diri bagi seorang darwis. Sebagaimana pejalan suluk yang penuh dengan cobaan berat, ujian berat yang ditempuh Maryam juga akan menyempurnakan kekuatan keteguhannya. Begitulah Maryam. Satu demi satu ujian berat telah dilaluinya dengan sikap penuh malu, sehingga mengantarkannya ke posisi mulia. Dialah Maryam. Ahli hijab pemalu... Bagi Maryam, hijab berarti menginjak usia dewasa. Saat Maryam menapaki usia dewasa, ketika itu pula ia akan menurunkan hijabnya. Ia akan berbicara di balik tirai hijabnya. Namun, tirai bukanlah penghalang. Sebaliknya, tirai adalah pintu. 170Mungkin ia adalah alam barzakh. Tangga menuju ke pintu. Jarak. Isyarat. Bagi Maryam, hijab adalah jarak yang terpangkas antara dirinya dan Tuhan. Dan juga penunjuk jalan bagi setiap orang yang akan meniti jalan setelahnya. Demikianlah Maryam. Di depan pintu keteguhan ia tumbuh dalam akal, ruh, dan badannya menuju masa kesiapan menjadi seorang ibu... Dan... dia pula yang akan mengarungi jalan penuh ujian lautan api... Pintu kelima Selamat Ini adalah pintu paling tipis dari pintu-pintu yang lainnya. Jika dilihat dari penampakan luar, terlihat bukan sebuah pintu karena begitu transparan. Dengan sedikit dorongan dan atau sedikit empasan angin, pintu ini seolah-olah akan segera tersingkap dan terbuka. Sebenarnya, penampakan seperti ini menipu. Meski terlihat mudah dibuka dan ringkih, kuncinya telah dibuat khusus oleh seorang ahli dari Hayfa. Kunci buatannya itu seakan-akan sebuah teka-teki. Lubang kuncinya terbuat dari perak, sementara anak kuncinya dari emas. Saat kunci diputar ke arah timur dua kali, kunci itu tidak akan bisa ditarik. Baru setelah dimasukkan lagi kunci ke dua dengan mendorongnya ke arah utara kemudian ke barat, kunci yang pertama baru dapat digerakkan. Setelah didorong kembali ke depan, kedua kunci itu dapat ditarik ke luar secara bersamaan. Saat itulah, bersamaan dengan pintu 171terbuka, terdengar bunyi gesekan serpihan-serpihan intan yang dipasang di dalam lubang kunci. Bunyi inilah yang didengar Maryam seperti suara burung-burung beterbangan menyambut kedatangan Nabi Zakaria yang dinantikannya penuh dengan kerinduan dan kasih sayang seperti ayah kandungnya sendiri. “Duhai Paman! Seakan-akan burung-burung hudhud beterbangan. Burung-burung itu terbang untuk memberi kabar kepadaku akan kedatangan Paman,” kata Maryam saat setiap pintu mulai terbuka. Dari segi bentuk, pintu kelima yang indah dan tipis itu mungkin adalah wujud dari perasaan takjub dan kebahagiaan karena keselamatan telah dicapai. Nabi Zakaria pun memberi nama pintu ini dengan “Pintu Balqis”. Balqis adalah seorang ratu yang mendapat keselamatan setelah taat kepada Nabi Sulaiman. Dan memang, keduanya adalah hamba Allah yang taat kepada janji yang telah mereka berikan. Demikianlah, pintu ini adalah pintu keselamatan, baik bagi Maryam maupun masyarakat al-Quds. Di depan pintu ini manusia akan merasa segar, lapang dadanya. Sementara itu, wujud Maryam dalam pintu “keselamatan” ini adalah “seorang yang taat” sehingga nama pintu ini baginya adalah “riayat”, ketaatan. Pintu yang membuat Maryam sebagai seorang hamba yang menapaki derajat ketaatan, yang mendekatkan diri kepada-Nya. Berarti pula seorang yang telah mencapai rahasia keselamatan. Sepanjang taat kepada Tuhannya, kedamaian dan kelapangan akan dilimpahkan kepadanya. Dalamalamkosmos,padanannamadariintisaripembahasan ini adalah “falak”. Peredaran planet-planet dalam garis orbitnya merupakan salah satu kisah dari pintu kelima ini. 172Dalam tataran pintu kelima ini, Maryam adalah seorang hamba yang telah mencapai kematangan ruhani dalam terikat dengan Tuhannya. Ini seperti planet-planet di angkasa menjaga ikatan dan ketaatan pada garis orbit dan gravitasinya. Di depan pintu ini, kosmos terjaga keseimbangan, keharmonisan, keserasian, dan kedamaiannya. Perasaan telah mencapai keselamatan pertama-tama tumbuh dari dalam jati diri individu sehingga ia akan menggema membentuk lapisan-lapisan, lalu meluas sampai ke tengah-tengah masyarakat. Setelah itu, jagat raya akan terhubung dengan ikatan rantai saling “menghormati” dan “berlemah-lembut”. Di balik pintu ini, Maryam adalah seorang hamba yang dengan penuh kesungguhan mengikat diri kepada Tuhannya dalam posisi ketaatan. Pintu keenam Perlindungan Pintu ini terbuat dari batang pohon pinus yang terlihat begitu sederhana. Tidak ada gembok dan juga lubang kunci. Setiap orang yang melihatnya dari luar akan berpikir pintu ini tidak mungkin dapat dibuka. Ya, pintu ini tanpa bandul pengetuk, tanpa kunci, tanpa pegangan... Ia datar, tanpa gembok dan lubang kunci... Seolah-olah jalan terhenti di depan pintu itu. Seakan-akan Maryam yang berada di balik pintu itu tidak akan menyaksikan 173lagi cahaya matahari di siang hari. Ia seperti lenyap dalam sebuah dongeng, sebuah kisah. Dan ia kembali untuk sama sekali tidak pernah hidup. Begitu rapi dan rapat pintu ini menutupi. Dahaga Maryam di balik pintu yang tak berlidah ini. Ini adalah dalil dari “kesamaran” seorang Maryam. Ia ibarat kilau percikan epifanik di balik pintu ini. Dan Maryam adalah yang tak terlihat meski terlihat, yang menutup diri untuk tidak terlihat meski terlihat laksana matahari... Tirai rahasia dalam kehidupannya bahkan tidak dengan sempurna tersingkap oleh mereka yang pada tingkat yakin mengenalnya. Misi kesabaran dan keberanian selalu akan memberikan alasan pada keabsurdan akhlak ahli akhir zaman, yang wajahnya pun belum pernah terlihat. Orang- orang di dekatnya tidak dalam tataran sempurna mampu mengenalnya, sedangkan mereka yang berada jauh darinya tidak akan melihat meski mengetahuinya... Paradoks dari ketidakterlihatan Maryam dalam kondisi terlihat, atau terlihat dalam ketidakterlihatan, tidak lain adalah kelanggengannya. Di balik pintu perlindungan ini, Maryam membisikkan rahasia pencapaian keabadian dari dunia fana. Meski demikian, jejak dan gambaran dalam kehidupannya yang hakiki akan senantiasa berlanjut sepanjang masa. Pintu keenam ibarat seorang penjaga yang begitu tangguh dan kuat. Ia rela berkorban demi tidak membagi rahasia. Begitulah perlindungan dalam pintu ini. Sebagai pintu perlindungan, hanya sejengkal batas antara ada dan tiada, antara kisah dan kehidupan nyata, antara riwayat dan hakikat. 174Ya, kini di depan pintu perlindungan ini Nabi Zakaria berada dalam pengabdian mengemban amanah seorang Maryam yang yatim-piatu dan telah dikurbankan. Meski demikian, ruhnya senantiasa berada dalam kesadaran, bahkan senapas dalam panjatan doa Nabi Adam yang dititahkan menjadi manusia dan nabi pertama... Pintu ini juga merupakan kenangan. Saat kenangan dan ingatan datang sampai ke depan pintu perlindungan ini, hal seperti inilah yang selalu terjadi. Kedua tangannya tertengadah ke udara seraya bermunajat dalam uraian doa penuh linangan air mata sebagaimana doa-doa yang telah diucapkan para nabi terdahulu. Begitulah Nabi Zakaria berzikir panjang mengingat Tuhannya. Hal yang sama terjadi pada Maryam. Saat berada di balik pintu ini, ia memanjatkan doa dengan mengenang silsilah para nabi satu demi satu. Doa yang dipanjatkan Maryam dengan mengenang Nabi Adam adalah demikian “Tuhanku! Aku memohon agar Engkau berkenan menghidupkan hati ini dengan nur makrifat yang abadi. Ya Allah, ya Allah, ya arharmarrahimin! Hamba memohon dengan limpahan anugerah dan rahmat-Mu untuk menyelamatkan agama hamba dari segala bentuk kekurangan dan kerusakan, agar Engkau menjaga iman hamba sampai terhembus napas terakhir, agar diri hamba Engkau hindarkan dari kejahatan orang-orang zalim yang tidak memiliki belas kasihan, agar Engkau melimpahkan rezeki kepada diri ini yang senantiasa berusaha setia menjadi hamba-Mu, baik di dunia maupun di alam akhirat nanti. Sungguh, Engkau adalah Zat Yang Mahakuasa atas segalanya. Hanya Engkau Zat yang mampu mengabulkan doa sehingga kabulkanlah doa hamba!” 175Kemudian, Maryam menyampaikan salam kepada Nabi Nuh seraya bermunajat kepada Allah dengan munajatnya “Tuhanku Yang Maha Pengasih lagi Penyayang! Engkaulah Zat yang tiada pernah membutuhkan siapa-siapa, yang menjadi curahan semua pujian, Yang Mahaindah, tiada padanan dalam segala titah dan penciptaannya. Hamba bersaksi bahwa Engkaulah Tuhan yang terhindar dari segala sifat kurang!” Kemudian Maryam mengenang Nabi Ibrahim dengan berucap salam kepadanya seraya berzikir kepada Allah “Tuhan Yang Mahaagung lagi Perkasa, yang jauh lebih dekat daripada kedekatan ciptaan kepada-Nya. Tuhan yang telah menyelamatkan Nabi Nuh ke pantai keselamatan, yang telah menerima dan mengampuni pertobatan Nabi Adam, yang keagungannya dipuja gelap malam dan terang siang. Aku bersaksi bahwa Engkau Maha terhindar dari segala bentuk kekurangan, baik yang mungkin maupun yang tidak mungkin terlintas dalam pikiran.” Dalam rangkaian salam dan kenangan kepada para nabi terdahulu, Maryam juga mengucapkan salam kepada Nabi Ismail sambil berdoa dengan doa yang telah dipanjatkannya “Tuhanku! Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi, bahkan dalam celah hati yang paling rahasia sekali pun. Engkaulah Yang Maha Rauf dan Rahim. Tidak ada satu hal pun di langit dan bumi yang tersembunyi bagi-Mu. Engkaulah Mahasuci! Maha Terhindar dari segala kekurangan!” Kemudian Maryam bertasbih kepada Allah dengan bacaan tasbih Nabi Ishak “Tuhanku! Engkaulah yang menghilangkan segala kekhawatiran, yang menciptakan jalan keluar bagi kesulitan dan kepedihan setiap hamba, yang senantiasa menjawab 176doa setiap hamba yang berada dalam kesulitan. Hanya Engkau Yang Maha Rahman dan Rahim, baik saat di dunia ini maupun kelak di hari akhirat. Penghambaanku semata- mata hanya terikat kepadamu. Hanya kepada-Mu pula diriku menambatkan harapan terkabulnya permintaanku. Guyurlah diriku hingga basah kuyup dengan limpahan rahmat yang akan Engkau curahkan dari sisi-Mu sehingga diriku tidak akan pernah jatuh menjadi pengemis belas kasih kepada yang selain dari diri-Mu.” Di balik pintu keenam ini pula Maryam bertasbih dengan bacaan tasbih Nabi Ayub. “Ya Allah! Tuhan yang menjadikan rasa takut dan gemetar dalam nafsu. Engkaulah Yang Mahaagung, Mahatinggi kemuliaan-Mu... Zat yang menjadi tujuan segala puji dan sanjungan... Yang menggenggam segala makhluk dengan ilmu dan rahmat-Mu. Yang Maha Tidak Berbatas. Yang tidak mungkin pernah butuh kepada siapa pun. Yang menghindarkan bala dan bencana kepada setiap hamba yang Engkau cintai! Aku menyucikan-Mu dari segala kekurangan dan kejelekan.” Kemudian, Maryam memanjatkan tasbih dengan lantunan tasbih Nabi Saleh. “Duhai Sultan para sultan yang tiada padanan bagi- Mu. Yang Mahamutlak memiliki kemuliaan. Yang Maha Mengetahui segala yang telah dan akan terjadi. Yang Maha Memiliki dan tidak ada satu hal pun yang tersembunyi bagi-Mu! Engkaulah Yang Mahasuci, Yang Maha Terhindar selamanya dari segala kejelekan dan kekurangan!” Kemudian, Maryam memanjatkan doa sebagaimana yang telah dipanjatkan Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan 177“Tuhanku! Engkaulah Yang Mahasuci dari segala kelemahan, kekurangan, kebutuhan, dan keharusan! Engkaulah satu-satunya Zat Yang Maha Memberi Hukum. Yang Maha Mencipta makhluk-Nya dengan tanpa kekurangan. Yang Mahakuasa dan kuat atas segalanya. Yang menjadi tujuan segala puji dan sanjungan. Engkau Maha Mengetahui semua hakikat karena Engkaulah Hakikat Utama. Yang Maha Mempersempit dan juga Maha Melapangkan sesuai dengan kehendak-Mu. Engkau pula yang menganugerahi amal kebaikan kepada hamba-hamba-Mu!” Kemudian, Maryam mencurahkan isi hatinya dengan munajat Nabi Yakup “Tuhanku yang menjadi tumpuan harapanku. Janganlah Engkau biarkan diriku jatuh dalam keadaan putus asa. Duhai Allah! Engkau berlari membantu setiap hamba yang memohon bantuan. Ulurkan tangan-Mu kepada hambamu ini yang papa dan tidak memiliki siapa-siapa! Tuhanku yang tidak akan pernah menampik hamba-Mu yang dengan penuh pertobatan mendekatkan diri kepada-Mu. Kabulkanlah pertobatan hamba ini yang tidak memiliki satu pun pintu selain dari pintu-Mu! Maryam kembali berdoa dengan ucapan yang telah dipanjatkan Nabi Yusuf kepada Allah “Tuhanku! Engkaulah yang Maha Menjawab setiap jerit permohonan, yang membantu setiap hamba yang butuh pertolongan, yang menghilangkan kesedihan yang diderita setiap Engkau Maha Melihat dan Mengetahui keadaan diriku ini yang tampak jelas dalam penglihatan-Mu. Tunjukilah jalan keluar kepadaku dan berikanlah kekuatan untuk mengikutinya!” 178Akhirnya, Maryam menyelesaikan munajatnya dengan doa Nabi Musa “Tuhanku yang sama sekali tidak pernah berbuat kezaliman di jagat raya ini, yang dengan kemuliaan-Nya semakin lebih dekat dari kedekatan makhluk itu sendiri, yang dengan kedekatan itu menjadikan Engkau Mahamulia, Zat yang takhta-Mu tiada berbatas, yang tak berbatas pula dalam kekayaan-Mu. Engkaulah Tuhanku, Zat Yang Mahasuci dan terhindar dari segala kekurangan. Duhai Allah! La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim. Jika ada Zat yang memiliki perbendaharaan tak terbatas sebagai tempat aku memohon, itu tidak lain adalah diri-Mu. Segala puji dan syukur hanyalah untuk-Mu. Dan aku pun memuji-Mu, mengutarakan segala kebutuhanku. Duhai Allah! Jadikanlah kebaikan para musuh terlihat di antara dua mata dan kejahatannya terinjak di bawah kaki. Duhai Allah. Hanyalah dengan bantuan-Mu diriku dapat menangkal kejahatan para musuh yang jahat. Untuk itulah diriku memohon bantuan dari sisi keagungan-Mu; berlindung dalam kodrat dan kekuasaan-Mu. Tuhanku! Dengan keagungan-Mu Engkau telah menitahkan alam Arsy menjadi seimbang. Tiada seorang hamba pun yang mampu menandingi kemampuan-Mu, tidak mungkin. Engkaulah Yang Mahaagung dalam kemuliaan. 179Tiada Tuhan selain diri-Mu! Engkaulah Yang Maha Mengetahui segalanya. Dan Muhammad  adalah utusan-Mu. Dialah Allah Yang Maha Halim dan Karim. Pemilik Arsy. Hanya kepada-Nya segala puji dan syukur semua makhluk senantiasa dipanjatkan, karena Dialah Tuhan seluruh alam.” Pintu keenam yang merupakan perlindungan juga merupakan pintu zikir, pintu tempat mengingat dan mencurahkan segala isi hati. Dia ibarat stalaktit yang memanjang ke angkasa. Saat pintu ini terbuka, hal itu tidak lain berarti terbukanya ruh yang khusyuk, hati yang berserah meluapkan isinya. Saat cinta telah merekah di dalam hati, ia tentu ingin mengungkapkan isinya. Seperti buih susu yang berubah menjadi krim, yang ingin menunjukkan wujud asli dari apa yang ada di dalamnya, yang ingin memuji, mengigau menyebut nama kekasihnya… Inilah hal yang terjadi di pintu keenam. Nabi Zakaria pun meluapkan cinta yang begitu besar kepada Allah sehingga air mata mengalir dari wajahnya, membanjiri semua tempat di depan pintu ini. Sampai-sampai, linangan air mata itu bergerak membuka pintu… Pintu ini akan terbuka karena hal yang terjadi dari perlindungan, zikir, dan doa-doa… Pintu keenam tak lain menggambarkan keluasan Maryam. Seorang yang memiliki dimensi lain, alam yang lain, warna yang lain, dan juga bahasa lisan yang lain. 180Seorang yang berzikir kepada Tuhannya dengan bahasa dari berbagai tingkatan alam, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan. Di balik pintu inilah Maryam berzikir kepada Tuhannya dengan semua bahasa. Laksana pelangi di angkasa. Terpancar darinya bahasa setiap lisan makhluk dalam zikrullah… “Jika engkau ingin menyaksikan hakikat yang tinggi ini secara lebih dekat, hampirilah lautan yang berombak angin topan. Tanyakan kepada perut bumi yang mengguncangkan isinya. Tanyakan apa maksud perkataannya. Tentu engkau akan mendengarnya melantukan lafaz Ya Jalil, Ya Aziz, Ya Jabbar’. Kemudian, tanyakan pada makhluk-makhluk kecil yang berada di dasar lautan dan di hamparan daratan yang mendapati rahmat dan kasih sayang-Nya. Apa kata kalian?’ Engkau pun pasti akan mendengar jawaban dari mereka Ya Jamil, Ya Rahim’. Dan dengarkanlah langit! Bagaimana ia akan mengatakan Ya Jalilu Zuljamal’. Tanyakan pula kepada bumi yang juga akan menjawah Ya Jamilu Zuljamal’. Demikian pula dengan hewan-hewan yang akan berucap Ya Rahman, Ya Razzak, Ya Rahim, Ya Karim, Ya Latif, Ya Atuf, Ya Musawwir, Ya Munawwir, Ya Muhsin, Ya Muzayyin.” Sementara itu, di balik pintu ini Maryam yang berzikir dengan lidah semua makhluk berada dalam kedudukan “berserah diri” sehingga nama pintu yang sesuai baginya adalah as-Salimah, yang berarti seseorang yang telah berserah diri, yang mencapai posisi salim. Yang ruhnya telah mencapai kedamaian dan kelapangan. Begitulah seorang Maryam di balik pintu ini. Pintu keenam yang menjadi tempat untuk menguak jati diri dan kelebihan Maryam ini telah menunjukkan bahwa wanita itu adalah seorang yang terpilih; yang dilindungi, dijaga, dan diasuh dengan penuh perhatian. 181Pintu ini pada waktu yang sama juga menggambarkan benteng yang kokoh dan luar biasa. Benteng yang disebut hasn-i hasin, yang merupakan perlindungan berlapis. Hasin berarti yang tidak akan mungkin ditembus atau dicapai karena begitu kokoh dan tangguh, sementara hasn-i hasin berarti benteng perlindungan yang kokoh. Kata masun yang berarti melindungi, membentengi, berasal dari suku kata yang sama. Namun, benteng itu bagi Maryam bukan datang dari diri sendiri. Ia hadir dari Tuhannya Yang Maha Melindungi. Begitulah Maryam menjadi seorang yang terlindungi dari segala nafsu amarah, kejahatan setan dan manusia, serta musuh yang selalu menebar itnah dan perangkap. Tuhannya telah mengabulkan doa perlidungannya. Doa, ibadah, dan pendekatan diri kepada Allah adalah kedudukan pintu keenam. Dengan ketaatan, ibadah, dan doa, Allah telah menjadi tempat berserah diri. Allah juga menjadi wakil, sahabat, dan penolong bagi Maryam. Bahkan, Allah telah menjadi sebaik-baik pelindung. Yang melindungi Maryam dari sifat-sifat tercela, seperti kesombongan, keangkuhan, riya, ujub, nifak, dan juga dari segala kejelekan dan marabahaya. Allah telah mengambil Maryam dalam perlindungan-Nya dengan penghambaannya yang sempurna dan kedekatannya kepada Tuhannya. 182Maryam laksana gugusan pelangi di angkasa yang memancarkan warna-warna panjatan doa dan zikir sehingga mencapai kedamaian dan perlindungan. Pintu yang ketujuh Rahasia Pintu rahasia adalah tirai yang menyelimuti Maryam meskipun pintu ini yang membuka dirinya kepada kita. Dalam pintu ini, nama yang tercantum bagi Maryam adalah “sirriyat” sehingga di balik pintu ini Maryam adalah seorang yang mendapati nama “sirriyah”. Namun, mengenai hal ini kita tidak mampu menulis banyak. Karena tirai tertutup dan terpisah. Karena di balik pintu ini Maryam telah mencapai kesempurnaan. Ia telah mencapai kedudukan rahasia. Posisi yang berada di atas semua nama. Karena ia adalah rahasia dari rahasia, yang setiap pena pun seolah-olah tumpul untuk menuliskannya. Patah, tercerai-berai... Bahkan, ia hanya mampu ditenangkan dengan lafaz La ilaha illa-llah, Muhammad Rasulullah’. -o0o- 18319. Mlht Malakt Hari berganti minggu, bulan, dan tahun. Musim pun bergerak. Kini, Maryam telah berusia enam belas. Ia memang seorang remaja. Namun, dalam hal ketaatan dan kesabaran, Maryam telah menjadi seorang azizah yang menjadi kekasih masyarakat. Sementara itu, Merzangus telah menginjak usia tiga puluh. Ia tetap tidak menikah demi mengabdikan diri membantu keluarga Zakaria . Al-Isya masih belum dikaruniai anak meski usianya lima puluh tahun lebih, sementara suaminya, Zakaria , berusia sekitar delapan puluh tahun. Suatu hari, di sela-sela makan malam, Zakaria  bercerita tentang seorang pemuda berpakaian serbaputih yang ia lihat pada suatu malam. “Aku sama sekali belum pernah melihatnya di antara para ahli tulis dan santri pembina. Sungguh sempurna perawakannya. Tubuhnya agak tinggi. Pundaknya lebar. Panjang dan hitam rambutnya, basah mengilap. Pakaiannya sutra serba putih sehingga terlihat menyala dalam kegelapan 184malam. Baunya harum semerbak. Saking harumnya, aku mengenalinya pertama-tama dari bau itu. Begitu tercium, aku selalu mendapatinya dari kejauhan pasti sedang sedang berdoa atau salat. Namun, begitu aku mulai berjalan cepat mendekatinya, entah mengapa terjadi sesuatu sehingga ia pun menghilang dari pandanganku. Aku sendiri tidak tahu apakah kejadian itu adalah ilusi atau karena pikiranku terganggu oleh faktor usia yang telah lanjut....” Saat mengulurkan segelas berisi penuh air putih, al-Isya berkata sambil tersenyum, “Mungkin dia malaikat.” Mereka pun tidak lagi memperbincangkan masalah ini. Kini, mereka sudah tidak lagi seperti dahulu yang begitu khawatir dengan keselamatan Maryam. Apalagi, para sesepuh Baitul Maqdis dan masyarakat begitu mencintai Maryam. Seisi kota al-Quds telah jatuh hati kepadanya. Apalagi, empat ribu haiz dan santri tidak mampu menyaingi kualitas Maryam. Jika Merzangus dan al-Isya tidak dihitung, di al-Quds tidak lagi ada wanita yang bisa membaca dan menulis selain Maryam. Maryam pun telah menjadi santri yang sangat pintar dalam menulis hattat. Meski tidaklah mungkin bisa dibandingkan dengan para santri lain, karyanya yang sangat indah itu tidak bisa dipertunjukkan di Sahra Suci lantaran dirinya seorang wanita. Karya Maryam hanya boleh ditunjukkan di kelas santri yang masih kecil sebagai contoh bagi mereka. Lain dengan santri hattat pada umumnya, pena hattat milik Maryam berwarna merah tua. Pena ini adalah pemberian khusus Nabi Zakaria. Pena ini tidak pernah dicampur dengan pena-pena yang lain ketika semua pena harus kembali dikumpulkan menjelang malam. Pena Maryam secara khusus disimpan di tempat khusus yang terbuat dari kayu besi. 185Pernah, suatu hari pena milik Maryam hilang. Mosye lalu dengan sengaja mengambil kesempatan itu dengan meminta Maryam menulis hattat dengan pena yang lain. Maryam memang tidak pernah menulis dengan pena lain. Inilah yang dimanfaatkan Mosye untuk menguji kesangsiannya pada kemampuan Maryam. “Kalau benar dia seorang yang memiliki bakat lebih dari yang lain, silakan menulis di depan umum. Kita akan lihat hasilnya,” kata Mosye kepada semua orang. Terjadilah kembali peristiwa yang sangat luar biasa. Setiap kali Maryam mengambil pena yang tersedia, pena itu selalu pecah dan terbelah menjadi dua. Mosye pun sangat senang. Ia tertawa terbahak-bahak di depan umum. “Bagaimana mungkin dirinya seorang hattat. Lihat saja, setiap pena yang dipegangnya patah, terbelah menjadi dua. Mungkinkah tangannya terlalu berat seperti besi?” demikian Mosye mengejek Maryam di depan umum. Pada hari itu, Maryam terus mengambil pena satu demi satu sampai tidak tersisa lagi pena yang tidak patah. Orang-orang pun terus menertawakannya, mengejek dan menggunjingnya. Sepanjang hari itu, tumpukan pena yang patah seolah-olah telah menggunung. Ustaz Efraimzad lalu datang membantu Maryam. “Cukup! Cukuplah. Berhentilah menulis Anakku. Aku yakin ada hikmah di balik kejadian ini. Tidak mungkin setiap 186pena yang diambilnya akan patah seperti ini. Kira-kira apakah sebabnya?” “Semenjak kecil saya selalu berdoa kepada Allah, wahai Ustaz Efraimzad, agar Allah tidak pernah memperkenankan tanganku menyentuh barang haram,” kata Maryam lirih. Mendengar kata-kata itu Mosye langsung berdiri seraya berbicara dengan suara keras. “Jadi, maksudmu adalah seorang wanita haram untuk membaca dan menulis. Itukah yang engkau maksudkan Maryam?” Maryam hanya tertunduk. “Bukan, yang haram bukan membaca dan menulis bagi wanita. Yang haram adalah hak orang-orang yang telah bekerja dengan jerih payah dan keringat tapi belum juga dibayar.” “Apa! Coba dengarkan yang dikatakan anak ini! Anak kecil ini ternyata ingin memberi nasihat dan pelajaran kepada kita. Di sini adalah Baitul Maqdis wahai wanita kecil. Jagalah sopan santun! Sekarang katakan, keringat siapa yang selama ini hak- haknya belum dibayar? Semua itu tidak lain cerita bual belaka. Ah, para wanita! Mereka hanya pembuat gosip. Ketahuilah bahwa wajah setiap wanita seperti dirimu ini selalu diperalat oleh setan.” “Saya tidak menyalahkan siapa-siapa, Tuan. Saya hanya menyampaikan apa yang saya dapati sebagai anak kecil.” “Cukup dan diam! Berhentilah menyalahkan orang lain. Sekarang akui saja kalau tulisan pada papan kaligrai yang dipajang di kelas-kelas itu bukan engkau yang tulis. Jika benar engkau bisa menulis hattat, pastilah semua ini tidak akan terjadi. Namun, pada hari ini semuanya telah terbukti. Engkau sama sekali tidak bisa menulis. Untuk menutupi 187ketidakmampuanmu, engkau dengan sengaja mematahkan semua penanya. Ya sudahlah, sekarang biar saya tunjukkan bagaimana cara menulis hattat dengan baik.” Di antara gemuruh tertawa, ada tujuh pembina yang sudah siap sedia bersimpuh untuk memerhatikan bagaimana cara menulis hattat dengan baik. Mereka juga sudah menyiapkan kain putih di atas sebuah meja untuk ditulis. Sayang, tidak ada satu pena pun yang tersisa. “Ternyata Maryam tidak menyisakan satu pena yang tidak patah, Ustaz Efraimzad. Mohon Anda perintahkan beberapa petugas untuk segera membeli pena yang baru. Lihat, semua orang sudah menunggu untuk menyaksikan bagaimana menulis yang benar.” Ustaz Efraimzad segera memanggil beberapa orang untuk segera membeli pena dari toko yang biasanya memasok pena untuk Baitul Maqdis. Namun, beberapa orang yang dipanggilnya itu justru hanya berdiam diri. Mereka tidak langsung berlari untuk segera membeli pena. Hal itu mereka lakukan karena pihak toko sudah tidak mau lagi memberikan peralatan tulis disebabkan utang yang telah menumpuk. “Apa!?” seru Mosye dengan suara lantang berpura-pura. “Semua ini adalah bentuk penentangan dan penghinaan terhadap tempat ibadah kita yang mulia!” “Bukan!” kata Ustaz Efraimzad dengan suara keras sembari mengusap-usap jenggot panjangnya yang sudah memutih. “Semua ini tidak lain adalah doa yang dipanjatkan Maryam semenjak kecil. Dia telah memohon kepada Tuhan agar tangannya dijaga dari barang yang haram”. 188“Karena semua pena ini belum dibayar, ia masuk dalam hukum yang haram. Karena itulah Maryam tidak bisa menggunakan satu pun dari pena-pena itu. Masih jugakah Anda sekalian tidak memahami hal ini? Yang salah adalah kita semua. Jika saja selama ini kita lebih berhati-hati dan memberikan hak setiap orang sebelum keringatnya mengering... Di antara kita, hanya Maryam yang memahami kalau pena-pena itu di dapat dari cara yang tidak halal.” Demikianlah, peristiwa ini telah menjadi saksi. Setiap usaha yang ingin menjelekkan Maryam akan balik menimpa si pembuatnya sehingga harus menanggung rasa malu yang besar. -o0o- Dengan pedang terhunus, Merzangus seakan-akan sedang memeragakan aktivitas menulis di atas udara seraya berbicara dengan kudanya, Suwat. “Suwat! Engkau tahu bahwa di al-Quds wanita hanya boleh menulis di udara hamparan pasir padang sahara,” kata Merzangus seraya menurunkan pedangnya dari udara untuk menuliskan nama Suwat di atas pasir. “Lihat! Aku menuliskan namamu di atas pasir. Jangan engkau ceritakan kepada siapa pun aku bisa membaca dan menulis. Engkau mengerti bukan!?” Suwat seolah-olah memahami kata-kata Merzangus. Kuda itu pun menggerak-gerakkan kepalanya, meringkik, dan melompat-lompat. Merzangus sangat senang. Ia lalu mengeluarkan potongan-potongan wortel dari sebuah kantong untuk diberikan kepada Suwat. 189“Karena pena terlarang bagi wanita, kita pun akan menggunakan pedang sebagai gantinya. Bukankah demikian Suwat?” tanya Merzangus seraya memasukkan kembali pedangnya yang bernama Ridwan ke dalam sarungnya yang masih tergantung di pinggangnya. Ia pun kemudian melompat ke punggung kuda itu. Suwat pun segera berlari sekencang- kencangnya. “Sungguh, aku iri kepada Merzangus,” kata al-Isya ketika melihat Merzangus memacu kudanya sambil melemparkan tombak ke arah yang jauh. “Ia telah mengabdikan diri seutuhnya kepada keluarga ini. Selama bertahun-tahun, ia melatih diri dan bekerja keras untuk keamanan Maryam. Ia juga tidak menikah. Ia tidak ingin kerja kerasnya berkurang dengan memiliki anak. Pekerjaan apa pun yang bisa dikerjakan laki-laki juga bisa dikerjakan Merzangus. Dialah anak laki-laki dan juga perempuan dari keluarga ini. Naik kuda, menyandang pedang, menjelajah gunung, menyusuri lembah dan hutan, berburu, dan memotong kayu. Iri dan terenyuh sekali hati ini melihat dirinya.” -o0o- Ketika Maryam sudah menginjak usia tujuh belas, kota al-Quds dilanda paceklik dan wabah penyakit. Terjadilah migrasi besar-besaran dan kematian massal. Bahkan, kondisi ini membuat Zakaria  kesulitan mendapatkan pekerja. Padahal, ia sangat butuh karena usianya sudah lanjut. Hujan tidak pernah turun. Tumbuh-tumbuhan mengering. Daun-daun di pohon-pohon zaitun pun ikut meranggas. Tak pelak, Merzangus bersama dengan para sahabat Zahter, yaitu 190Ham, Sam, dan Yafes, bekerja keras membantu kebutuhan hidup Zakaria. Yusuf sang tukang kayu juga bekerja dari pagi sampai sore di tempat pengerjaan kayu milik Zakaria. Hanya dengan kebersamaan dan persahabatan yang tulus seperti inilah kehidupan dapat ditopang. Al-Isya dan Merzangus bagaikan jarum jam yang tidak pernah berhenti bekerja untuk mengatur serta mencukupi kebutuhan makan dan pakaian Maryam. Sementara itu, Nabi Zakaria ditemani kemenakannya, Yusuf, telah membuat jadwal untuk membawa segala kebutuhan Maryam yang telah disiapkan. Suatu hari, ketika Zakaria  mengunjungi Maryam di mihrab, ia dikagetkan dengan nampan berisi buah- buahan yang masih ditutupi kain putih. Nabi Zakaria pun segera bertanya asal buah-buahan itu. Apalagi, jenisnya bukan yang bisa didapatkan atau dihadiahkan oleh orang-orang yang ada di sekitar masjid. Dalam kondisi kekeringan dan paceklik saat itu, kebanyakan orang hanya mampu makan dengan sebutir zaitun dan roti kering. “Wahai Maryam, dari manakah makanan ini?” tanya Zakaria . “Makanan ini datang dari sisi Allah. Jika menghendaki, Allah akan mampu melimpahkan rezeki yang tak terbatas,” jawab Maryam seraya membuka kain penutup buah-buahan itu dan menyuguhkannya kepada Nabi Zakaria yang telah ia anggap seperti ayah kandungnya sendiri. 191

maryam bunda suci sang nabi pdf